webnovel

BERAKHIR CINTA

Baru lulus sekolah Bela harus menikah dengan laki-laki yang tidak dicintainya yang bernama Raka yang tidak lain adalah kakak kelasnya ketika duduk di bangku SMA yang terkenal dingin dan cuek. Bela menikah tidak atas nama cinta melainkan karena keterpaksaan. Dimana keluarga besar Raka yang berasal dari orang kaya, tidak ingin nama baik keluarganya tercoreng hanya karena skandal mereka di masa lalu ketika masih sekolah. Bela harus menerima kenyataan kalau suaminya itu masih mendambakan cinta pertamanya yang bernama Dona. Bela berusaha menjadi istri yang baik dan belajar mencintai Raka ditengah getirnya menahan rasa sakit karena harus memperjuangkan seseorang yang tidak mencintainya.

clarasix · Teenager
Zu wenig Bewertungen
430 Chs

Bab 34 Dilanda Bingung

Hari ini adalah hari pertama Bela melewati hari liburnya. Dia sangat senang sekali akhirnya dia bisa liburan juga. Dia berencana hari libur sekolahnya itu dimanfaatkannya dengan melakukan aktivitas yang bisa memberinya manfaat dan pemasukan uang. Misalnya saja seperti berjualan keliling. Tapi selain itu dia juga ingin bekerja yang lain.

"Kira-kira aku cari kerja apa ya? Selain jualan itu."Bela melamun sambil memasak.

"Ini apa kok bau gosong gini."Bibi Ayu dan Rian mencium bau gosong dari dapur.

"Bela….kamu mau bakar rumah ini apa?"tanya Bibi Devi sambil memukul punggung bela.

"Aduh…aduh. Astaga kebakar."Bela kaget wajannya sudah keluar kobaran api begitu besar.

"Kakak awas."Rian sudah mengambil air banyak dari kamar mandi untuk disiramkan kearah kobaran api.

"Cepetan ambil air jangan teriak-teriak aja."Bibi Devi mendorong Bela hingga terhempas ke dinding dengan kasar.

"Awww."Bela merintih kesakitan karena punggungnya harus terbentur dengan dinding yang begitu keras.

Bibi Devi saking paniknya langsung bertindak kasar pada Bela. Memang Bela masih dalam keadaan kaget dan panik jadi dia tidak bisa berpikir jernih sekarang.

Rian dan Bibi Devi bahu membahu memadamkan api tersebut dengan guyuran air. Berkat kerja keras mereka berdua itu akhirnya apinya padam juga. Semuanya nampak lega melihatnya. Begitupula dengan Bela yang masih syok karena ulahnya tadi sudah membuat kebakaran di rumahnya.

"Kamu itu kenapa? Masak kok sampai gitu. Kalau kebakaran tadi gimana? Untung kita berdua ada di rumah coba kalau nggak."Bibi Devi memukuli Bela berkali-kali karena masih marah dan kesal pada Bela. Akibat kecerobohan Bela tersebut hampir membahayakan mereka dan tempat tinggal mereka.

Bela hanya diam saja sambil menangis. Dia merasa bersalah atas kejadian tadi. Tapi dia juga tidak bisa terhindar dari amukan besar bibinya itu. Dia sadar kalau dirinya salah.

Sakit demi sakit berusaha dia tahan. Bahkan bibinya sampai memukuli Bela dengan gagang sapu juga. Bibi Devi memukulinya tanpa melihat bagian mana yang harus dia incar.

"Sudah bi. Bi cukup kakak kesakitan itu."Rian tidak tega melihat kakaknya diam saja sambil menahan rasa sakit akibat pukulan dari bibinya itu.

"Dasar anak ceroboh. Hahhh."Bibi Devi langsung melempar sapunya kesegala arah kemudian pergi begitu saja tanpa rasa bersalah. Bibi Devi pergi berangkat kerja sambil marah. Mungkin kalau dia tidak bekerja pasti Bela akan habis dirinya.

"Kakak nggak papa?"Rian langsung menghampiri Bela yang sudah jatuh ke lantai.

"Hiksss."Bela hanya mengangguk dan menangis saja.

"Kakak yang luka mana?"Rian langusng mengecek tubuh kakaknya yang terluka.

"Nggak ada dek. Kakak nggak papa."Jawab bela sambil berpegangan tangan Rian.

"Kakak udah ayo kita masuk."ucap Rian sambil menuntun Bela berdiri.

Rian mengajak Bela masuk kedalam rumah lagi. bela berusaha menenangkan dirinya yang masih menangis itu. rasanya dia masih kaget dengan apa yang barusan terjadi.

"Aduh sakit sekali."ucap Bela dengan lirih sambil menhan raa sakit karena habis dipukul Bibi Devi.

