"Maaf Tuan muda, Tuan besar sudah membawa Nona muda Shin ke Mansion utama." Ucap Aron Cadwalen.
"Apa? Kapan Ayah membawa Shisi?"
"Semalam Tuan." Jawab Aron Cadwalen, saat Rex Daiva tengah berdiri di dalam ruang inap Shin Rawnie yang sudah terlihat kosong.
Tuan Rainer Diedrich membawa Shin Rawnie tampa memberitahunya terlebih dahulu, bahkan sebelum ia melihat keadaan dan kondisi Shin Rawnie.
"Mulai dari sekarang, Tuan besar yang akan mengawasi Nona muda langsung." Ucap Aron Cadwalen yang lagi-lagi membuat Rex Daiva terkejut.
"Kenapa begitu tiba-tiba? Apa Ayah tidak berniat untuk kembali ke Jerman lagi?" Tanya Rex Daiva terkejut.
"Untuk sementara waktu, Tuan besar akan menetap di Mansion utama dulu, sampai masalah di sini selesai." Jawab Aron Cadwalen.
"Kenapa perasaan saya mendadak tidak enak."
"Ada apa Tuan muda?"
"Tidak apa-apa, saya hanya sedang memikirkan Shisi, apa dia baik-baik saja sekarang," Balas Rex Daiva cemas.
"Tentu saja Tuan muda, dia dalam pengawasan langsung Tuan besar dan beberapa perawat untuk memantau kesehatan Nona muda."
"Ha? Lalu, kamu? Kenapa masih di sini? Bukankah Ayah selalu membutuhkanmu di sisinya?" Tanya Rex Daiva lagi.
"Maaf, Tuan besar memerintahkan saya mengawasi anda untuk sementara waktu." Jawab Aron Cadwalen.
"Tapi saya bukan anak kecil yang butuh pengasuh." Protes Rex Daiva seraya berjalan keluar sambil memegangi area tulang rusuknya.
sedang Aron Cadwalen hanya tersenyum tipis, ia tidak bisa membayangkan bagaimana bahagianya dia saat Tuan Rainer Diedrich memintanya untuk mengawasi Rex Daiva sementara waktu. sebab ia sudah sangat lama menunggu saat itu, dan bisa menjaga Rex Daiva secara langsung seperti keinginan Almarhuma Kakaknya.
"Apa Ayah serius, menyuruhmu untuk menjaga saya? Kenapa saya jadi merasa seperti anak Paud yang harus di awasi,"
"Maaf Tuan muda Rex, ini perintah langsung dari Tuan besar." Ucap Aron Cadwalen.
"Ha, sejak kapan Ayah memikirkan keselamatan saya?" Tanya Rex Daiva sedikit terkejut.
"Maaf Tuan muda, tepatnya Tuan besar tidak ingin anda membuat masalah lagi,"
"Ap..apa? Jadi hanya karena itu alasannya? Bukan karena memikirkan keselamatan saya?" Tanya Rex Daiva merasa kecewa.
"Tidak sama sekali Tuan muda." Jawab Aron Cadwalen.
"Aron, kenapa kau sangat kaku sekali? kau tidak bisa basa basi untuk menyenangkan hati orang? Lagi pula, apa saya terlihat seperti seorang pembuat masalah?" Tanya Rex Daiva seraya menunjuk wajahnya sendiri.
"Maaf Tuan, yang saya ketahui selama ini anda sudah sangat banyak membuat masalah. Dan mulai saat ini saya sendiri yang akan menjaga Tuan muda." Jawab Aron Cadwalen dengan segala kejujurannya.
"Kau terlalu berlebihan Aron, tapi terserah kau saja. Asal itu adalah kamu, sama sekali bukan masalah buat saya. Dan..."
"Dan?"
"Berhenti memanggil saya dengan sebutan Tuan muda. Kau bahkan lebih tua dari saya. Meski usia kita hanya beda sedikit saja. Kau tetap Pamanku kan?"
"Baiklah, saya akan mencobanya,"
"Tidak perlu mencoba, lakukan saja." Ucap Rex. "Kau adalah orang satu-satunya yang sangat mirip dengan Ibu, bahkan saya selalu merasa sedang bersama Ibu saat denganmu, jadi. Saya ingin kita lebih dekat, bukan hanya sebagai atasan dan bawahan seperti yang di inginkan Ayah."
