Rein meregangkan otot setelah menghajar seorang preman yang tiba-tiba menganggu.
Sudah dibilang kan kalau Rein tahu sedikit-sedikit tekhnik beladiri. Jadi ya, begitulah. Lagipula preman tadi tak terlalu kuat, dengan tubuh ringkih yang sebenarnya membuat Rein kasihan melihatnya.
Banyak masalah hidup, itulah yang Rein langsung hinggap disudut pikir Rein. Yeah, kalau gitu mau bagaimana lagi.
Hidup keras.
Dari segi wajah, kemungkinan besar sang preman masih muda. Rein tak terlalu ingin ambil pusing. Terserah yang terjadi. Pikiran Rein hanya fokus ke kegiatan memilih cincin.
Orang yang tidak Rein kenal, maaf, ia tak terlalu tertarik. Yang kenal pun hidup sendiri-sendiri. Mungkin Rein baru akan mempertimbangkan saat sudah selesai pilih cincin.
Takdir tak ada yang tahu.
"Oh Meri, tadi kan aku hanya mengirim pesan. Ada apa ya, gak biasanya Meri nelpon."
Ponsel sudah ditangan, tinggal menghubungi Meri lalu rasa bersalah Rein berkurang. Alih-alih ingin tenang yang ada Rein berdecak kesal saat panggilan itu tak diangkat. Dua kali gagal terus.
"Meri kenapa sih, aku khawatir." Rein mengoceh sambil natap kesal layar ponsel.
"Eh?"
Apa yang harus orang tersebut lakukan?
Oh pilih cincin terus kerja. Nanti setelah punya waktu luang baru ia akan menghubungi Meri. Bagaimanapun Rein punya banyak waktu luang, lebih tepatnya menyempatkan diri.
Tuntutan pekerjaan tak bisa dianggap main-main. Terlebih Rein aktif menulis di beberapa flatform online.
Untung Rein adalah orang yang cukup bisa memanage waktu.
"Maaf ya Mer, nanti aku sempatkan untuk menghubungimu lagi."
Setelah berucap begitu Rein pun naik bus yang berhenti tepat dihadapannya. Time is money.
***
Pada situasi dan keadaan berbeda, Meri berhadapan ke sekretaris–jendral?
Maksudnya pak Rey. Jangan kira hidup Meri baik-baik saja setelah memukul sembarangan.
Sekretaris itu pasti membalas lebih sadis!
Poor Meri.
"Ayolah Pak, Anda yang salah kenapa melimpahkan pada saya. Saya tidak bisa melakukan itu, tolonglah Pak."
Sekarang kita berhadapan ke Meri yang setengah hati menelungkupkan tangan ke Rey. Memohon dan berharap akan ada keringanan hukuman dari sekretaris itu.
Walau kecil, semoga hati nurani masih bersisa sedikit.
Tebak, adakah yang lebih buruk dari ciuman plus masa pacaran kontrak selama beberapa waktu?
Ada!
Yaitu berlutut dan mencium kaki Rey. Harus difoto!
Sang atasan dan sekretaris sama saja kejamnya.
Lantas apa hukuman lain kalau nolak?
Meri mau tak mau harus meninggalkan perusahaan atas dasar kinerja yang kurang baik. Hanya saja jangan salah paham, bukan perkara ini yang membuat Meri menghubungi Rein, sahabatnya.
Ada sesuatu yang lebih penting daripada curhat saat jam kerja. Meri melupakan berkas yang ia persiapkan seminggu penuh.
Padahal setahu orang tersebut, ia sudah meletakkan berkasnya dalam tas. Loh tiba-tiba kok menghilang?
Nah..., siapa tahu ketinggalan di rumah, oleh sebab itu Meri menghubungi Rein.
"Terserah mau bagaimana, yang jelas kamu harus cium kaki dan aku foto. Cepat lakukan atau kau menyesal seumur hidup."
"Ayolah Pak..., saya sudah minta maaf. Gimana diganti aja Pak, yang lain gitu. Saya kan sudah mohon-mohon," ujar Meri senantiasa menelengkupkan tangan.
Sungguh malang nasib hidup, saat sibuk-sibuknya menghubungi Rein sambil cari-cari berkas yang hilang, tiba-tiba sekretaris tersebut menghampiri, mengajak Meri ke rooftop perusahaan.
Hey ayolah, time is money. Rey pun juga tak punya banyak waktu bermain-main. Meri bukan tipe Rey.
Berkas. Perusahaan. Sudah. Meri. Letakkan. Dalam. Tas. Lalu. Disaat. Bersamaan. Rey. Datang. Mengancam. Mengeluarkan. Meri. Dari. Perusahaan. Alasannya. Kurang. Baik. Bekerja. Padahal. Orang. Itu. Yang. Salah.
Satu detik, dua detik, tiga detik.
"Ha! Bapak yang ngambil berkas saya!?"
