Chenoa Rajendra melangkah perlahan menuju kamar Chayra Fayolla yang sejak semalam hingga siang ini kamar tersebut belum juga terbuka sedikitpun. Ia bahkan belum melihat Chayra Fayolla keluar dari dalam kamarnya sejak semalam.
Lama Chenoa Rajendra berdiri di sana dengan pikiran cemas. Dengan perlahan Chenoa Rajendra membuka knop pintu yang ternyata tidak dikunci dan langsung melangkah mendekati Chayra Fayolla yang masih terbaring di atas tempat tidurnya. Di dudukan dirinya di pinggiran ranjang sambil membelai pelan rambut Chayra Fayolla yang sejak tadi membenamkan wajah di balik lengannya.
"Aku sudah bangun."
Ucap Chayra Fayolla perlahan sebelum Chenoa Rajendra membangunkannya, ia bahkan belum tertidur sedikitpun sejak semalam. Itu terlihat jelas dari wajah pucat Chayra Fayolla dengan kantung mata yang menghitam menyerupai mata panda.
"Bisakah kita melupakan masalah ini dan anggap saja tidak pernah terjadi apa-apa?" Tanya Chayra Fayolla perlahan dengan suara seraknya. Suara yang menandakan jika ia baru saja menangis. Untuk sesaat Chenoa Rajendra menarik nafasnya dalam dan mengeluarkannya secara perlahan.
"Tapi Chayra.. "
"Aku bersedia memaafkanmu jika kau bersedia melupakan segalanya, dan kita bisa kembali dari awal lagi."
"Aku tidak bisa melakukan itu, Bukankah kita terlalu egois?"
"Egois? Lalu bagaimana denganku? Bagaimana dengan pernikahan kita? Bagaimana aku harus menjelaskan kepada Ayah jika pernikahan kita batal yang bahkan tinggal sebentar lagi, apa yang harus aku lakukan untuk mengadapi semuanya? Tidak bisakah kau memikirkan perasaanku saat ini?" Tanya Chayra Fayolla dengan matanya yang kembali berkaca.
"Maaf."
"Tidak... Tidaaak.. Aku tidak mau pernikahan ini batal." Balas Chayra Fayolla dengan suaranya yang mulai bergetar.
"Aku tidak bisa meninggalkan gadis itu begitu saja, dia sedang mengandung anakku sekarang, bahkan sekarang kondisinya sangat buruk, aku takut jika terjadi sesuatu padanya."
"Lalu bagaimana denganku yang sangat mencintaimu? Bagaimana dengan perasaanku yang terluka? Bukankah kau sangat keterlaluan Noah?" Tanya Chayra Fayolla semakin terisak.
"Chayra, kau bisa menghukumku, aku sadar, aku adalah pria egois, pria brengsek yang pengecut, tapi aku tidak akan pernah memaafkan diriku sendiri jika terjadi sesuatu pada gadis itu, sebab semua bisa terjadi seperti ini bukan kesalahannya, tapi kesalahanku." Ucap Chenoa Rajendra yang masih berusaha untuk bersikap setenang mungkin.
"Tapi aku tidak bisa melepasmu Noah, aku yang seharusnya ada di sampingmu. Tidak bisakah kita bersikap egois untuk kali ini saja?" Pinta Chayra Fayolla sambil memeluk tubuh Chenoa Rajendra erat seolah tidak ingin melepaskan pria itu, bahkan langsung melumat bibir Chenoa Rajendra yang hanya terdiam, menggigit dengan sangat keras hingga membuat Chenoa Rajendra sedikit meringis menahan perih. "Aku tidak bisa Noah," Ucap Chayra Fayolla saat melepaskan lumatan bibirnya.
Sekarang hatinya tengah merasakan kegelisahan juga kesedihan sebab ia sudah merasa jika sebentar lagi Chenoa Rajendra akan meninggalkannya. Sebab sedikitpun Chenoa Rajendra tidak membalas ciumannya. Tidak ada lagi ciuman hangat dan mesra dari Chenoa Rajendra.
