webnovel

CEMBURU TANDA CINTA

"Tidak ada manusia yang sempurna. Hargailah apa yang kamu miliki sekarang ...."

Mihran akhirnya mengikuti saran Eliza. Ia bergegas kembali ke rumahnya. Saat Mihran sampai di rumah, ia langsung masuk ke dalam kamarnya bersama Amaliya. Suasana gelap, hanya terlihat bertabur lilin disekitar kamar. Amaliya ternyata sudah siap dengan surprisenya.

"Eliza benar. Seharusnya aku menghargai apa yang sudah dilakukan Amaliya untukku."

Sebuah senyuman merekah dibibir tipis Amaliya, menyambut Mihran dengan sebuah candle light dinner. Mihran pun terharu. Ia menghampiri Amaliya yang sudah menunggu di sisi meja makan yang sudah disiapkannya dengan berbagai menu favorit Mihran.

Kedua netra itu kini semakin dekat. Beradu pandang. Mihran pun memperhatikan sekeliling kamar yang sudah dikelilingi lampu hias warna-warni. Dibagian bawah ada lilin-lilin kecil membuat suasana semakin romantis.

"Kamu yang menyiapkan ini semua?" tanya Mihran yang masih menatap Amaliya dengan tatapan penuh cinta.

"Kamu suka?" kata Amaliya bertanya balik.

Mihran pun mengangguk.

"Kamu ingat gak? Dulu saat awal kita menikah, tidak ada satupun hari yang terlewatkan dengan hal-hal romantis begini?Kamu udah membuat aku jadi wanita yang paling beruntung di dunia dan malam ini, aku mau mengenang semua itu," ujar Amaliya tersenyum.

Mihran pun mengenggam tangan Amaliya dan menciumnya. Amaliya pun tersipu malu.

"Makasih ya." ujar Mihran tersenyum.

"Jadi kamu sudah nggak ngambeg lagi kan sama aku?!" ledek Amaliya tertawa. Mihran pun tertawa. Keduanya pun berpelukan, sangat erat.

"Kita makan,Yuk!" ajak Amaliya.

Malam itu, Amaliya dan Mihran kembali mesra. Kembali hangat dan memperbaiki semua kesalahannya. Keduanya pun saling menyuapi. Malam itu, Amaliya dan Mihran menghabiskan waktu dengan penuh cinta dan ungkapan mesra. Hingga malam itu, mereka pun menikmati ranjang itu dengan penuh cinta.

Sejam kemudian

Mihran pun terjaga dari tidurnya. Ia melirik ke arah Amaliya yang sudah tertidur pulas disampingnya.

Mihran pun bangkit dan menatap ke arah Amaliya, "Amaliya, aku sudah berusaha untuk memaafkan. Tetapi tetap saja aku belum bisa melupakan."

Mihran pun memilih keluar kamar dan menenangkan dirinya sejenak. Mihran hendak mencari angin segar di taman belakang rumah. Saat ia melewati kamar sang putri, Alia pun berteriak memanggilnya.

"Ayah .... " teriak Alia.Mihran pun menghampirinya.

"Hei, kesayangannya Ayah belum bobo?" tanya Mihran yang duduk ditepi ranjang merangkul sang putri.

"Iya, Yah. Sejak kejadian om jahat masuk ke rumah ini, Alia jadi susah tidur," terang Alia membuat Mihran penasaran.

"Om jahat?!" selidik Mihran.

"Alia dengar pas Bunda ngomong sama polisi, namanya Dygta," ujar Alia bercerita.

"Dygta ke sini?!" batin Mihran.

"Alia takut banget. Waktu itu Alia lihat om jahat itu bikin Bunda nangis. Kasihan Bunda, Alia ngeri. Karena pas Bunda telepoj Ayah nggak diangkat. Akhirnya Alia telepon oma uyut. Untung Om Malik datang selamatin Alia dan Bunda," ungkap Alia yang bersemangat.

"Kenapa Amaliya tidak menceritakan hal sepenting ini ke aku?" batin Mihran.

"Sekarang Alia bobo ya, Sayang. Sekarang Alia nggak usah takut. Ada Ayah yang jaga Alia di sini," ucap Mihran menenangkan putri kesayangannya itu. Setelah Alia tertidur, Mihran pun kembali ke kamarnya.

