webnovel

Chapter 38 - Berjalan Di Udara (3)

Sebuah pemukiman sederhana. Dengan bangunan-bangunan satu tingkat. Dikelilingi oleh area terbuka. Tanah datar cokelat dengan batu-batu kerikil.

Itu adalah daerah di sisi tenggara wilayah kekuasaan Bardev. Meski terlihat sebagai daerah yang miskin tapi sebenarnya wilayah itu adalah wilayah ternak. Semua orang di wilayah Bardev memperoleh bahan makanan dari wilayah tenggara.

Sebagai wilayah peternakan, Berg bukanlah wilayah yang pantas untuk mendapat serangan bandit. Dan wilayah Bardev di bawah pemerintahan Count Bardev sudah menjadi wilayah yang aman dan damai selama tiga generasi.

Serangan bandit di Berg adalah hal yang baru dan merupakan hal yang wajar dipertanyakan.

Apa yang mereka cari. Kenapa harus Berg.

Tapi yang ingin Valias cari tahu bukanlah dua hal itu.

Serangan bandit pernah terjadi sebelumnya.

Hal itu terjadi di hari keberangkatannya dan keluarga Valias ke istana di hari ulang tahun putra mahkota Frey.

Dugaan Valias, alasan kenapa nama Bardev tidak pernah disebut di dalam buku web yang dia baca adalah

Karena keluarga Bardev mati di hari penyerangan.

Di cerita yang asli, Valias Bardev tidak ikut dengan keluarganya ke istana.

Keikutsertaan Valias kemarin memberikan dampak hal yang berbeda. Yang meski Valias tidak tau apa.

Karena nyatanya Valias tidak melakukan apapun yang bisa merubah nasib keluarga Valias Bardev. "Apa yang sebenarnya hendak Anda cari tahu, tuan muda."

Suara Alister terdengar tiba-tiba di dekat Valias yang sedang sibuk dengan pikirannya.

Valias menoleh kearah Alister yang memandanginya dengan wajah datar.

"Inikah lokasi penyerangan baru-baru ini?"

"Benar, tuan muda. Boleh saya tahu kenapa Anda ingin datang ke tempat ini?"

Alister memiliki senyum di wajahnya namun mata Alister memandangi Valias menusuk.

Anak ini menunjukkan sikap aneh belakangan ini. Sebenarnya apa yang dia tau?

"Aku ingin melihat tempat seperti apa Berg."

"Berg adalah sumber bahan makanan hewani wilayah Bardev. Bahan makanan kita didapatkan dari kota ini." Alister melihat Valias yang tengah melihat sekeliling. "Karena serangan bandit waktu lalu orang-orang pindah ke kota yang sebelumnya kita lewati. Berg saat ini tengah kosong. Beberapa ksatria Bardev tengah menjaga pintu perbatasan Berg. Tapi,"

Mata Alister menyipit menyerupai bulan sabit. "Saya pikir bandit-bandit itu tidak masuk melalui pintu masuk kota melainkan menggunakan sihir berpindah."

"Kenapa kau berpikir begitu?"

"Berg bukanlah wilayah yang dikelilingi wilayah kosong. Di luar pintu masuk Berg adalah kota kekuasaan wilayah lain. Bandit-bandit itu tidak mungkin berasal dari sana. Kota Berg kita tidaklah dikelilingi oleh kota-kota yang bermasyarakat miskin. Kehadiran para bandit itu adalah sebuah misteri, tuan muda."

Valias bicara. "Katakan. Apakah kau adalah pengguna senjata?"

Alister menaikkan alisnya terhadap pertanyaan Valias.

Kemudian menyeringai.

"Apakah tuan muda menyadarinya?"

Valias di tempatnya menghela nafas.

Alister adalah orang yang paling aneh yang sudah Valias temui sejak dia terpindah ke dunia ini.

Dia terlihat tidak punya rasa takut dan memiliki gerak gerik yang menarik perhatian Valias.

Setiap gerakan dari Alister kebanyakan tidak memiliki suara.

Langkahnya. Ketika dia menutup pintu. Ketika dia membangunkan Valias di pagi hari.

Valias bukanlah orang yang tidur dengan nyenyak. Dia mudah terbangun ketika ada seseorang yang menghampirinya atau sekedar membuka pintu kamarnya.

Tapi setiap kemunculan Alister tidak memberikan atensi keberadaan pada Valias.

