Clarisa mengais-ngais rerumputan yang ada di taman, samping apartemennya. Sesekali melihat kearah unit apartemennya, memastikan untuk tidak keluar dari area jatuhnya cincin.
Kemana cincin itu terjatuh?
Clarisa bagaikan pengemis yang mencari makanan sisa di tempat sampah. Clarisa kesulitan mencari cincinnya karena malam semakin gelap dan hanya sinar dari smartphone yang membantunya mencari benda kecil itu. Lampu taman? Tidak cukup membantu penerangan semua area taman.
Bahkan sepertinya langit sedang tidak mendukungnya, bulan tertutup sempurna oleh awan. Dinginnya malam semakin menjadi ketika Clarisa menyadari hanya mengenakan kaos dan celana pendek.
Clarisa menyerah!
Clarisa berjalan cepat kembali ke apartemennya. Langsung masuk kedalam kamar mandi karena kerja kerasnya hanya menghasilkan keringat saja.
Sudah dua malam ini Clarisa mencarinya, namun nihil. Clarisa malah dikira orang iseng oleh keamanan apartemen.
Clarisa bisa saja mencarinya di siang hari, namun sialnya tadi pagi adalah kelas pertamanya di studio balet hingga sore. Kata sang pelatih, tubuhnya terlalu kaku karena terlalu lama vakum, namun yang sebenarnya adalah Clarisa tidak pernah menyentuh tarian balet.
Berendam di air hangat seperti ini sangatlah nyaman bagi tubuhnya yang pegal-pegal.
"Kalau sampai Leo tahu cincin itu menghilang. Habislah aku." Gumam Clarisa pada dirinya sendiri. Mungkin sebentar lagi dirinya akan menjadi sosok raga tak berjiwa.
Jadi karena Clarisa sudah lelah, mari pikirkan masalah itu besok.
Clarisa segera bangkit dan memakai gaun tidurnya, sebelum kesadarannya habis dan berakhir tidur di bathup. Jika dirumah orang tua 'palsu'-nya, Clarisa akan mengenakan gaun tidur yang menggambarkan Jasmine dan karena sekarang Clarisa ada di apartemennya sendirian, Clarisa akan memakai piyama berlengan panjang untuk tidur. Piyama yang didapatnya dari berbelanja selepas kelas balet tadi sore.
Clarisa berhenti melangkah, ketika melihat kamarnya gelap. Clarisa rasa, dirinya tidak meninggalkan kamar dengan keadaan lampu yang dimatikan.
Apa seseorang masuk ke kamarnya?
Perlahan Clarisa merembet pada tembok, menuju saklar dekat pintu kamarnya.
Mata Clarisa membulat sempurna menemukan sosok Leo yang tertidur di kasurnya sedetik setelah Clarisa menghidupkan lampunya.
"Matikan lampunya!" Perintah Leo keras. Dengan tangan bergetar Clarisa mematikan lagi lampu kamarnya. Lebih baik lampu dimatikan, jadi Leo tidak bisa melihat cincinnya yang tidak terpasang di jarinya.
"Kau mandi lama sekali." Clarisa mengernyit, Clarisa kira Leo akan segera tertidur. Matanya terpejam namun mulutnya bergerak dengan aktif.
*
Sialan! Kenapa Leo ada di kamarku? Bagaimana jika Leo menyadari bahwa cincin yang diberikannya tidak kupakai? Untung saja Leo menyuruhku untuk mematikan lampunya. Jadi Leo tidak akan tahu kalau cincin itu menghilang, beda cerita kalau Leo tanya atau meminta balik cincin itu. Otomatis nyawaku akan melayang.
Lebih baik aku segera pergi keluar dari sini. Aku berjalan berhati-hati mendekati kasur untuk mengambil salah satu bantal yang tidak Leo pakai dan selimut yang ada di lemariku.
Aku memastikan langkah-langkahku tidak menimbulkan suara yang dapat mengganggu sang Raja Singa.
"Kau tidur saja disini, aku akan tidur diluar." Ucapku dengan sangat pelan.
Aku tersentak ketika tanganku ditangkap olehnya saat aku hendak berbalik keluar dari kamarku. Aku menoleh kearah matanya yang menatapku tajam. Aku takut.
Tapi ketakutanku beralih ke arah matanya yang bersinar. Seolah-olah hatiku menjadi nyaman dan hangat.
*
Clarisa memekik saat Leo menjatuhkan tubuh Clarisa diatasnya. Seketika Leo bisa mencium bau harum sabun yang dipakai Clarisa. Leo menyukainya.
"Tidur saja disini." Leo menjatuhkan tubuh Jasmine kesampingnya dan memeluknya bagaikan guling. Clarisa hanya bisa membeku sembari menormalkan detak jantungnya. Bukan detak jantung karena getaran cinta atau semacamnya. Namun karena Clarisa takut hingga berkeringat.
