"Jangan pernah Tante membentak, saya lagi!"
"Kamu berani melawan Tante Hem ... dasar Gadis Buta, bisa-bisanya kau memarahi Tante!"
Zalina mengangkat tangannya berusaha menampar Marcella. Namun, di halangi oleh Yunita pada saat itu.
"Jangan sakiti Nona Marcella Nyonya, saya mohon!" Yunita menghadang tangan Zalina yang terlanjur mengudara itu.
"Sudah cukup Nyonya!" lirih Yunita memohon, agar tida menyakiti Marcella.
"Apa-apaan kau ini Yunita? Lepaskan tanganku, aku akan menampar Gadis buta ini!" Zalina menarik tangannya, tapi Yunita semakin mengeratkan pegangan tangannya.
"Cukup Tante! Tidak seharusnya Tante menghina kekuranganku? Kalau Tante berada di posisi saya, saya berani jamin. Tante tidak akan bisa sekuat saya, dan berhentilah menganggap saya beban Keluarga, karena sebenarnya yang beban Keluarga di sini mungkin Tante juga sudah tahu siapa Orangnya!" tegas Marcella, menggerakkan tongkatnya, memapar ke segala arah.
Marcella memukulkan tongkat ke kakinya Zalina. Sehingga meringis kesakitan. "ARGHHH!" pekik Zalina meringis kesakitan.
"Sial! Sakit ... dasar Perempuan buta!" umpat Zalina pada Marcella.
"Ke-kenapa Tante? Maaf, Cella enggak sengaja!" ujar Marcella meminta maaf pada Zalina, tantenya.
Marcella tersenyum menyeringai, melihat Zalina meringis kesakitan tepat di hadapannya. 'Rasakan itu, dasar penjilat!' batin Marcella tersenyum puas.
Yunita pun ikut tersenyum, melihat Zalina meringis kesakitan ketika Marcella memukulkan tongkatnya.
"Yunita, kenapa kau malah tertawa? Ayo bantu aku!" kesal Zalina, meminta bantuan pada Yunita.
"Eh-iya baik Nyonya!" Yunita segera membantu Zalina.
Yunita terpaksa memapah Zalina ke ruang tengah, di mana di sana Darwin sedang menunggunya.
Darwin menatap heran pada Yunita yang sedang memapah istrinya, lalu bertanya.
"Kenapa dengan dirimu?" Darwin merangkul istrinya, membantunya duduk di sofa.
"Tidak bisakah kau lihat aku kenapa Pah? Sudah tahu aku sedang merasa kesakitan. Apa kau tidak melihatnya?" ketus Zalina sambil meletakkan pantatnya di sofa.
"Iya aku tahu, kamu sedang kesakitan. Tapi semua itu pasti ada sebabnya kan?" Darwin kembali bertanya.
"HUH! Sudahlah!" kesal Zalina memijat jari kakinya.
Sementara Yunita segera kembali ke dapur untuk melanjutkan aktivitasnya. "Kalau begitu saya kembali ke dapur Nyonya?" Yunita menatap pada Zalina meminta persetujuan.
"Ya!" Zalina menjawabnya singkat.
"Yun ... tolong bawakan aroma terapi ke kamar saya!" perintah Darwin terhadap Yunita.
"Baik Tuan, saya akan segera membawakannya!" Yunita segera bergegas.
Zalina tahu maksud dari suaminya itu, dia tahu Darwin menaruh hati terhadap sang asisten rumah tangga itu.
EKHEM! Zalina berdeham menatap pada Darwin, suaminya.
"Pah ... kenapa kau menatap Yunita sampai sebegitunya?"
Darwin langsung mengalihkan pandangannya pada Zalina kembali. "A-aku hanya menatapnya, apakah salah?"
"Jelas salah! Karena kau telah membuatku merasa curiga, atau jangan-jangan kau menyukainya ya?" Zalina menatap penuh selidik pada sang suami
"Aha-ha-ha ... kau ada-ada saja Ma, Mana mungkin aku menyukainya, dia seorang Pembantu, sementara kau seorang Presdir Mahardika Group. Ya meskipun masih terbilang baru!" puji Darwin.
"Baguslah, kalau kau berpikir seperti itu! Tapi ingat, jangan macam-macam padaku Pah!" Zalina memperingatkan suaminya untuk tak bertingkah.
'Celaka kalau aku berada di sini terus, pasti Zalina akan berusaha mencari tahu!' batin Darwin.
Kemudian bangkit dari tempatnya terduduk, perlahan berjalan menuju kamarnya.
"Kau akan ke mana Pah?" lagi Zalina bertanya pada Darwin.
"Aku akan ke kamar Ma, ada apa memangnya?"
"Tidak, kau jangan ke kamar kalau tidak bersamaku!" ketu Zalina.