Mengingat dia ada di dalam sebuah novel, novel fantasi, apalagi, keanehan Alister hanya bisa dia kaitkan pada satu hal.

Seorang pelayan yang sebenarnya adalah seorang pembunuh.

Dan karakter pembunuh seperti Alister selalu berhasil mengatasi sekelompok besar bandit sekalipun.

Apa yang membuat kehadiranku berbeda dari yang ada di novel?

Di cerita yang asli Valias Bardev tidak ikut bersama keluarganya ke istana.

Dengan Valias Bardev yang tidak ikut, pelayan pribadinya, Alister tidak ikut di dalam perjalanan.

Apakah ada hal lain yang belum Valias sadari?

Valias rasa tidak ada.

Alister menghabisi semua bandit yang seharusnya menyerang keluarga Bardev. Sendirian.

Valias membalikkan tubuhnya. Melihat Alister yang masih memiliki senyum ramah tamah palsunya.

Alister membuka mulutnya.

"Apakah tuan muda akan memberitahu tuan besar akan identitas asli pelayan ini?"

Valias memandangi Alister tanpa ekspresi sebelum mengalihkan pandangannya.

"Aku tidak punya niatan melakukan itu."

"Bolehkah saya tau kenapa?"

"Mungkin seharusnya aku lah yang bertanya."

Valias kembali menoleh pada Alister. "Kenapa kau memilih untuk menjadi pelayan keluarga Bardev?" Tanyanya. "Apakah ada sesuatu yang kau inginkan?"

Alister menaikkan alisnya. Kemudian menarik sudut bibirnya.

"Tuan muda tidak perlu khawatir. Pelayan ini hanya sesederhana ingin bekerja di bawah kekuasaan keluarga Bardev. Tidak ada alasan lain."

Valias memandangi Alister yang tersenyum kearahnya.

Bukannya aku khawatir sih.

Jika Alister memang merencanakan sesuatu dia pasti sudah melakukannya. Dan bukannya menunggu selama 4 tahun, dan bahkan membiarkan dirinya menjadi pelayan pribadi Valias Bardev.

Valias hanya sedikit bertanya-tanya.

Ketika keluarga Valias Bardev mati, apa yang Valias Bardev lakukan?

Apa yang terjadi setelah itu?

Mungkin Valias Bardev meneruskan pemerintahan Count Bardev hanya saja tidak menginjakkan kakinya di dunia politik Hayden sehingga namanya tidak pernah ter-sebut. Berbeda dengan nama Adelard, Nardeen, Baldwin, Vasant, lalu Milderb, dan beberapa nama lain yang Valias ingat disebut beberapa kali di bacaan situs itu.

Di kala Valias yang sedang sibuk dengan pikirannya sendiri, Alister menontoninya dalam diam.

Apa yang dia rencanakan?

Alister ingin tau.

Valias Bardev adalah putra bangsawan yang sangat misterius dan mengundang rasa ingin tahu Alister. Mulai dari fakta bahwa dia bukanlah putra kandung Count Ruri, rambutnya yang berwarna merah dan belum pernah Alister lihat sebelumnya, sikapnya yang mengurung diri di kamarnya menulis puluhan dan mungkin ratusan kertas dengan tulisan bahasa yang Alister yakini bukanlah bahasa yang ada di Reiss maupun benua lain, dan hanya keluar dari kamar untuk makan di taman yang dibuatkan oleh ayahnya, lalu ke ruang baca untuk membaca buku.

Hal yang paling menarik perhatian Alister adalah ketika tuan mudanya itu mengeluarkan banyak darah dari hidungnya tapi tetap menolak untuk menerima pengobatan dari tabib.

Lalu, perubahannya satu bulan lalu.

Valias Bardev tiba-tiba menerima makanan yang disediakan olehnya dan keluarganya, dia bicara dengan keluarganya, dia berhenti menulis, dan dia berhenti mengunjungi taman untuk memakan buah-buahan dari sana.

Dia keluar dari rumahnya, menerima undangan istana, dan melakukan aksi yang tidak pernah diduga oleh Alister.

Sejak saat itu Valias Bardev sering keluar dari rumahnya.

Dan sekarang, tuan mudanya sedang berada di lokasi penyerangan bandit. Apa yang ingin dia lihat?

Alister ingin tahu.

Dia, seperti berubah menjadi orang lain.

Meski penampilan fisiknya tidak berubah tapi segala tentangnya sudah berubah.

