webnovel

Be Your Wife

Judul lama : FAKE WIFE Simpan dulu siapa tahu suka ;) * Diculik dan di paksa menyamar sebagai sepupunya untuk di jodohkan, adalah hal yang tidak pernah Clarisa duga semasa 21 tahun hidupnya. Clarisa dibawa paksa pergi ke kota New York untuk bertunangan dengan seorang pria tua bangka. Kejutan demi kejutan Clarisa dapatkan begitu berada di sana. Mulai dari sepupunya yang memiliki keluarga kandung, lalu dari tunangan sepupunya yang ternyata sangat tampan dan juga sangat kejam. Namanya adalah Leo, pria 30 tahun yang tampan, yang menyembunyikan identitasnya sebagai pengusaha tua bangka. Apakah identitas Clarisa yang sebenarnya akan terungkap? Apakah Clarisa akan tetap aman di saat Leo mulai terobsesi padanya? * Hei, yang sudah mampir terima kasih ya... Jangan lupa beri power stone, komentar yaa.. Biar semangat nih authornya!

Chuuby_Sugar · Urban
Zu wenig Bewertungen
31 Chs

6. Mulai Gila

Suasana yang sepi melingkupi sekitar ruangan Leo. Hanya ada seorang sekretaris dan Alan yang ada di luar ruangan. Lantai ini dikhususkan untuk Leo singgahi. Hanya beberapa pegawai khusus yang dipilih langsung oleh Leo yang bisa menempati ruangan di lantai ini.

Alan masuk ruangan setelah mengetuk pintu ruangan.

"Ada apa Alan?"

"Tuan, saya bawa daftar wanita yang akan menemani Tuan nanti malam."

Leo menerima berkas yang diberikan Alan. Membolak-balikkan halaman itu dengan malas.

"Tidak ada yang menarik. Bahu mereka sangat jelek." Ujar Leo melempar berkas itu kemeja kerjanya. Leo membayangkan bahu bersih Jasmine. Tidak ada yang lebih indah dari yang pernah Leo lihat.

Entah mengapa, wanita lain jadi tidak menarik dimatanya selain Jasmine. Sialnya, Leo malah tepesona dengan Jasmine karena ulahnya sendiri. Leo akui itu, karena Jasmine memang sangat cantik.

Leo terkekeh, mengingat bagaimana reaksi Jasmine semalam saat Leo mengerjainya. Bertemu dengan Jasmine dan mengerjainya sungguh satu hiburan yang sangat menyenangkan baginya. Kepala Leo tidak bisa melepaskan bayang-bayang Jasmine yang sangat cantik.

Alan mengernyit melihat tuannya yang tertawa tanpa sebab itu.

"Apa ada yang lucu tuan?"

"Tidak ada, kau keluar saja." Alan pamit undur diri. Sebelum menutup pintu, sekali lagi Alan mendengar Tuannya tertawa.

Apa tuannya mulai gila?

Leo tertawa terbahak-bahak hingga tidak sengaja menjatuhkan hpnya. Begitu tangannya meraih hpnya, Leo tetap tertawa melihat layar hpnya retak.

Dalam hatinya berkata, "Sial!"

*

Clarisa memakan sarapannya dengan lahap bersama dengan Mama Anya. Papa Robert? Sedang pergi keluar negeri untuk memeriksa cabang disana.

Clarisa menatap makanan mewah ini dengan sendu. Apakah Nana dan Ana sudah makan? Kadang hatinya sedikit merasa bersalah, memakan semua makanan mewah ini sendiri.

Mama Anya tertawa.

"Ada apa Ma?" Tanya Clarisa penasaran dengan apa yang Mama Anya tertawakan, karena mereka tidak sedang menonton tayangan apapun.

"Tidak ada apa-apa. Hanya saja mama senang, kamu tidak kesulitan beradaptasi dengan makanan disini." Ah, masalah itu. Gampang saja, karena Clarisa miskin, Clarisa tidak pernah memilih-milih makanan.

"Apa tidak apa makan sebanyak itu disaat kamu seorang balerina?" Tanya Mama Anya dengan nada yang sedikit khawatir. Clarisa hampir terbatuk ketika mendengar kata balerina, ia benar-benar lupa tentang masalah itu.

"Ini tidak masalah ma. Karena aku sedang vakum." Tidak terfikirkan alasan lain yang masuk akal di otak Clarisa.

"Kenapa vakum? Padahal mama ingin melihat tarian mu." Ujar Mama Anya sedikit kecewa.

"Kakiku pernah terluka ma, pemulihannya sedikit lama. Memang jika digunakan berjalan sudah baik-baik saja. Tapi untuk berputar masih sangat sulit." Clarisa menatap Mama Anya dengan khawatir, bagaimana jika Mama Anya tidak percaya?

"Benarkah? Apakah perlu pergi kerumah sakit?" Gawat! Clarisa buru-buru menggeleng.

"Aku rasa sudah tidak perlu ma. Aku hanya perlu membiasakan kakiku untuk menari balet lagi." Terdengar helaan nafas lega dari Mama Anya ketika Clarisa selesai menjelaskan kondisinya.

"Baiklah. Mungkin mama akan lihat tarianmu lain kali." Ucap Mama Anya sembari menambahkan makanan kedalam piring Aya.