Clarisa akui Leo sangatlah tampan, di kegelapan ini, bagaikan batu bersinar namun berwarna hitam karena sifat jahatnya. Ketampanan itu tidak bisa mengalihkan Clarisa dari rasa takutnya.
"Kenapa kau diam saja dari tadi? Biasanya kau selalu suka membalas perkataanku walaupun bukan sebuah pertanyaan."
Clarisa mendengus.
"Apa aku bisa menolak jika aku berbicara?" Tanya Clarisa dan membuat Leo terkekeh.
Leo merapatkan Jasmine kearahnya. Harum Clarisa membuat Leo tidak ingin Clarisa menjauh darinya.
"Kenapa kau mengenakan pakaian seperti anak-anak ini?" Tanya Leo begitu menyadari gaun tidur Jasmine yang berbeda dengan yang Leo lihat beberapa malam kemarin. Gara-gara Jasmine, beberapa hari ini Leo tidak bisa menikmati wanita lain dan selalu terbayang sosok Jasmine.
"Lalu kenapa kau memilih berada disini daripada bersama para wanitamu?" Bukan jawaban yang Leo dapatkan, Clarisa justru balik bertanya pada Leo.
"Kau tidak suka aku ada disini?" Clarisa harus menjawab apa? Tentu Clarisa sangat tidak suka dengan kehadiran Leo, terlebih dengan sikap Leo yang kurang ajar padanya.
"Aku dengar kakimu terluka dan membuatmu vakum dari balet." Ada nada sedih dari Leo saat mengatakannya. Clarisa bertanya-tanya, seorang yang kejam seperti Leo juga bisa perhatian juga.
"Astaga itu sudah sangat lama kejadiannya dan aku baru mau memulainya lagi." Kebohongan lagi, kenapa hidup Clarisa jadi penuh dengan kepalsuan seperti ini?
"Bagaimana jika kau kubuat tidak bisa menari balet? Bahkan jika untuk berjalan kau akan kesulitan." Sontak pipi Clarisa memerah, tahu maksud dari ucapan Leo, beruntung lampu dikamar ini mati.
"Aku bukan wanita seperti itu!" Leo tersenyum miring.
"Aku tahu. Tapi aku tidak akan menolak jika kamu yang menginginkannya." Clarisa mendengus kasar, melepaskan tubuhnya dengan paksa.
"Lebih baik aku keluar dari pada harus tidur bersama orang sepertimu."
Clarisa segera bangkit sebelum Leo menangkapnya lagi.
"Aku akan tunggu penampilan balet pertama mu setelah vakum." Clarisa berhenti sejenak mendengarkan kata-kata Leo. Setelah itu barulah Clarisa keluar dari kamarnya, menutup pintu kamarnya dengan kencang.
*
Setelah semalam tanpa permisi tidur dikamarnya, sekarang Leo menculiknya. Leo memaksa Clarisa agar pergi ke studio balet bersamanya.
Clarisa menolak, namun tentu itu menjadi sebuah penolakan yang sia-sia.
Clarisa turun dari mobil, diikuti oleh Leo. Suatu keberuntungan besar Leo tidak menyadari cincinnya yang menghilang, tapi Leo membuat Clarisa semakin jantungan karena Leo tidak kunjung pergi.
"Kemarilah." Clarisa melirik kekanan dan kekiri, saat ini mereka menjadi pusat perhatian karena mobil mewah juga sosok tampan yang mengantarnya.
"Mereka hanya tidak pernah melihat ketampananku. Kemarilah." Rupanya Leo sadar apa yang sedang Clarisa fikirkan saat ini.
Dengan hati-hati Clarisa mendekat, tanpa diduga Leo memeluknya dan mengecup puncak kepala Clarisa. Clarisa membeku.
"Jangan berani-berani mendekati laki-laki lain. Mulai hari ini kau ku awasi." Bisik Leo. Lantas hati Clarisa yang sempat berdebar karena perlakuan Leo, kini berdebar karena ketakutan.
Clarisa buru-buru melepaskan pelukan Leo padanya.
"Kau mau kemana? Kau belum menjawabku Jasmine." Clarisa hampir lupa, dimata Leo Clarisa adalah Jasmine.
"Baiklah." Ujar Clarisa akhirnya.
"Kau harus tetap disini sampai mobilku pergi. Mengerti?!" Clarisa mengangguk patuh, memandang Leo yang pergi semakin menjauh hingga tak terlihat.
Bukannya posisi mereka terbalik? Entahlah Clarisa tidak peduli, yang penting Leo segera menjauh darinya.
"Kamu beruntung."
"Astaga!" Clarisa memekik disaat ada sosok wanita berambut coklat yang tiba-tiba ada disampingnya.
Selamat merayakan girlfriend day... Hahah
Telat ya, harusnya kemarin
Pokoknya selamat buat yang punya pasangan dan yang jomblo
Mari kita ngebucin Mas Leo bareng-bareng ^^
Ditunggu power stone dan komennya!!!