Rey terlonjak kaget. Meri berteriak tepat di depannya!
Yang terjadi setelah itu adalah, saking kagetnya Rey menarik apapun agar tak terjatuh.
Berlebihan, mau bagaimana lagi, Rey refleks.
Bruk!
Keduanya jatuh pada posisi yang sangat tak elit dan... intim?
Meri berada tepat di atas tubuh sang sekretaris. Dengan mata membulat sempurna dan tangan mencengkram kuat baju Rey.
Rey terpaku saat mata keduanya beradu pandang. Terlalu mengikat, mata teduh Meri terlihat indah dari jarak beberapa centi.
Rey bahkan lupa berkedip.
"Kya!"
Bugh!
Satu pukulan mendarat sempurna di kepala Rey. Seumur-umur, baru kali ini ada orang yang berani memukul kepalanya.
Sedangkan Meri bangkit dari tubuh Rey dengan sangat tergesa-gesa. Enak aja, ia sudah dilecehkan. Tak Meri biarkan orang mesum seperti Rey menyentuhnya.
Hari super buruk untuk Meri. Rey yang tadinya sempat kesakitan langsung menarik lengan Meri hingga mereka kembali ke posisi awal. Lebih dari pada itu, Rey langsung menarik tengkuk Meri menyatukan bibir keduanya.
Pembalasan, itulah yang sedang Rey pikir. Bukan karena tergoda atau semacamnya.
Hey, tak ada yang berani menyentuh kepala berharga Rey apalagi memukul.
Kalau kena tampar sih sudah biasa. Tamparan untuk orang playboy sudah seperti kopi yang ada pahit manisnya gitu. Sudah senang-senang kena batunya deh.
Meri yang kaget hanya bisa mematung ditempat. Seluruh syaraf dan fungsi tubuh tak bisa bekerja sebagaimana mestinya.
Ibarat kena stroke ringan hingga perempuan tersebut tak bisa bergerak sedikitpun.
Akan tetapi...
Bugh!
Pada detik-detik terakhir, lebih tepatnya saat Rey menggerakkan bibir untuk melumat bibir Meri, perempuan itu akhirnya tersadar. Tanpa pikir panjang Meri pun langsung menyentak alat vital sang sekretaris.
Poor Rey!
Doble kill!
Lebih tergesa-gesa dari yang pertama, Meri bangkit dari tubuh Rey.
Sebenarnya perempuan itu masih ingin memukul, hanya saja saat lihat kondisi Rey yang sangat mengenaskan, niat tersebut pun ia urungkan.
Alhasil Meri pergi dan meninggalkan Rey yang tengah berada pada ujung hidup dan matinya.
Oke itu berlebihan, tapi yang jelas Rey jauh dari kata baik.
***
"Sial, kemana perginya bocah tengil itu. Dasar, aku pasti akan menendang adik kecilnya jika tidak datang satu menit lagi."
Sedari tadi Redis berkali-kali menghubungi sekretaris pribadinya. Bukannya datang, Redis harus nunggu yang dalam hitungan detik kedepan bermetamorfosis jadi patung berlumut. Rey bahkan sama sekali tak mengangkat telepon.
Nomornya aktif hanya saja tak diangkat.
Redis yang sudah kehabisan kesabaran berniat pergi melihat Rey yang mungkin saja tengah berada di ruangannya sendiri atau tempat lain.
Sebenarnya Redis bisa menyuruh security. Keinginan untuk melihat secara langsung apa yang dilakukan oleh orang yang menjabat sebagai sahabat sekaligus sekretarisnya itu, membuat Redis rela usaha lebih.
Langkah Redis terhenti saat lihat Rey yang berjalan tertatih-tatih. What happen?
Adik kecil Rey pasti dapat pukulan super kuat. Junior yang malang.
"Dari mana kamu?" Redis bertanya tanpa menghiraukan kondisi mitra kerjanya tersebut.
"Akh."
Apa yang terjadi selanjutnya, Rey mati?
Terlebih Redis yang siap mengamuk kapan saja. Ingat, Redis bukanlah orang yang pandang bulu.
***
Halo Kakak-kakak, hiks. Gak nyangka sudah sejauh ini. Raein23 pikir alurnya makin ngelantur gak jelas. Kayak kereta api keluar jalur rel. Kecelakaan dong...?
Masih belum berhenti untuk ajak berteman Kakak-kakak semua. Raein23 ada pantun dikit nih. Nge-alay dulu. Sorry kalau gak nyambung.
Makan durian bersama teman
Biji dibuang ke tong sampah
Thank's baca Berawal dari Satu Malam
Jangan lupa follow Ig rinia_raein23.
Gak nyambung kan?
Habis gak bisa bikin pantun. Terus maksa, ya gitu deh. Anggap break dan intermezzo. Hiks, jangan marahin author.
See you more!
*****