"Dianterin pulang gak?" Ancam Dirga.
"Iya, bawel. Dasar Abang durhaka."
"Bodo amat. Lo juga gak pernah berbakti kan ke gue."
"Serah." Rutuk Alana, yang sekaligus menjadi kalimat penutup dalam percakapan unfaedah itu.
Cewek itu menghela napas berat, kemudian melangkahkan kakinya dengan malas menuju GOR yang jaraknya kurang lebih sama dengan keliling lapangan sepak bola.
"Ini kalo bukan gara-gara uang jajan gue terbatas, gak bakal mau gue diginiii." Racaunya.
"Nasib. Nasib. Punya Abang kok segitunya ya."
Semakin lama cewek itu berjalan, semakin ia termenung. Entah kenapa, otaknya tanpa sadar memikirkan tentang cowok menyebalkan yang tadi ditemuinya di ruang UKS.
"Sebenernya siapa sih cowok itu? Apa masalahnya sama gue? kenapa sikapnya sedingin itu?"
"Eh, gue mikir apa tadi? Kenapa jadi mikirin cowok itu. Gak penting banget." Alana menepuk-nepukkan tangannya pada keningnya begitu menyadari apa yang ada di pikirannya.
Unterstützen Sie Ihre Lieblingsautoren und -übersetzer bei webnovel.com