"Maafkan aku Chayra.. " Balas Chenoa Rajendra sambil mengusap darah yang keluar dari sudut bibirnya akibat gigitan keras dari Chayra Fayolla.
"Tidak, bukan kata maaf yang ingin aku dengar darimu, jangan ucapkan kata itu jika akhirnya kau akan pergi meninggalkan aku." Ucap Chayra Fayolla kembali menangis.
"Chayra.. Aku mohon, jangan menangis."
"Aku tidak bisa melepaskanmu Noah, aku mohon, aku sangat mencintaimu, aku tidak bisa tanpamu."
"Aku tau."
"Lalu kenapa kau akan meninggalkanku?"
"Gadis itu membutuhkanku sekarang." Ucap Chenoa Rajendra seraya menatap wajah Chayra Fayolla.
"Siapa dia?" Tanya Chayra Fayolla perlahan.
Sebenarnya dengan mengetahui siapa wanita yang telah membuatnya akan kehilangan Chenoa Rajendra bukanlah hal yang penting lagi sekarang, namun entah mengapa, rasa cemburu yang sudah menguasai hati Chayra Fayolla membuatnya jadi ingin mengetahui sehebat apa wanita yang telah membuat Chenoa Rajendra yang dulu sangat mencintai dan takut kehilangan dirinya akhirnya berpaling, bahkan meninggalkannya.
"Siapa gadis yang sudah kau tiduri?" Tanya Chayra Fayolla sekali lagi.
"Shin." Jawab Chenoa Rajendra.
"Apa?"
Chayra Fayolla tersentak saat mendengar nama 'Shin' yang keluar dari mulut Chenoa Rajendra.
"KAU GILA? KENAPA MESTI ADIK SAHABATMU? APA YANG ADA DI DALAM PIKIRANMU?" Teriak Chayra Fayolla yang langsung menatap Chenoa Rajendra tidak percaya, bahkan air mata Chayra Fayolla kembali menetes. "Dia bahkan masih terlalu muda, sebenarnya apa yang sudah merasukimu."
Hati Chayra Fayolla seketika perih seolah baru saja mendapatkan seribu goresan secara bersamaan, perlahan Chayra Fayolla meremat dadanya yang mulai sesak dengan nafas yang seolah tercekik. Kenyataan yang teramat sakit membuatnya ingin berlari saat itu juga, namun entah kakinya berasa lumpuh, bahkan sikap egois membuatnya memilih untuk tidak memperdulikan itu semua, ia hanya ingin menutup mata dan telinga, namun Kenapa saat melihat sikap Chenoa Rajendra yang seolah sudah siap melepaskannya dengan begitu mudah membuatnya sangat hancur.
"Kenapa mesti Shin? Kau... "
"Semua terjadi begitu saja, dan itu bukanlah kehendakku, juga bukan keinginan Shin."
"Apapun yang kau katakan sekarang tidak akan merubah segalanya, kehendak siapapun itu, dan kenyataan yang ada sekarang Shin tengah mengandung anak kalian, bagaimana kau bisa mengatakan jika itu bukan kehendak kalian?"
"Maafkan aku Chayra, semua begitu rumit, jika aku harus menjelaskan semuanya."
"Berhentilah meminta maaf."
"Chayra, aku... "
"Kau mencintai Shin?"
"Sayang.. Sedikitpun aku tidak pernah mencintai wanita lain, bahkan di seumur hidupku aku hanya mencintaimu."
"Tapi kenapa?"
"Aku hanya benar-benar tidak bisa membiarkan Shin melewati semuanya sendirian, ada darah dagingku di dalam rahimnya. Aku benar-benar tidak bisa melepaskan tanggung jawab begitu saja."
"Apa hanya karena itu?"
"Sungguh hanya karena itu."