Bela dan Rian sudah terbiasa dengan perlakuan Bibi Devi yang kasar seperti itu. Dibalik Bibi Devi yang suka emosian itu, bibinya itu juga baik. Hanya pas Bibi Devi sedang terpancing emosi saja akan meluapkan emosinya tanpa mengenali sekitarnya. Apapun disekitarnya bisa saja digunakannya untuk menyakiti orang lain hingga terluka parah karena sudah membuatnya marah.

Bela juga sadar kalau dirinya tidak seceroboh tadi pasti bibinya tidak akan berbuat sekasar itu padanya. Berhubung dia sudah ceroboh dan hampir membahayakan seisi rumah jadinya dia harus menerima akibatnya. Bibi Devi memang susah kalau mengontrol emosinya. Kalau emosi pasti dia akan turun tangan untuk menyakiti orang lain.

"Kakak tadi itu kenapa kok bisa sampai begitu?"Rian mengelap bagian luka Bela karena habis dipukuli Bibi Devi.

"Kakak tadi sedang bingung dek. Hikss."Bela masih sesenggukan.

"Bingung kenapa ? Kalau masak itu jangan lagi melamun. Nanti kalau kayak begitu lagi. Kakak yang akan kena marah bibi lagi."kata Rian yang begitu kasihan sama Bela.

"Kakak pengen cari kerjaan selain jualan keliling, tapi apa? Kakak juga nggak tahu."Bela curhat sama Rian.

Rian merasa kasihan sekali sama Bela. Tidak mudah berada di posisi Bela saat itu. Tapi Bela terlihat sabar dan tabah menjalani rutinitasnya berjualan keliling diusianya yang masih muda itu.

"Apa ya kak?"Rian juga ikut bingung mencari solusi untuk Bela.

"Kak aku bantu kakak jualan aja gimana?"

"Jangan. Nggak boleh kalau itu."Bela langsung menjawab dengan lantang.

"Nggak papa kak."

"Pokoknya nggak boleh ya nggak boleh. Kamu nggak boleh kecapekan. Kakak nggak mau terjadi apa-apa sama kamu."kata Bela sambil menatap Rian dengan melotot.

Akhirnya Rian tidak memaksa lagi. Lagian dia juga sadar kalau kakaknya itu melarangnya karena itu demi kebaikannya juga. Kalau dirinya capek bisa kumat penyakitnya.

"Eh ya kak, kakak kan bisa menyanyi. Gimana kalau kakak nyanyi gitu?"Rian kepikiran akan bakat Bela menyanyi itu.

"Menyanyi?"

"Ya kak. Kakak bisa manfaatin bakat kakak menyanyi itu sambil kerja kan bisa."Rian yakin kalau masukannya itu bisa jadi solusi terbaik untuk Bela.

Akhirnya Bela mempertimbangkan masukan dari Rian itu. Lagian ada benarnya juga, tidak ada salahnya buat dia mencoba peruntungannya dengan memanfaatkan suaranya itu.

"Tapi dek, kakak inget masa lalu kita dulu dek kalau nyanyi."ucap Bela dengan lirih.

"Udah kak. Kita harus melupakan masa lalu kita. Kita nggak boleh tenggelam dalam kesedihan di masa lalu terus. Siapa tahu kakak bisa dapat rezeki lebih dengan menyanyi."kata Rian.

"Nanti kakak pikir-pikir lagi."jawab Bela.

Memang benar pernyataan adiknya itu. Tidak seharusnya dia tenggelam dalam bayang-bayang masa lalunya bersama keluarga tercintanya itu. Sekarang adalah sekarang. Sedangkan masa lalu hanyalah masa lalu yang tidak bakal terulang lagi. Justru waktu-waktu ini dia harus bangkit dan membuktikan kalau dirinya dan adiknya bisa hidup berdua.

Dia harus sadar kalau dirinya dan adiknya sedang berjuang bersama-sama untuk bisa sukses nantinya. Dia tidak mungkin terus bergantung pada bibinya yang sudah berjuang keras juga untuknya dan adiknya.

Jadi mulai sekarang ini dia harus berani untuk keluar dari zona nyamannya yang sekarang. Segala sesuatu memang berat bila baru dilakukan. Tapi kalau dilakukan dengan penuh tekad bulat dan yakin pasti akan berjalan lancar.

Akhirnya dipertengahan malam, Bela merenungkan masukan dari adiknya tadi. Kebetulan bibinya juga sudah berangkat bekerja setelah memarahinya tadi.

"Ya aku harus bangkit. Aku nggak boleh sedih-sedih terus. Lagian ini sudah waktunya buat aku bisa berdiri sendiri untuk mencari jalan kesuksesanku."batin Bela di tengah malam sambil bergadang.

"Kak nggak tidur?"Rian menoleh kearah Bela yang belum tidur. Padahal jam dinding sudah menunjukkan pukul 9 malam.

"Nanti. Udah kamu tidur aja dulu."Bela langsung mendorong Rian.

"Hmmm."