"Lantas, aku harus bagaimana?"
Zalina mengulurkan tangannya. "Bawa aku ke kamar, aku tidak sanggup berjalan. Kakiku masih terasa sakit!"
Dengan malas Darwin mengikuti keinginan istrinya, susah payah Darwin memangku Zalina dengan kedua tangannya menuju ke kamar.
***
Sementara Marcella sedang memikirkan rencana perlawanan, yang harus dia lakukan pada keluarga pamannya. Dia sudah tidak ingin berdiam diri lagi kali ini.
Marcella berjalan keluar dari kamarnya, dia mengitarkan pandangan ke sekeliling supaya tidak ada yang melihatnya saat itu.
"Syukurlah tidak ada Orang di sini," gumam Marcella berjalan menuju dapur.
Marcella membuka laci tempat penyimpanan bumbu dapur, dia mengambil minyak goreng dan berniat di tumpahkan ke lantai.
"Semoga ini bisa membuat Zalina merasa kesakitan, agar dia tahu rasa sakit itu seperti apa!" gumam Marcella, sambil menumpahkan minyak ke lantai.
"Akhirnya selesai juga!" Marcella segera kembali ke kamarnya, dia tidak mau ada yang mengetahui gerak geriknya.
Kini Marcella hanya tinggal menunggu raungan seseorang yang kesakitan, akibat terjatuh ke lantai.
"Kau ini lambat sekali Suamiku, tolong sedikit percepat langkahmu!" Zalina memerintah dengan sangat pada suaminya.
"Sabar sedikit Istriku, jangan salahkan aku. Salah sendiri badanmu yang berat ini!"
"Beraninya kau mengataiku, bagaimana mungkin, badan seramping ini kau bilang berat Hem!" Zalina memelototi Darwin dan memukul dada bidang suaminya.
"Istriku... sudah jangan terus memukulku, aku bisa kehilangan keseimbangan ini!" ujar Darwin, terus melangkahkan kakinya.
Pada saat Darwin menginjak ubin tangga, tiba-tiba saja.
BRUK!
"Woa Aaaakh!"
BRUK!!!!
"Aduhhhh!" ringis Zalina merasa kesakitan, dia mengumpati suaminya. "Dasar Pria tidak berguna! Kenapa kau melepaskanku? Aduhhhh... Ssssakittt!" rengeknya.
ARGHHH! Darwin segera bangkit, sambil memegangi pinggangnya yang terasa sakit akibat ambruk ke lantai. "Bukan cuma kamu saja yang kesakitan Istriku, tapi juga aku pun kesakitan!" Darwin berdiri di hadapan Zalina.
"Tunggu apalagi cepat bantu aku bangun!" seru Zalina dengan kesal, menatap pada suaminya.
Yunita pun yang sedang berada dalam kamarnya, segera datang menghampiri sumber suara keras itu. Yunita datang membantu Zalina, dan Darwin.
"Tuan dan Nyonya kenapa?" Yunita mengulurkan tangannya.
"Sudah jangan banyak tanya, ayo bantu aku!" ujar Zalina dengan membulatkan kedua bola matanya.
Sementara Marcella terkekeh dibalik pintu kamarnya, dia tersenyum penuh kemenangan. Mar cella sangat senang, karena berhasil mengerjai Om dan Tantenya itu.
"Rasakan kamu Zalina! Ini belum seberapa dibandingkan yang aku alami saat ini, lihat saja aku akan mengusir kalian dari sini, jika kalian benar-benar terbukti ikut campur dalam kecelakaan yang di alami Papaku!" gumam Marcella mengawasi mereka dari balik pintu kamarnya.
Yunita membantu Zalina berjalan ke lantai atas menuju kamarnya, meski Yunita tidak suka pada Zalina, tapi saat ini dia hanya bisa menuruti perintah Zalina, lantaran sekarang yang berkuasa di rumah megah itu adalah Zalina dan Darwin.
"Kau bisa jalan sendiri kan 'Tuan?" Yunita menatap pada Darwin.
Namun, demi mendapatkan perhatian dari Yunita. Darwin berpura-pura kesakitan dan pura-pura tidak berdaya saat ini. "Arghhh... bagian kakiku sepertinya terkilir, aku kesusahan untuk berjalan!" dustanya.
"Kau tidak usah berpura-pura Suamiku! Tadi kau masih bisa berdiri tegak! Kau jangan berani-beraninya mengambil kesempatan ini untuk mendapatkan perhatian dari Yunita!"
Zalina tahu yang ada di isi kepala suaminya saat ini, dia tidak akan membiarkan Darwin berdekatan dengan Yunita.
'Dasar Zalina... kenapa dia selalu saja tahu apa yang ada di dalam pikiranku?' kesal Darwin membatin.
Bersambung...