"Baiklah.. " Ucap Chayra Fayolla seraya mengusap air matanya, dan langsung menatap wajah Chenoa Rajendra lekat. "Aku melepasmu untuk memenuhi tanggung jawabmu kepada Shin. Tapi aku tidak melepasmu untuk bersamanya selamanya. Karena hanya aku yang akan menjadi istrimu di seumur hidupmu." Ucap Chayra Fayolla.
"Sayang.. "
"Aku mengizinkanmu untuk bersamanya, tapi jangan pernah jatuh cinta padanya." Ucap Chayra Fayolla sambil meraih tangan Chenoa Rajendra untuk di genggamnya, entah apa yang ada di dalam pikirannya, mungkin ia sudah membuat keputusan yang akan ia sesali seumur hidupnya karena telah melepaskan Pria yang sangat di sayanginya. Ia hanya mencoba untuk mempercayai Chenoa Rajendra yang ia yakini akan terus mencintainya seperti dulu.
Perlahan Chenoa Rajendra mengusap air mata Chayra Fayolla, memeluk tubuh itu erat dengan air mata yang mulai menitik dari sudut matanya.
"Sekali lagi maafkan aku.. Maafkan aku." Lirih Chenoa Rajendra sambil mempererat pelukannya. Sedang Chayra Fayolla hanya bisa terdiam, tidak ada lagi kata yang bisa ia ucapkan, meskipun Chenoa Rajendra tidak mengetahui sehancur apa perasaannya saat ini, setidaknya ia masih bisa tersenyum saat sekali lagi mendengar kata maaf dari Chenoa Rajendra yang sangat tulus untuknya.
'Happy birthday sayang, ini adalah hadiah terakhir dariku.'
Ucap Chayra Fayolla yang hanya bisa memberikan ucapan selamat di dalam hatinya. Dengan perlahan ia melepaskan pelukan Chenoa Rajendra, nampak terulas senyum di bibirnya saat menangkup wajah Chenoa Rajendra yang terlihat basah. Seharusnya tahun ini adalah hari ulang tahun yang spesial untuk Chenoa Rajendra, dan seharusnya hari ini mereka bisa merayakannya dengan penuh keromantisan, itulah keinginan Chayra Fayolla saat ini, namun semuanya hanya ada di dalam angan-angannya saja, sebab Chenoa Rajendra sendiri bahkan melupakan hari spesialnya saat ini.
"Pergilah.. " Ucap Chayra Fayolla melepaskan genggamnya.
"Selamat tinggal Sayang."
"Jangan pernah ucapkan kata itu, jika kau akan pergi, jangan pernah mengucapkan kata-kata itu lagi, pergilah... " Pinta Chayra Fayolla yang langsung membaringkan tubuhnya, menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut tebalnya tampa menghiraukan Chenoa Rajendra lagi. Bahkan sedikitpun ia tidak bergerak dari posisinya saat mendengar langkah Chenoa Rajendra yang melangkah meninggalkannya, hingga suara pintu yang terdengar tertutup, bersamaan dengan air matanya yang mengalir membasahi wajahnya.
* * * * *
MANSION REX DAIVA JORELL.
Dengan langkah yang semakin di percepat, Chenoa Rajendra berjalan mengintari halaman Mansion Rex Daiva yang cukup luas, dengan perasaan khawatir ia terus melangkahkan kakinya, meskipun ada perasaan gelisah menyelimuti hatinya sejak ia meninggalkan Chayra Fayolla, meninggalkan Kanada hanya untuk memastikan kondisi sang Janin dan juga Ibunya, sebab kabar yang ia dengar dari Rex Daiva tentang Shin Rawnie yang selalu berusaha menyakiti dirinya sendiri sangat membuat Chenoa Rajendra ketakutan.
Pikirannya selalu tertuju kepada janin yang sekarang sedang tumbuh di rahim Shin Rawnie, janin yang ia pikir tidak mempunyai kesalahan sedikitpun, janin yang tidak pantas untuk mendapatkan perlakuan buruk dari sang Ibu yang hanya karena tidak menginginkannya. Mengingat betapa Shin Rawnie sangat membenci akan kehadiran janin itu membuat hati Chenoa Rajendra seakan hancur.