"Iya, saya mengerti."
"Apa?"
"Semua yang kau katakan." Ucap Aron Cadwalen yang langsung membuat Rex Daiva tersenyum.
"Kau bahkan bisa belajar dengan sangat cepat." Balas Rex Daiva.
"Tapi, saya ingin kita tetap bicara formal di depan Tuan besar." Ucap Aron Cadwalen.
"Tentu saja, saya mengerti." Jawab Rex Daiva yang memahami posisi Aron Cadwalen, sebab meskipun Aron Cadwalen adalah adik ipar dari Tuan Rainer Diedrich, namun sejak Arundaya Akselia menikah dengan Tuan Rainer Diedrich, Aron Cadwalen yang saat itu selalu berada di samping Almarhuma Arundaya Akselia langsung di angkat jadi seorang Pengawal pribadi oleh Tuan Rainer Diedrich saat usianya menginjak 25 tahun hingga sekarang.
"Terimakasih Rex."
"Iya." Balas Rex mengangguk pelan sambil terus melangkah kembali memasuki kamarnya.
"Aron, saya ingin kau mengurus semuanya, siang ini saya akan keluar dari rumah sakit."
"Tapi Rex, kau belum sepenuhnya pulih."
"Saya baik-baik saja, justru saya akan semakin sakit jika terus di sini."
"Baiklah." Jawab Aron Cadwalen yang langsung beranjak meninggalkan Rex Daiva yang masih terdiam di depan jendela kamarnya.
Hatinya di liputi rasa sedih saat mengetahui jika saat ini Shin Rawnie sudah dalam pengawasan Ayahnya, dan itu berarti ia akan kesulitan untuk bertemu dengan Shin Rawnie jika sudah berada di Mansion Utama. Bahkan belum sempat Rex Daiva menarik nafas, ia kembali di kejutkan oleh kehadiran Yukio Clovis yang langsung membuka pintu kamarnya dengan sangat keras, hingga menimbulkan suara yang membuatnya tersentak.
"Rex.. Ke mana Shisi?" Tanya Yukio Clovis secara tiba-tiba dan langsung masuk kedalam kamar inap Rex Daiva dan tampa basa basi langsung berjalan mendekati Rex Daiva yang masih terdiam sambil mengusap dadanya.
"Kau kesini berniat menanyakan keadaan Shisi atau mengajakku untuk berkelahi?" Tanya Rex Daiva yang masih mengatur nafasnya.
"Aku serius, di mana Shisi?"
"Di Mansion utama."
"Ap.. Apa?"
"Ayah yang membawanya ke sana." Ucap Rex Daiva.
"Tapi, bagaimana dengan kondisi Shisi sekarang? Aku bahkan belum melihatnya," Tanya Yukio Clovis khawatir.
"Begitupun aku, saat bangun pagi tadi, Shisi sudah tidak ada di kamarnya." Balas Rex Daiva.
"Jadi?"
"Yah, seperti yang kau dengar barusan."
"Apa yang harus aku lakukan sekarang?" Tanya Yukio Clovis terlihat kebingungan.
"Yah, aku rasa kau akan kesulitan untuk menemuinya, kau tau kan seketat apa penjagaan di Mansion Utama? Apalagi Shisi sekarang sedang dalam pengawasan Ayah langsung." Jawab Rex Daiva dengan gurat wajah yang di penuhi oleh kegelisahan.
Hingga pandangannya kembali tertuju pada Yukio Clovis yang terduduk di sofa dengan lemas sambil melonggarkan dasinya. Dan saat melihat penampilan rapi Yukio Clovis saat ini sangat jelas terlihat jika Yukio Clovis baru saja usai mengikuti sebuah rapat penting di Perusahaannya.
"Yo, sebaiknya kau tidak memaksakan diri untuk menemui Shisi dulu." Saran Rex Daiva.
"Mana bisa aku melakukannya Rex, sementara Noah sedang berusaha untuk.." Yukio Clovis menggantungkan kalimatnya, mungkin tidak seharusnya ia membahas masalah tentang pembicaraan antara Shin Rawnie dan Chenoa Rajendra yang tidak sengaja ia dengar kemarin, sebab tidak seharusnya ia menceritakan masalah rumit diantara mereka bertiga kepada Rex Daiva.