****

Di dalam kamar, Amaliya pun tersadar jika Mihran sudah tidak ada disampingnya.

"Sayang, Sayang .... " teriak Amaliya. Amaliya pun berusaha bangkit dan turun dari ranjangnya.

"Mihran ke mana sih?" gumam Amaliya.

Terdengar suara pintu dibuka, Mihran pun masuk.

"Kamu habis dari mana, Sayang?" tanya Amaliya saat melihat Mihran masuk.

"Apalagi yang kamu sembunyikan dari aku?!" cecar Mihran. Wajahnya kembali sinis pada Amaliya.

"Kamu kok marah-marah? Bukannya kita udah baikan?" tanya Amaliya heran.

"Kenapa kamu nggak bilang kalau Dygta pernah datang dan hampir nyakitin kamu dan Alia?" bentak Mihran.

"Kenapa peristiwa sepenting itu, kamu nggak cerita sama aku?! Kayaknya kamu udah mulai nggak ngehargain aku sebagai suami?! Amaliya, aku ini kepala keluarga di rumah ini, hargain aku dong!" hardik Mihran.

Amaliya pun mencoba memberi penjelasan pada Mihran yang sudah tersulut emosi.

"Aku nggak bermaksud kayak gitu. Dan aku tuh nggak mau bikin kamu khawatir. Dan Dygta tuh ngaco. Masak dia bilang, dia nggak jadi nikah sama Eliza karena Eliza cinta sama kamu. Itu nggak mungkin kan?!" cecar Amaliya. Seketika Mihran membisu.

Bayangan akan semua yang dilakukannya bersama Eliza pun akhirnya kembali hadir. Rasa bersalah itupun akhirnya kembali menghimpit Mihran.

Mihran says

"Apa ini waktunya aku jujur ke Amaliya?Apa sebaiknya aku kasih tahu Amaliya jika sebenarnya Eliza mencintaiku? Dan bahkan kami telah berhubungan terlarang?"

-----

Mihran says

"Apa ini waktunya aku jujur ke Amaliya?Apa sebaiknya aku kasih tahu Amaliya jika sebenarnya Eliza mencintaiku? Dan bahkan kami telah berhubungan terlarang?"

"Ternyata Dygta juga tahu soal ini? Apa Eliza juga cerita ke Dygta? Aku nggak mungkin cerita hal yang sebenarnya ke Amaliya sekarang. Aku belum siap. Aku harus menunggu waktu yang tepat buat membicarakan hal ini ke Amaliya baik-baik .... " batin Mihran.

****

Bel berbunyi

Alia pun bergegas membuka pintu saat mendengar suaea bel berbunyi. Awalnya Alia berpikir jika yang datang Oma Siska tetapi dugaannya salah. Mbak Ani, ART yang pamit pulang ke kampung karena ingin menikah. Sayang, pernikahannya gagal dan ia memutuskan kembali bekerja di rumah Amaliya dan Mihran.

"Bi Ani .... " ucap Alia saat membuka pintu.

"Non ... kok Mbak Ani balik lagi ke sini? Katanya mau balik ke kampung dan mau menikah?" tanya Alia heran.

"Justru itu, Non, makanya Bi Ani balik lagi ke sini. Bibi ke sini karena gagal nikah. Calon suami bibi nggak datang pas ijab qabul. Jahat banget deh. Masak semua perhiasan Bi Ani dibawa kabur," ujar Bi Ani bercerita sambil terisak.

"Udah, jangan nangis. Berarti Mbak Ani sama dia nggak satu frekuensi," ucap Alia menenangkan.

"Tapi Bi Ani patah hati, Non. Bibi malu sama orang di kampung makanya telepon ibunya Non Alia biar diijinin kerja di sini lagi," kata Bi Ani terisak.

"Ani .... " panggil Amaliya yang kaget melihat Ani sudah datang secepat ini.

"Alhamdulillah deh kamu udah di sini," ujar Amaliya tersenyum.