Sorot matanya tidak lagi sama. Gerak geriknya juga berubah 180 derajat.

Apakah jiwanya terganti dengan jiwa orang lain?

Mungkin sihir. Tapi Alister belum pernah mendengar adanya sihir seperti itu.

Kalaupun ada, maka sihir seperti itu sudah pasti termasuk ke dalam semacam sihir terlarang di benua Reiss. Yang tidak seharusnya diketahui oleh sembarangan orang.

Mata Alister menyipit.

Apakah tuan Valias mengetahui sihir itu?

Tapi kemudian Alister merasa bahwa pikirannya berjalan terlalu liar. Hal itu tidaklah mungkin terjadi. Hal yang masuk akal adalah tuan mudanya memutuskan untuk berubah, seperti yang dia bilang.

Tapi untuk apa aku peduli.

Nyatanya Alister lebih menyukai Valias yang sekarang. Pemuda itu membuat Alister merasakan banyak hal menghibur.

Apa yang akan dia lakukan selanjutnya?

Hal itu membuat rasa penasaran Alister tergugah dan adrenalinnya berjalan cepat membuatnya merasa kembali ke masa-masa mudanya.

Dimana dia menjadi pembunuh bayaran atas nama keluarga Murim yang berasal dari kerajaan tetangga Hayden.

Alister menyeringai.

"Jika ada hal yang ingin tuan muda lakukan maka Alister ini siap melakukan segala yang Anda pinta, tuan muda."

Alister tersenyum puas ketika melihat Valias yang menoleh kearahnya dengan ekspresi datar. Alister melepaskan silangan tangannya di punggung dan menggerakkan tangannya menarik sebilah pisau dari balik lengan bajunya.

"Pelayan ini pandai dalam melakukan apapun. Tuan muda hanya perlu meminta."

Valias memandangi Alister yang terlihat bersemangat dengan belati mengkilap di tangannya.

Valias tersenyum kecil.

Kalau Alister menampakkan dirinya sejak awal pasti Frey tidak akan begitu kesulitan.

Bisa jadi sebenarnya Hayden diisi dengan cukup banyak individu-individu handal namun mereka tidak menampakkan diri.

Valias ingin memastikan satu hal. "Di hari keberangkatan kita ke istana, apakah ada kelompok bandit yang menyerang?"

"Alister ini mengurus mereka bahkan sebelum mereka mendekat sepuluh meter dari kereta tumpangan tuan muda dan keluarganya."

Alister tersenyum lebar hingga kedua matanya menyipit setelah mengatakannya.

Kalau begitu ketika Danial mengatakan ada serangan bandit, mungkin bukan serangan bandit sebenarnya, melainkan penemuan kumpulan jasad bandit berukuran besar.

Valias merasa dirinya ingin tersenyum kecut.

Bisa jadi Hadden memberi tahu Danial bahwa itu serangan bandit karena Danial masih terlalu muda. Memberitahu anak seumuran Danial tentang penemuan mayat dalam jumlah besar, dan baru ketahuan tiga minggu setelah kematian mereka pasti bukanlah hal yang bijaksana.

Membayangkan pemandangan yang ditemukan oleh orang yang melapor membuat Valias sedikit mual. Dia tersenyum kecut.

Dia kemudian melirikkan matanya pada Alister yang masih tersenyum. Terlihat tidak sabar dengan permintaan yang akan Valias sampaikan kepadanya.

Permintaan yang tentunya akan berkaitan dengan bau amis darah.

"Aku ingin kau bekerja untuk yang mulia Frey."

Alister tidak lagi menyipit dan memandangi Valias datar.

"Yang mulia Frey?"

"Ya." Valias mengangguk. "Aku berencana untuk membantu yang mulia Frey membangun ulang kerajaan Hayden."

Alister menarik alisnya. Dibuat tertarik dengan ucapan Valias.

Membangun ulang seperti apa?

Alister memutuskan untuk tidak terlalu penasaran.

Tapi sepertinya aku akan tau jawabannya tidak lama lagi.

"Saya mengerti. Tuan Valias hanya perlu memberi arahan. Alister ini akan melakukan pekerjaannya." Ucap Alister dengan senyum di wajahnya.

Valias mengangguk puas. Meski Valias tidak banyak membaca, tapi dia tau karakter seperti Alister selalu sungguh-sungguh dengan apa yang mereka ucapkan.

Jika Alister mengucapkan itu, maka apapun yang Valias perintahkan padanya Alister akan melakukannya.

