webnovel

Balasan Atas Cintaku

Cinta yang bertepuk sebelah tangan ini, dapatkah aku membalasnya?

starsinbottle · Teenager
Zu wenig Bewertungen
16 Chs

2. Rencana

Dengan segala rencana yang sudah tersusun rapi di kepala, Lulla dengan mantap melangkahkan kaki ke depan kantor dekanat. Di sana ada Oktano yang sedang mengantri entah untuk apa bersama banyak mahasiswa lain. Ia akan segera melabrak si tinggi itu. Ia harus buat perhitungan karena pemuda itu berani-beraninya tidak menyapa saat melewatinya tadi.

Harga diri Lulla kan jadi terinjak-injak.

Tapi ia tidak benar-benar sampai di depan Oktano, tidak berani mendekat malah. Langkahnya terhenti begitu rencana busuk di kepalanya berubah-ubah lagi.

'Memangnya kenapa kalau dia tidak mengenalku?'

'Bukankah itu bagus? Artinya perasaan ini tidak akan bertahan lama.'

Dan Lulla tetaplah Lulla. Ia hanya seorang perempuan muda yang otaknya belum sampai untuk dipakai berpikir bijak ala orang dewasa. Ia ragu hendak melabrak dengan cara apa. Ia hanya kesal saja. Oktano yang ia kira sudah mengenalnya sejak tempo hari nyatanya tidak mengenalinya di hari ini. Tidak menyapanya. Tidak tersenyum padanya. Lulla tentu saja kesal. Ingin sekali ia menendang pantat Oktano sekarang juga. Tapi sepertinya takdir berkata lain.

Bel pergantian jam sudah berbunyi. Mengubur semua niatan buruknya.

"Lulla, kan?"

Seseorang membalik tubuhnya yang hampir saja terjungkal saking kagetnya. Fokusnya menggambar di atas buku sketsa jadi berantakan. Masalahnya itu Oktano. Lulla harus bagaimana menghadapi orang yang sudah memporak-porandakan hatinya hanya dalam sekali tatap tempo hari? Tapi ego tetap mengalahkan segalanya, begitu juga rasa suka di dalam hatinya. Lulla masih dendam soal kejadian tadi pagi dimana Oktano tidak menyapanya sama sekali.

Mereka ini satu jurusan dan satu angkatan loh.

"Kau mengenalku?" Tanya Lulla cuek, balik menekuri bukunya lagi.

"Tentu saja, kita kan sudah berkenalan kemarin. Kau pasti lupa ya?"

Lulla mengerutkan dahinya. "Ku pikir kau yang lupa."

Oktano yang kaget langsung menunjuk dirinya sendiri. "Aku? Mana mungkin aku lupa padamu. Aku tidak gampang melupakan orang yang sudah berkenalan denganku."

"Tapi kau tidak menyapaku tadi pagi."

"Kapan? Dimana?"

"Di dekat kantor dekan."

Oktano berkedip-kedip bingung. "Benarkah? Mungkin aku tidak melihatmu, aku sangat buru-buru tadi."

"Oke." Balas Lulla singkat.

"Maaf ya, lain kali aku janji tidak akan lupa menyapamu."

Diam-diam Lulla tersenyum mendengar penuturan manis pemuda yang masih berdiri itu, tingginya yang menjulang pasti tidak akan melihat perubahan raut wajah Lulla dalam posisi menunduk seperti saat ini.

"Kelihatannya kau sangat sibuk. Kelasmu ada banyak tugas?"

Lulla mendongak hanya untuk menjawab 'ya' tanpa suara. Entah lah, mungkin kerongkongannya bergetar hebat saat ini, dan pasti akan aneh kalau Oktano sampai mendengarnya. Memang, Lulla semalu itu saat jatuh cinta. Tapi ia tidak akan menampakannya. Cukup ia seorang yang tahu bagaimana rasanya. Baik itu menyenangkan ataupun tidak.

"Baiklah aku tidak akan mengganggumu karena kau kelihatannya sibuk sekali. Sampai jumpa besok, Lulla." Oktano mengusak rambut panjang gadis di hadapannya sebelum pergi.

Meninggalkan Lulla yang kini melongo parah. Tapi itu tidak lama, karena lagi-lagi ada yang mengganggu waktu berharganya.

Seseorang itu menepuk bahunya. "Kau naksir Oktano, ya?"

Lulla membelalak. "Ah tidak, aku tidak begitu, Mey!"

Tapi teman perempuannya yang berpostur mungil itu baru saja tersenyum mengerikan, seperti baru saja dapat gosip paling heboh di seluruh penjuru kampus.

"Sial..." Lulla mulai memikirkan rencana lain agar teman satu jurusannya itu bersedia tutup mulut.