"Ada apa dengan Noah?" Tanya Rex Daiva mengernyit.
"Apa kau yakin dengan pertanyaan itu? Kau bertanya karena kau benar-benar tidak tau?" Tanya Yukio Clovis dengan nada sedikit meninggi, yang membuat Rex Daiva yang sebenarnya sudah mengetahuinya hanya bisa menarik nafas dalam.
"Yo, tenanglah.. "
"Bagaimana aku bisa tenang jika Chenoa terus memaksa untuk menikahi Shisi." Balas Yukio Clovis.
"Iya aku tau, kita akan menemukan solusi yang terbaik bagi masalah kalian bertiga."
"Kau yakin?"
"Yo.. "
"Apa kau yakin jika solusi yang kau maksud itu tidak akan menyakiti kami bertiga?" Tanya Yukio Clovis sekali lagi.
"..."
"Kau tidak bisa menjawabnya karena kau juga tidak yakin kan? Kau bahkan tidak akan pernah mengerti dengan perasaanku karena kau tidak pernah merasakan mencintai seseorang Rex. Jadi jika kau menungguku untuk bersabar lebih lama lagi, aku rasa aku tidak bisa melakukannya," Ucap Yukio Clovis.
"Ho, aku bisa mengerti perasaanmu, aku juga bisa mengerti posisimu sebagai orang yang sangat mencintai Shisi, tapi untuk saat ini bukankah kau harus lebih bersabar lagi? Ingat Yo, Shisi sedang mengandung sekarang, dan kau tau sendiri Ayah dari anak yang di kandung Shisi itu siapa?"
"Berhenti mengingatkanku akan hal itu Rex, dan sampai kapanpun aku tidak akan membiarkan Shisi untuk menikah dengan Noah."
"Kau tidak perlu bersikap egois seperti itu Yo."
"Apa? Kau sebut aku egois? Apa kau lupa siapa yang membuat masalah jadi rumit seperti ini?" Tanya Yukio Clovis yang sudah terlihat sangat emosi, sedang Rex Daiva hanya bisa membungkam mulutnya, membenarkan semua perkataan Yukio, memang semua ini terjadi di sebabkan olehnya.
"Maafkan aku Yo, aku bersalah pada kalian, aku hanya ingin kau memikirkan posisi Shisi, itu saja." Ucap Rex Daiva perlahan yang membuat Yukio Clovis terdiam.
Apa yang di katakan Rex Daiva benar, selama ini ia hanya memikirkan perasaannya tampa memikirkan posisi Shin Rawnie dan kandungannya. Yukio Clovis hanya bisa mengepalkan kedua tangannya dengan keras sambil tertunduk sampai suara Aron Cadwalen mengejutkan mereka.
"Silahkan, kau bisa keluar dari rumah sakit sekarang." Ucap Aron Cadwalen yang muncul dari pintu sambil mempersilahkan Rex Daiva.
"Apa? Kau akan pulang? Bukankah kau masih belum pulih?" Tanya Yukio Clovis mengernyit.
"Aku baik-baik saja." Ucap Rex Daiva mengedikkan matanya.
"Tsk, keras kepala." Balas Yukio Clovis menggeleng namun tetap memegangi pergelangan tangan Rex Daiva yang belum bisa berjalan dengan normal. Begitupun dengan Aron Cadwalen yang langsung mengikuti langkah mereka dari belakang.
* * * * *
MANSION UTAMA
"Ayah.. Bisakah Shi tinggal di Mansion Kakak saja?" Tanya Shin Rawnie perlahan.
"Tidak, sebaiknya kau tinggal di sini, apa kau lupa dengan permintaan Ayah kemarin?" Jawab Tuan Rainer Diedrich dengan satu pertanyaan.
"Shisi mohon Ayah, biarkan Shi melahirkan bayi ini." Jawab Shin Rawnie dengan nada memohon.
"Apa kau tidak waras? Kau bahkan belum menikah." Seru Tuan Rainer Diedrich menatap Shin Rawnie tajam.
"Maka Shi akan menikah." Jawab Shin tegas.
"Menikah? Kau?"