Valias menghela nafas tanpa suara. Kedatangannya ke Berg membuatnya mendapatkan beberapa dugaan yang mengarahkannya pada informasi baru.

Dia melihat ke sekeliling yang sunyi. Semua bangunan dalam keadaan kosong. Ada beberapa bekas penyerangan. Beberapa bangunan tidak lagi memiliki pintu dikarenakan pintunya yang hancur. Bekas pendobrakan dan sayatan senjata tajam.

Valias juga menemukan jejak darah dari tempatnya berdiri.

Dia tidak melihat hewan ternak tapi Alister memberitahunya bahwa tempat dimana dia berada sekarang adalah daerah perumahan penghuni Berg yang merupakan lokasi penyerangan. Sedangkan kandang hewan ternak berada di lokasi lain.

Dugaan Alister tentang para bandit yang masuk dengan sihir berpindah bisa jadi benar.

"Apakah penyerangan terjadi di malam hari?"

"Saya dengar begitu, tuan muda."

Malam hari akan membuat tidak akan adanya saksi yang bisa memberikan pernyataan apakah para bandit itu muncul tiba-tiba melalui lingkaran sihir atau tidak.

Valias merasa dirinya harus menyerah dan kembali ke mansion. Tapi sebelum itu,

"Aku melihat beberapa bunga aneh di tempat kita berasal tadi."

"Tumbuhan berwarna lembayung kebiruan itu, tuan muda?"

Valias menaikkan alisnya. "Kau tau?"

"Saya menyadari tuan muda yang menyangkutkan matanya pada hal yang sama di selama perjalanannya bersama nona muda Dina dan tuan muda Danial." Alister tersenyum. Belatinya sudah kembali tersembunyi di balik lengan pakaiannya. "Tumbuhan itu bukanlah tumbuhan yang seharusnya ada di wilayah Bardev kita." Alister bersuara pelan. "Seseorang menanam mereka di sana."

Untuk alasan yang belum kita ketahui.

Tapi yang pasti hal itu bukanlah hal yang baik.

Semua pertarungan akan terjadi di sembilan bulan kedepan.

Valias punya waktu sembilan bulan untuk mencegah kehancuran Hayden.

Tidak ada waktu yang bisa dibuang.

Valias harus bergerak cepat.

Itu jika dia ingin semua orang selamat.

"Kita bisa kembali sekarang."

Alister menundukkan kepalanya. "Saya mengerti."

***

"...Bunga?"

Valias mengangguk. "Benar, yang mulia."

Frey yang duduk di bangkunya memandangi Valias yang duduk di sofa ruangan kerjanya dengan cangkir teh di tangannya.

"Kita harus memeriksa bunga-bunga itu. Bagaimana jika mereka adalah bunga yang berbahaya?"

"Saya berencana melakukan itu." Valias meletakkan cangkirnya di atas meja.

"Bagaimana kau akan melakukannya?"

"Saya akan membutuhkan dua orang mage."

"Mage?"

"Ya." Valias mengiyakan.

Mereka akan menyiapkan mantra pelindung jika sesuatu terjadi di kala penyelidikan dilakukan.

"Baiklah kalau begitu. Aku akan meminta pelayanku untuk memanggil dua orang mage. Tapi sebelum itu,"

Frey memandangi Valias dengan wajah heran.

"Tidakkah kau ingin beristirahat? Kau baru saja kembali dari perbatasan Solossa. Dan juga,"

Kekikukkan tergambar di wajah Frey. "Tidak biasanya kau mengajak pelayanmu bersamamu."

Ucap Frey memandangi Alister yang tengah menuangkan teh ke dalam cangkir Valias ketika pemuda itu hendak menuangkan tehnya sendiri. Alister menyadari dirinya yang disebut dan memberikan senyumnya pada Frey. Frey yang tengah terlalu bingung dengan situasi di depannya tidak mampu memasang karismanya seperti biasa.

"Saya pikir saya akan semakin sering membawa Alister bersama saya." Valias berkata seraya meniup uap panas dari teh di cangkirnya.

"Kenapa?" Frey mengerutkan keningnya.

"Saya akan meminta Alister untuk bekerja untuk Anda."

Perkataan Valias membuat Frey melebarkan matanya.

Bekerja untukku? Kenapa?

Frey tidak mengerti apa maksud Valias dengan meminta Alister untuk bekerja untuk dirinya. Tapi dia kemudian teringat dengan kondisi Valias.