"Iya, Bu. Pokoknya mulai sekarang Non Alia nggak akan kesepian lagi dan nggak perlu dititipin ke Oma lagi," kata Ani penuh semangat.

Amaliya pun tertawa, "Ya udah, yuk, masuk, masuk."

****

Keesokan hari

Pagi ini, sarapan tampak berbeda karena Bi Ani sudah kembali. Makanan pun tersedia sebelum semua penghuni terbangun.

"Kamu makannya yang banyak ya, Sayang," ujar Mihran saat sarapan dimeja makan.

"Iya, Yah," jawab Alia yang sedang asyik mengoles selai coklat kesukaannya.

"Tante! Ini kursi Bunda. Hanya Bunda yang boleh duduk di sini," tegur Alia saat Eliza hendak duduk dikursi biasa Amaliya duduk.

"Nggak apa-apa dong, Sayang. Tante Eliza kan sahabat Ayah sama Bunda," ujar Amaliya yang tidak enak dengan Eliza.

"Nggak boleh! Cuma Bunda yang boleh duduk di sini," kata Alia ketus.

"Maafin Alia ya, El, dia emang agak posesif sama Ayahnya," ungkap Amaliya.

"Nggak apa-apa, namanya juga anak-anak," jawab Eliza tersenyum.

Saat bersamaan Malik datang ikut sarapan bersama. Sesaat Eliza menatap tajam ke arah Malik, adik Amaliya yang sejak lama jatuh hati pada Eliza.

"Kamu pasti lupa deh, El, kelamaan tinggal di Amerika. Ini tuh Malik, adik aku," kata Amaliya tertawa.

"Ya ampun, Malik, kamu beda banget loh!" kata Eliza tertawa.

"Lebih ganteng ya?" ledek Malik.

"He—e, sedikit," jawab Eliza tersenyum kecut.

Bi Ani pun menyiapkan sarapan untuk Malik. Saat sedang sarapan, Amaliya pun bergegas berangkat lebih awal karena ada meeting pagi ini.

"Aku pergi duluan ya, Sayang," pamit Amaliya. Ia pun mencium kening Alia dan juga Mihran.

"Kak, Kakak mau kan jodohin aku dengan Eliza?" tanya Malik yang berlari mengejar Amaliya yang hendak masuk ke dalam mobilnya.

****

"Wanita mana yang rela dimadu? Namun, saat belahan jiwa yang dianggap setia, justru berkhianat dengan sahabat sendiri hingga hamil, apakah ada pilihan lain selain menikahinya?"

"Kamu pasti lupa deh, El, kelamaan tinggal di Amerika. Ini tuh Malik, adik aku," kata Amaliya tertawa.

"Ya ampun, Malik, kamu beda banget loh!" kata Eliza tertawa.

"Lebih ganteng ya?" ledek Malik.

"He—e, sedikit," jawab Eliza tersenyum kecut.

Netra Mihran menatap tajam ke arah Malik. Tersirat kecemburuan karena Malik mendekati Eliza.

Bi Ani pun menyiapkan sarapan untuk Malik. Saat sedang sarapan, Amaliya pun bergegas berangkat lebih awal karena ada meeting pagi ini.

"Aku pergi duluan ya, Sayang," pamit Amaliya. Ia pun mencium kening Alia dan juga Mihran.

Malik pun bergegas mengejar sang kakak

"Kak, Kak, Kak .... " panggil Malik berteriak.

"Ada apa sih, Malik?" jawab Amaliya yang sedang terburu-buru.

"Kak, Kakak mau kan jodohin aku dengan Eliza?" tanya Malik yang berlari mengejar Amaliya yang hendak masuk ke dalam mobilnya.

"Kakak kan tahu dari dulu aku naksir sama dia. Coba kakak pikir deh. Udah banyak banget lo pertanda. Eliza balik dari Amerika terus tinggal di rumah Kak Amaliya. Dan dia gagal menikah. Ya, siapa tahu ini jadi awal pertanda yang baik sama dia. Ya kan? Mau kan bantuin aku?" ujar Malik memohon pada Amaliya.