"Shi akan menikah dengan Yukio." Ucap Shin Rawnie yang membuat Tuan Rainer Diedrich sempat bingung.
"Yukio? Bukankah Noah sudah mengakuinya jika Ayah dari bayi itu adalah dirinya? Sebenarnya apa yang tidak Ayah ketahui Shisi? " Tanya Tuan Rainer Diedrich mengernyit bingung dan kembali dengan tatapan tajamnya, sedang Shin Rawnie hanya terdiam tampa penjelasan, mungkin jika ia masih terus berbicara dan menjelaskan semua yang terjadi, nyawa Kakaknya Rex Daiva akan melayang.
"Ingat Shi, Ayah harap kau tidak berhubungan lagi dengan kedua teman kakakmu itu. Dan keputusan Ayah sudah bulat, gugurkan bayi itu dan kembali ke Jerman, Ayah akan mengurus semuanya." Tegas Tuan Rainer Diedrich.
"Tidak Ayah.. Untuk yang satu itu, Shi tidak bisa menurutinya."
"Kau tidak bisa membantah Ayah Shisi, ini demi kebaikan kamu, masa depan kamu. Atau kau mau Kakakmu menggantikan Bayi itu?" Tanya Tuan Rainer Diedrich yang lebih terdengar seperti sebuah ancaman.
"Apa maksud Ayah?"
"Jika kau tidak menuruti perintah Ayah, maka kakakmu yang akan bertanggung jawab atas semuanya, bukankah kakakmu yang sudah membuat masalah ini?" Tanya Tuan Rainer Diedrich lagi.
"Tidak, apa kemarin belum cukup? Kakak bahkan hampir mati Ayah."
"Kakakmu pantas mendapatkannya karena dia telah lalai menjagamu." Balas Tuan Rainer Diedrich mulai geram, terlihat jelas gurat wajah penuh kemarahan di wajah pria tersebut yang membuat Shin Rawnie hanya bisa terdiam.
"Dan jangan harap Ayah akan menyetujui hubunganmu dengan Yukio."
"Tapi Ayah, Shi.. "
"Cukup Shisi.. Sebaiknya kita tidak usah berdebat, pikirkan saja baik-baik keputusan apa yang akan kau ambil sebelum kau kehabisan waktu." Ucap Tuan Rainer Diedrich melangkah pergi meninggalkan Shin Rawnie di kamarnya, bahkan ia bisa mendengar suara pintu yang terkunci dari luar.
Tubuh Shin Rawnie merosot ke bawah, tenaganya seolah habis, air matanya kembali mengalir membasahi kedua pipinya.
"Kakak, tolong aku.. Keluarkan aku dari sini, aku merindukan kakak." Gumam Shin Rawnie sambil memeluk kedua lututnya, membenamkan wajahnya di sela lututnya dan terus menangis dengan sangat keras.
Sementara di lantai dasar, nampak Yukio Clovis yang sedang berdiri memohon agar Tuan Rainer Diedrich mau bermurah hati untuk kali ini saja.
"Apa perkataan saya kurang jelas?" Tanya Tuan Rainer Diedrich dingin.
"Saya mohon Paman Rainer, biarkan saya bertemu Shisi sekali ini saja?" Pinta Yukio Clovis memohon.
"Sebaiknya kau memutuskan hubunganmu dengan Shisi." Balas Tuan Rainer Diedrich yang terdengar seperti perintah.
"Tapi Tuan, saya mencintai putri anda."
"Shisi tidak punya waktu untuk mengurus masalah itu, dan bermain-main dengan kalian."
"Tapi Paman Rainer, saya... "
"Urus bocah tengik ini." Perintah Tuan Rainer Diedrich kepada beberapa pengawalnya yang langsung memegang kedua tangan Yukio Clovis dan menyeretnya keluar dari Mansion.
"Paman Rainer, saya mohon.. Biarkan saya bertemu Shisi.. " Pinta Yukio Clovis yang masih berharap kemurahan hati dari Tuan Rainer Diedrich, dan berharap pula jika Tuan Rainer Diedrich akan berubah pikiran, meski itu adalah hal yang tidak mungkin, sebab pintu Mansion sudah tertutup rapat.