"Tidak. Aku menolak. Kau membutuhkan pelayanmu di sisimu. Aku tidak akan membiarkanmu beraktivitas tanpa pengawasan siapapun." Frey memutar otak mencari kata-kata. "Jika kau ingin Alister bekerja untukku maka aku akan mengirim tabib untuk menjadi pelayan pribadimu."

Tabib?

Alister menaikkan alisnya.

Sedangkan Valias juga menaikkan kedua alisnya bingung. Merasa Frey salah paham akan sesuatu.

"Itu tidak perlu, yang mulia."

"Tidak. Itu adalah sebuah keharusan. Harus ada orang yang selalu mengawasimu. Siapa yang akan berpikir kalau kau pingsan tiba-tiba ketika tidak ada siapapun yang melihat? Lihatlah. Karena aku tidak memberikan larangan kau jadi bukannya beristirahat di rumahmu dan justru melelahkan otakmu dan pergi kemari. Alister. Beritahu aku. Darimana kalian sebelumnya?"

"Tuan muda Valias meminta saya untuk mengantarnya ke lokasi penyerangan bandit yang ada di wilayah Bardev."

"Penyerangan bandit?? Itu terjadi? Kapan-ah, tidak. Kenapa kau pergi ke sana? Dengan siapa kau ke sana?"

"Alister-"

"Hanya Alister? Kau bosan hidup? Apa kau tidak tau apa itu bandit? Mereka adalah orang-orang berbahaya dan bersenjata. Kau tidak seharusnya kesana. Dan ketika kau pergi kau seharusnya membawa setidaknya lima belas ksatria bersamamu. Tapi kau hanya pergi sendirian bersama pelayanmu? Kau mau membuat dirimu dan pelayanmu terbunuh?"

Alister yang mendengar perkataan Frey menaikkan alisnya terhibur. Sedangkan Valias merasa kikuk karena tidak menyangka Frey akan mengomelinya. "Saya hanya berniat melihat-lihat,"

"Kau pikir itu lebih baik? Pada akhirnya kau sama saja datang ke tempat sebuah kejadian penyerangan bandit. Apa yang akan kau lakukan jika mereka masih di sana dan menyerangmu juga Alister ketika kau di sana? Demi Dewa. Apakah aku perlu menunjuk seorang ksatria untuk menjadi pengawal pribadimu??"

"Saya pikir itu tidak perlu, yang mulia."

Suara Alister menarik perhatian Frey. Sedangkan Valias yang juga mendengar ucapan Alister hanya menyeruput tehnya sembari mengerutkan kening mengetahui apa yang akan diucapkan Alister selanjutnya.

"Saya bisa melindungi tuan muda Valias dan diri saya sendiri. Yang mulia tidak perlu khawatir." Alister menikmati ekspresi lucu Frey dan ketidaknyamanan dari tuan mudanya. "Tuan muda Valias meminta saya untuk bekerja untuk yang mulia Frey. Tapi kalau boleh,"

Alister melirikkan matanya pada Valias yang diam memegang cangkir ke mulutnya. "Saya ingin tetap bekerja di kediaman Bardev dan menjadi pelayan dari tuan muda Valias Bardev." Dia memasang seringai ramah palsunya. "Aku harus mengawasi tuan muda ku."

Valias mengerutkan keningnya terganggu. Sedangkan Frey masih memiliki wajah melongo sebelum mengernyit bingung.

"Kau akan bekerja untukku dalam hal apa?"

Sebuah belati keluar dari balik pakaian Alister dan digenggam oleh pemiliknya.

"Identitas asli saya adalah pembunuh bayaran. Di masa tuan saya ini saya hanya akan mengikuti segala yang tuan muda Valias perintahkan." Alister tersenyum puas melirik Valias yang masih belum merubah posenya.

Frey mengedipkan matanya terperangah. Benar-benar tidak menyangka pelayan pribadi seorang Valias Bardev adalah seorang pembunuh yang terlihat ahli dan sudah menjalankan profesi pertamanya selama bertahun-tahun di seumur hidupnya sebelum dia menjadi pelayan Bardev. Dia dibuat bertanya-tanya apakah keluarga Count Bardev memilih pembunuh-pembunuh bayaran sebagai pelayan pribadi mereka. Hal itu membuat ujung bibir Frey berkedut dalam ketidakpercayaan.