Amaliya hanya terdiam

****

"Ani, Ani, gimana kabar kamu? Kenapa sih, kamu nggak pernah mau angkat telepoj dari aku? Mungkin sekarang kamu udah jadi istri orang," gerutu Mang Tarjo, tukang kebun Amaliya dan Mihran yang sedang asyik memotong rumput.

"Nggak jadi!" jawab Ani dari arah belakang.

"Nggak jadi gimana, buktinya dia nggak balik-balik?" jawab Mang Tarjo menahan tangisnya.

"Coba aja balik badan ke belakang," jawab Ani.

Tarjo pun berbalik dan ia langsung tersenyum bahagia dan menghampiri Ani dan berusaha memeluknya.

"Aniku, Sayang .... " panggil Tarjo.

"E-eehh, awas kamu ya, jangan macam-macam! Ani balik bukan buat kamu!" pekik Ani yang langsung pergi ke dalam rumah.

"Aaaa, Aniku sudah balik. Kamu gagal nikah. Terimakasih ya Allah. Ternyata, jodoh nggak ke mana," teriak Tarjo yang bahagia.

Malam hari, pukul 20.00

Di dalam kamar, Amaliya sedang membersihkan wajahnya, saat bersamaan Mihran pun keluar dari kamar mandi.

"Sayang, menurut kamu gimana, kalau Eliza aku jodohkan sama Malik?" tanya Amaliya sambil membersihkan wajahnya.

Tiba-tiba wajah Mihran berubah dan memberikan sebuah penolakan.

"A-aku sih kurang setuju," jawab Mihran sinis.

"Loh, kenapa?" tanya Amaliya aneh.

"Ya-a, Malik kan usianya lebih muda. Eliza itu lebih cocok dengan pria yang usianya lebih tua dari Eliza," jawab Mihran beralasan.

"Iya, walaupun usia Malik lebih muda, tapi dia bisa menjaga Eliza. Lagian aku bakal senang banget kalau mereka menikah dan kita bakal jadi ipar. Aku tahu, kamu juga pasti bahagia kan karena Eliza bakal jadi bagian keluarga kita?!" ujar Amaliya bergelayut manja pada Mihran.

Mihran pun berusaha tersenyum ke arah Amaliya. Sesungguhnya hatinya kesal dan dilanda cemburu.

Amaliya pun keluar dari kamarnya. Ia ingin mengecek Alia,tetapi tiba-tiba Alia keluar dari kamarnya.

"Bunda, Bun, aku mau lihatin sesuatu nih!" ujar Alia. Alia pun memberikan ponsel pintarnya itu. Sebuah video Alia dan Oma yang sedang main tiktok.

"Bagus," jawab Amaliya tersenyum.

"Bunda, Bunda kangen nggak sama oma uyut?" tanya Alia penuh selidik.

"Kangen .... " jawab Amaliya datar.

"Kalau kangen jangan gengsi dong!" jawab Alia.

Di saat bersamaan Oma Siska pun datang.

"Oma juga kangen," kata Oma mendekati Amaliya dan Alia, cucu dan cicit kesayangannya. Amaliya menatap nanar Oma Siska.

"Ayo dong, Oma sama Bunda baikan?" bujuk Alia.

"Bunda ma-u baikan sama Oma, asal dengan satu syarat!" jawab Amaliya menatap ke arah Oma Siska.

"Apa?" jawab Oma penasaran.

"Oma harus janji, nggak boleh lagi ikut campur urusan rumah tangga Amaliya. Deal?" tutur Amaliya.

"Deal!" jawab Oma.

Keduanya pun berpelukan sebagai tanda perdamaian. Alia pun tersenyum bahagia melihat kedua orang yang disayanginya kini sudah berbaikan.

Di dapur

Tarjo pun mulai melancarkan jurus-jurus pedekatenya lagi pada Ani. Maklum, sama-sama ngejomlo.

"Calon suami kamu nanti, pasti beruntung banget punya istri yang cekatan, rajin. Kamu tuh pandai ngurus rumah tangga, ngurus suami," puji Tarjo. Ia pun mendekati Ani yang sedang menyetrika baju.