"Kita akan segera menikah, bisakah kau lebih bersabar sedikit lagi? Aku mohon sayang.. Berhentilah menyakiti dirimu sendiri."
Kalimat yang terdengar di telinga Chenoa Rajendra saat ia tidak sengaja melewati ruang tengah di Mansion Rex Daiva membuat langkah kakinya terhenti. Matanya melebar sempurna saat melihat Shin Rawnie yang sedang terisak sambil terus memukuli perutnya, ia bahkan bisa melihat bagaimana Yukio Clovis yang dengan susah payah menenangkan Shin Rawnie, memeluk tubuh ringkih itu sambil menggenggam tangannya yang terus menyakiti dirinya sendiri.
Chenoa Rajendra juga bisa melihat sebuah pisau yang tergeletak tidak jauh dari tempat Shin Rawnie berdiri sekarang, bahkan tetesan darah di lantai keramik yang berasal dari tangan Shin Rawnie juga tidak luput dari pandangannya. Chenoa Rajendra mengepalkan tangannya dengan sangat kuat, ia sama sekali tidak mengetahui jika keadaan Shin Rawnie bisa separah ini. Apa yang di katakan Rex Daiva semua benar, Shin Rawnie yang sekarang mulai mengalami depresi membuatnya semakin merasa bersalah.
"Kau datang?"
Ucap Rex Daiva yang sepertinya baru saja tiba dengan nafas yang memburu dan wajah yang terlihat cemas langsung memegang bahu Chenoa Rajendra yang masih terpaku di sana dengan tatapan nanarnya.
"Kau benar-benar telah menghancurkan segalanya Rex, lihatlah apa yang telah kau lakukan." Ucap Chenoa Rajendra yang terus memandang ke arah Shin Rawnie yang masih terisak di sana.
Sedang Rex Daiva yang mendengar perkataan Chenoa Rajendra sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain membungkam mulutnya. Hingga Dokter Krischan yang juga muncul dengan langkah yang tergesa-gesa membuat Chenoa Rajendra sedikit lega, apalagi saat Dokter Krischan langsung menghampiri Shin Rawnie yang mulai tenang. Dokter Krischan yang sudah menyiapkan beberapa obat dan perban mulai mengobati luka gores di pergelangan tangan Shin Rawnie. Hingga 15 menit berlalu.
"Tuan muda, semakin lama saya semakin khawatir dengan kondisi Nona muda. Bisakah anda tidak meninggalkannya seorang diri," Ucap Dokter Krischan saat usai mengobati luka Shin Rawnie.
"Iya Dokter, aku akan menjaganya, terimakasih." Balas Rex Daiva.
"Dan sebisa mungkin, jangan buat perasaan Nona muda tertekan. Sebab akibatnya bisa menjadi sangat fatal. Sebab keadaaan janinnya sudah sangat lemah, dan suatu waktu Nona muda bisa saja kehilangan janinnya."
"Apa seburuk itu Dokter?" Tanya Chenoa Rajendra khawatir.
"Jika di lihat kondisi Nona muda sekarang, memang sangat buruk." Ucap Dokter Krischan. "Baiklah, sepertinya saya harus kembali." Sambung Dokter Krischan yang langsung melangkah keluar dan kembali ke rumah sakit usai memastikan jika keadaan Shin Rawnie sudah sedikit membaik.
"Apa yang kau lakukan di sini?"
Tatapan Yukio Clovis yang langsung tertuju kepada Chenoa Rajendra membuat Rex Daiva mulai gelisah, begitupun dengan Shin Rawnie yang langsung beranjak dan langsung menyembunyikan dirinya di balik punggung Yukio Clovis.
"Yo.. Bisakah kita membicarakan masalah ini secara baik-baik?" Tanya Chenoa Rajendra.