* * * * *
MANSION REX DAIVA JORELL
"Rex, apa yang harus aku lakukan sekarang? Apa kau tau jika paman Rainer akan mengirim Shisi ke Jerman?" Tanya Chenoa Rajendra merasa cemas.
"Apa?"
"Kau benar-benar tidak mengetahuinya?" Tanya Chenoa Rajendra sekali lagi.
"Tidak, kau tau sendiri, Ayah selalu membuat rencana seenaknya kan?" Jawab Rex Daiva.
"Aku tidak peduli kemanapun Shisi pergi, tapi aku tidak setuju jika Bayi yang di kandungan Shisi akan di gugurkan, aku tidak pernah menyetujuinya Rex." Ucap Chenoa Rajendra yang membuat Rex Daiva terkejut.
"Maksudnya? Bayi itu.. "
"Maaf Rex, tapi aku tidak sengaja mendengarkan pembicaraan Paman Rainer, yang menginginkan Shisi untuk menggugurkan kandungannya." Ucap Chenoa Rajendra.
"Apa? Kenapa kau tidak mengatakan masalah ini dari awal?" Tanya Rex Daiva nampak Syok, bahkan ia langsung mengambil sebuah jaket yang tersampir di sandaran sofa dan langsung di pakainya, seraya melangkah dengan langkah tergesa menuju pintu keluar sebelum Aron Cadwalen mencegahnya dan langsung memegangi tangannya.
"Rex.. "
"Kau akan kemana dalam kondisi seperti itu?" Tanya Chenoa Rajendra kembali menghampiri Rex Daiva yang masih berdiri di samping Aron Cadwalen.
"Mansion utama, menurutmu di mana lagi" Jawab Rex Daiva terlihat marah.
"Tapi kau belum sepenuhnya sehat Rex Daiva, aku takut jika Paman Rainer marah dan kembali memikulimu. Kau bisa mati."
"Aku tidak peduli, aku harus menyelamatkan Shisi dan kandungannya." Balas Rex Daiva memaksa.
"Rex, yang di katakan Tuan muda Noah ada benarnya, kondisimu saat ini belum sepenuhnya pulih." Balas Aron Cadwalen.
"AARRGGHH... AKU TIDAK BISA DIAM SAJA KAN SEKARANG." Teriak Rex Daiva nampak prustasi sambil menjambak rambutnya.
Sebab ia sangat tau persis dengan sikap sang Ayah yang jika sudah mengambil keputusan, maka hal yang mustahil jika ia akan mengubahnya dengan mudah.
"Aku akan mencoba berbicara dengan Tuan Rainer." Ucap Chenoa Rajendra.
"Kau?"
"Aku tidak mau semuanya menjadi terlambat dan membuatku menyesalinya nanti." Sambung Chenoa Rajendra.
"Noah..."
"Aku ikhlas jika aku harus menggantikan nyawa anakku dengan nyawaku sendiri." Ucap Chenoa Rajendra dengan mata berkaca, sungguh sekarang ia sangat merasakan sedih dan ketakutan yang sangat mendalam.
Kenangan masa lalunya yang pernah tidak di inginkan oleh Ibunya sendiri membuat Chenoa Rajendra sangat prustasi saat ini, ia tidak ingin anak yang masih di dalam kandungan Ibunya merasakan hal yang sama dengannya dulu.
"Noah, kenapa kau sampai melakukan ini?" Tanya Rex Daiva saat melihat kegelisahan yang tergambar sangat jelas di wajah Chenoa Rajendra.
"Selain Bayi yang di kandung Shisi, apa ada hal lain lagi? Kau tidak jatuh cinta kepada Shisi kan?" Tanya Rex Daiva.
"Kau tidak akan mengerti Rex."
"Kenpa semua orang selalu beranggapan jika aku tidak akan pernah paham soal perasaan dan cinta, apa karena aku tidak pernah memiliki seorang kekasih dan tidak pernah mencintai seseorang? Aku bahkan bukan kecil yang tidak mengerti soal perasaan."
"Karena kau memang tidak akan mengerti Rex."
"Buat aku mengerti Noah, aku sudah lama mengenalmu, dan ada satu hal yang belum sempat aku tanyakan padamu," Balas Rex Daiva.
"Apa yang ingin kau tau?"
"Ada apa dengan Chayra?"
* * * * *
Bersambung...