"Oh iya, waktu mama ada pameran, kamu ketemu Leo?" Tanya Mama Anya.

"Mama tahu Leo kesini?" Tanya Clarisa balik. Mama Anya tersenyum lembut.

"Mama yang minta Leo kesini. Soalnya mama takut ninggal kamu sendirian dirumah, makanya mama minta Leo mampir buat lihat keadaan kamu." Clarisa mendelik mendengar penjelasan mama Anya. Jadi mama yang meminta Leo kesini. Ah, mengingat kejadian itu membuat Clarisa sebal apalagi melihat cincin yang melingkar dijari manisnya.

Clarisa ingin membuangnya kalau bisa, tapi Clarisa takut jika nanti Leo bertanya dan Clarisa tidak memakainya. Maka Clarisa akan berkahir di dalam peti mati.

Clarisa merinding membayangkannya.

"Eehmm, ma. Nanti malem aku mau pulang aja ya ke apartemen." Putus Clarisa, sebenarnya ia merasa sama saja dirumah ini atau di apartemen, Clarisa tetap sendirian. Bedanya jika di apartemen Clarisa tidak terganggu oleh kebisingan pelayan.

"Kamu yakin? Mama takut kamu pingsan lagi." Clarisa mengangguk yakin.

*

Clarisa menekan sandi apartemennya untuk membuka pintu, sebelum akhirnya masuk dan melepaskan sepatunya.

Baru saja Clarisa meletakkan tasnya ke sofa, hpnya berbunyi. Clarisa tidak heran, mengingat Mama Anya bilang akan menghubunginya saat dirasa Clarisa sudah sampai rumah. Insting Mama Anya benar-benar kuat.

Mata Clarisa membulat sempurna dikala menemukan nomor asing yang muncul di layar hpnya. Dengan ragu, Clarisa menggeser tombol hijau pada layarnya.

"Halo." Clarisa masih menunggu, dikala tak seorangpun menjawab sapaannya diujung sana.

"Ini aku. Jasmine."

"Jasmine?" Clarisa terkejut bukan main, Clarisa kira Jasmine tidak akan pernah menghubunginya lagi.

"Aku mau mengatakan sesuatu. Kamu pasti tidak lupa bukan bahwa aku seorang balerina. Kamu harus belajar balet di tempat yang sudah aku daftarkan. Tentu ini untukku sendiri. Jadi jangan berharap banyak. Aku akan kirimkan alamatnya setelah aku akhiri panggilan ini."

Clarisa sama sekali tidak diberi kesempatan untuk berbicara.

"Tunggu Jasmine."

"Ada apa? Kau perlu sesuatu? Jika iya katakan saja pada tunanganmu yang buncit itu." Clarisa bisa mendengar tawa di seberang sana.

"Aku ingin tahu kabar Nana dan Ana."

"Tentu, kabar mereka sangat baik." Clarisa ragu disaat Jasmine menjawabnya dengan cepat.

"Aku ingin dengar suara adik-adikku."

"Bagaimana ya, kalau itu agak susah."

"Jangan main-main Jasmine." Sekali lagi, Jasmine tertawa mendengar ancaman Clarisa.

"Aku tidak pernah main-main. Apalagi sama kamu Cla. Tolong lembut sedikit kepada seorang wanita hamil." Clarisa meneteskan air matanya, tega sekali Jasmine padanya.

"Harus sampai kapan.. harus sampai kapan aku berpura-pura seperti ini?"

"Kira-kira... selamanya. Selama itu. Kamu bisa mengakhirinya sekarang. Tapi adikmu tidak akan pernah kamu temukan lagi. Hahaha."

Sambungan telfon terputus. Tubuh Clarisa luruh, tidak tahan dengan semua cobaan yang dihadapinya saat ini. Tangisnya pecah dikala hujan lebat datang.

"Kamu kuat Cla." Kata Clarisa pada dirinya sendiri. Claria tidak masalah jika dirinyalah yang berada dalam bahaya, tapi tidak dengan adiknya. Clarisa tidak bisa biarkan Jasmine menyakiti adik-adiknya.

Bagaimanapun caranya Clarisa ingin hentikan semua ini. Tapi Clarisa tahu dirinya tidak bisa dan tidak mampu menghentikannya.

*

Clarisa terduduk di balkon apartemennya. Menikmati angin malam dan pemandangan kota yang gemerlap ini. Meratapi nasib buruk yang menimpanya.

Sudahlah, semakin difikirkan semakin membuatnya stres.

"Cincin sialan!" Clarisa berdiri melepas cincin itu dari jarinya. Menatapnya penuh kemarahan, andai Clarisa berani menatap seperti ini kepada yang memberinya cincin.

Clarisa membawa cincin itu keatas. Mensejajarkan dengan bulan purnama penuh malam ini. Sangat indah. Namun Clarisa tidak bisa menyukainya.

Tangan berkeringat Clarisa membuat cincin yang dipegang dua jarinya merosot jatuh. Clarisa menatap cincin yang jatuh ke bawah dan entah berakhir dimana. Yang Clarisa tahu dipinggiran apartemennya adalah taman yang sengaja dibangun untuk penghuni apartemen.

Clarisa menatap cincin yang sudah tidak nampak dari apartemennya dengan cemas. Tamatlah riwayatnya.

"Sial!"