Dia tidak menyangka Hadden Bardev yang tidak banyak bicara di dunia politik akan menggunakan pembunuh-pembunuh bayaran sebagai pelayan pribadi anggota keluarga.

Sejauh apa kemampuannya? Bagaimana dengan pelayan Count Bardev yang lain?

"Kau ingin pelayanmu melakukan apa?"

Pertanyaan Frey membuat Valias meletakkan cangkirnya. "Apa yang bisa kau lakukan?"

"Sebagai pemilik profesi pembunuh bayaran pelayan ini pandai mengumpulkan informasi dan membungkam orang-orang yang tuan muda minta." Alister menjawab dengan senyum seraya kembali menyembunyikan belati miliknya. Sedangkan Frey mendengar pernyataan Alister dan mulai merasa semangat karena tau akan ada orang yang bisa dia perintah selain Uvan.

Valias mengangguk. Merencanakan sesuatu di dalam kepalanya sebelum menoleh pada Frey.

"Yang mulia. Apakah sudah ada kabar dari teman-teman Kei?"

Pertanyaan Valias mengejutkan Frey dari kegirangannya. "Teman-teman Kei? Tidak."

Valias pikir cepat atau lambat mereka akan memberikan kabar.

Valias juga teringat pada Pralta.

Jika mereka menolak untuk memberikan bantuan maka Valias harus mencari jalan lain. "Teman-teman Kei akan menghubungi Anda cepat atau lambat." Valias percaya mereka akan memegang ucapan mereka.

"Penyelidikan bunga-bunga di wilayah Bardev akan dilakukan besok-"

"Ya, ya. Aku akan mengurusnya. Kau pulanglah dan istirahat." Frey menghela nafas lelah. "Kau terlihat pucat."

Valias terperangah. Tidak menyangka itu sama sekali. Nyatanya dia merasa baik-baik saja.

Frey memanggil seorang mage ke ruangannya dan memaksa Valias untuk pulang. Valias dipindahkan ke ruang kamarnya. Tanpa Valias ketahui Mareen membuat lingkaran sihir berpindah di lantai kamarnya.

Valias yang menyangka dirinya akan tiba di depan gerbang mansion seperti biasa sedikit terperangah dengan pemandangan yang dia lihat. Keberadaan kertas yang berserakan membuatnya tersadar bahwa dia ada di kamar Valias.

Dia masih sedikit terhenyak dengan hal yang terjadi serba tiba-tiba. Frey bahkan tidak membiarkan Valias berbicara dan sebelum Valias sadar sebuah mantra disuarakan dan dia sudah tidak lagi ada di ruangan Frey.

"Ada baiknya tuan muda makan terlebih dahulu. Yang yang mulia Frey katakan benar. Anda terlihat pucat." Frey tersenyum di sampingnya. Perkataan itu membuat Valias meletakkan tangannya di wajahnya. Benar-benar tidak percaya bahwa dua orang sudah mengatakan hal yang sama tentangnya. Kenyataannya Valias merasa baik-baik saja. Bukankah Valias Bardev memang memiliki kulit yang pucat?

Valias melihat Alister yang menundukkan kepala dan keluar dari ruangan. Meninggalkan Valias yang masih bertanya-tanya.

Merasa penasaran dia membawa dirinya ke depan cermin.

Melihat wajahnya yang memang lebih pucat dari biasanya. Membuatnya mengerutkan kening tidak mengerti.

"Biar lah."

Valias memilih untuk mengabaikan kepucatan wajahnya. Dia memilih untuk menghampiri jurnal di ruangan Valias dan membacanya. Nyatanya masih ada beberapa jurnal yang belum dia baca.

Dia sedang berdiri bersandar pada dinding sambil membaca buku jurnal di tangannya ketika dia mendengar suara ketukan. Dia menghampiri pintu dan melihat Dina berdiri di depan pintu begitu dia membukanya.

"Dina?"

"A, Aku melihat pelayan kakak sudah kembali dan pergi ke dapur. Jadi aku pikir kakak sudah kembali dan ada di kamar." Dina memainkan kedua jarinya gugup.

Dina tengah mendongakkan kepalanya untuk melihat wajah Valias ketika sesuatu membuat matanya melebar.

Tes.

"Hm?"

Sesuatu menetes dari atas bibirnya.

Lebih tepatnya dari lubang hidungnya. Dia membuat gerakan tangan menangkup dan sebuah butir cairan berwarna merah menetes di telapak tangannya.

04/06/2022

Measly033