"Tidak." Seru Shin Rawnie yang langsung menyela perkataan Chenoa Rajendra. "Tidak ada yang perlu kita bicarakan lagi, bukankah aku sudah menyuruh kakak untuk pergi sejauh mungkin?" Ucap Shin Rawnie.
"Maafkan kakak, tapi kakak tidak bisa melakukan hal itu."
"Kenapa? Kakak tinggal pergi dan menghilang kan?"
"Shisi, kakak tidak bisa meninggalkan anak yang tengah kau kandung sekarang." Balas Chenoa Rajendra.
"Apa? Tapi aku tidak pernah menginginkan anak ini, aku akan mengeluarkan anak ini."
"Jangan lakukan itu Shisi, kakak mohon." Balas Chenoa Rajendra yang langsung bersimpuh memegang kaki Shin Rawnie yang tiba-tiba membatu saat melihat air mata Chenoa Rajendra yang begitu saja menitik membasahi wajah tampannya.
Begitupun dengan Rex Daiva dan Yukio Clovis yang hanya bisa bungkam saat melihat Chenoa Rajendra yang terus memohon untuk keselamatan bayinya yang bahkan masih berada di dalam perut Shin Rawnie.
"Kakak mohon.. Jangan sakiti bayi itu, kau boleh menyakiti kakak sebanyak yang kau mau, tapi tidak dengan bayi itu." Pinta Chenoa Rajendra masih memohon.
"Tapi aku tidak ingin hamil." Isak Shin Rawnie dengan tubuh yang bergetar, sedang Chenoa Rajendra masih terus bersimpuh di bawah kaki Shin Rawnie, berharap gadis itu akan berubah pikiran.
"Noah, aku akan menikahi Shisi, kau tidak perlu memikirkan bayi yang berada di dalam kandungan Shisi, karena aku yang akan menjadi Ayah dari bayi itu." Ucap Yukio Clovis sambil meraih dan mendekap tubuh Shin Rawnie yang masih terisak di sana.
"Yukio.. "
Seru Rex Daiva yang langsung menyela perkataan Yukio Clovis. Sedang Chenoa Rajendra yang baru saja mendengar perkataan Yukio Clovis barusan hanya bisa terbungkam dengan perasaan yang semakin kalut.
"Ada apa? Bukankah kita sudah sepakat waktu itu Rex? Tapi apa yang sudah kau lakukan? Kau malah semakin mengacaukan segalanya. Apa kau sengaja? Atau hanya itu yang bisa kau lakukan?" Balas Yukio Clovis geram.
"Yo.. Aku minta maaf soal itu, tapi Noah juga berhak tau tentang masalah ini."
"Berhak? APA HAK NOAH ATAS SHISI?" Teriak Yukio Clovis.
"Karena bayi yang di kandung Shisi adalah anak Noah, kau jangan melupakan hal itu." Balas Rex Daiva.
"DAN AKU ADALAH KEKASIH DAN CALON SUAMI SHISI, bahkan sejak dulu sampai sekarang aku masih berhak atas Shisi." Balas Yukio Clovis.
"Yo.. Aku mohon.. "
"AKU YANG MEMOHON REX, jangan membuat semua masalah menjadi kacau." Sela Yukio Clovis.
"YO.. "
"Rex.. Hentikan." Serga Chenoa Rajendra dengan suara datarnya yang membuat keduanya berhenti untuk berdebat. Sedang Shin Rawnie yang masih berada di pelukan Yukio Clovis hanya bisa terdiam.
"Apa memang semua yang sudah terjadi adalah sepenuhnya kesalahanku? Aku hanya ingin mempertanggung jawabkan semua yang sudah aku lakukan."
"REX DAIVAAAA... "
Tiba-tiba terdengar suara teriakan yang membuat wajah Rex Daiva memucat sempurna, kelopak matanya melebar saat melihat sosok yang tengah berdiri di sana dengan wajah yang terlihat dingin lengkap dengan tatapan mata tajam yang membuat ketiganya memucat.
* * * * *
Bersambung...