"Ani mah nanti mau cari calon suami yang udah mapan. Yang bisa bayar pembantu. Jadi Ani tinggal duduk santai aja, maskeran, ke salon tiap hari kayak Oma Siska. Urusan anak, tinggal serahin ke baby sister deh," jawab Ani yang tetap asyik dengan setrikaannya, tanpa menoleh ke Tarjo yang berdiri disampingnya.

"Mas, cariin Ani dong. Teman Mas Tarjo yang udah mapan," ujar Ani, membuat Tarjo kesal.

"Ealah, gimana sih, kok nggak sensitif banget?! Kok malah minta carikan cowok lain?" gerutu Tarjo dalam hatinya.

"Ora sudi!" jawab Tarjo kesal. Ia pun pergi.

"Ih, kenapa jadi marah-marah sih? Darah tinggi si Tarjo ya?!" gerutu Ani yang kesal saat Tarjo pergi begitu saja.

****

Keesokan hari

Amaliya pun memaksa Eliza segera ke luar dari kamarnya.

"Kamu ngapain sih, Li, nyuruh aku dandan rapih seperti ini?" tanya Eliza pada sahabatnya itu.

"Aku punya kejutan buat kamu," jawab Amaliya tersenyum.

Malik pun masuk ke dalam rumah.

"El, Malik tuh udah suka sama kamu dari dulu. Aku biss jamin, Malik itu laki-laki yang baik. Nggak ada salahnya kamu buka hati kamu," tutur Amaliya menatap ke arah Malik dan Eliza bergantian.

Eliza pun berusaha tersenyum. Sedang dari arah belakang, Mihran memperhatikan dengan pandangan tajam. Eliza pun melirik ke arah Mihran.

"Gimana?" tanya Amaliya.

"Amaliya benar. Aku harus move on."

Eliza pun mengangguk tanda setuju dengan semua perkataan Amaliya. Amaliya pun tersenyum bahagia, sedang Mihran semakin menunjukkan ketidaksukaannya.

Malik pun mengenggam tangan Eliza dan mengajaknya pergi berdua.

"Sayang, mudah-mudahan mereka berjodoh ya," kata Amaliya yang bahagia. Ia pun berharap, Eliza bisa menjadi iparnya.

"Aku pergi dulu ya," tutur Mihran yang seolah cemburu dan tak perduli dengan rencana Amaliya menjodohkan Malik dan Eliza.

****

Di kantornya, Mihran pun berusaha fokus bekerja dan menyingkirkan kecemburuannya karena kencan Malik dan Eliza.

Di sebuah restoran, Malik pun mengajak Eliza makan. Malik sangat bahagia, akhirnya bisa berkencan dengan wanita yang dicintainya sejak dulu. Eliza pun berusaha menikmati kencannya,walau hambar.

Entah mengapa bayangan Mihran justru muncul di saat Malik membersihkan bibirnya dari makanan yang menempel.

"El, kamu kenapa? Makanannya enak kan?" tanya Malik, membuyarkan lamunan Eliza.

"E-e, enak kok," jawab Eliza berusaha tersenyum.

Malam hari

Eliza pun membersihkan wajahnya. Tiba-tiba,terdengar pintu kamarnya diketuk.

"Mihran, mau ngapain kamu?" tanya Eliza yang kaget melihat Mihran datang ke kamarnya malam hari. Mihran pun menarik tangan Eliza ke sudut lain rumahnya.

"Kamu ngapain aja tadi seharian sama Malik?" cecar Mihran yang cemburu.

"Ngapain kamu tanya? Kamu sendiri, ngapain aja sama Amaliya?" cecar balik Eliza.

"Kamu nggak berhak nanya-nanya begini. Kamu nggak ada hak buat nanyain aku ngapain aja!" pekik Eliza.

"Kamu pasti tadi pagi sengaja mesra-mesraan di depan aku kan?" gerutu Mihran kesal.

"Emang kenapa, kamu cemburu?" cecar Eliza.

Mihran pun terdiam ....

"Ayo, jawab! Kok diam aja?" bentak Eliza.

"Iya, aku cemburu!" jawab Mihran. Eliza pun kaget mendengar jawaban Mihran yang tak disangkanya.

"Aku juga nggak tahu kenapa, aku nggak suka aja melihat kamu jalan dengan laki-laki lain," tutur Mihran.

bersambung ....