webnovel

Back To The Marriage

Sandra merasakan pukulan bertubi-tubi saat Bara meletakan map berisi surat perceraian mereka. Tidak disangka secepat ini kenangan manis mereka harus berakhir. Kendati sudah menyiapkan jauh-jauh hari, Sandra masih saja belum rela. Cukup ia akui, jika bersama Bara-lah kebahagiaan itu ia kecap. Apalagi saat mengetahui ada sesosok mungil yang sedang tumbuh dalam rahimnya. Bara tak pernah menyangka, jika perceraian yang ia ajukan adalah awal dari penyesalan terdalamnya. Sandra lepas dari genggamannya. Saat menyadari kehadiran Sandra segalanya, ia malah melakukan hal konyol yang tak termaafkan. Sandra pergi dari hidupnya. Memilih mengakhiri penderitaan selama di sisi Bara. Sandranya telah lari. Tujuh tahun berselang. Dalam satu pesta yang cukup besar telah mempertemukan mereka kembali. Akankah mereka memilih mengikat pernikahan kembali? Atau justru telah bahagia dengan pasangan masing-masing? *** Baca karya yang lain : My Ex Billionaire Please, Back To Marriage With Me Persuit of My Ex-Lover IG : @ayakalibrary

Hayuayaka · Urban
Zu wenig Bewertungen
296 Chs

Bermain

"Bagaimana Tante, apa tingkahku tadi keterlaluan?"

Erlangga meletakan jus jeruk yang baru saja diminumnya. Rasa haus setelah menghajar Zachary menjadikannya menghabiskan jus setengah gelas.

"Hus, kalian ini iseng saja. Untung kau tidak apa-apa Er," ujar Sandra. Dia sudah cemas tadi melihat raut marah dalam diri Zachary. Takut jika berbuat nekad dengan anak kecil.

"Tidaklah Tante. Paman itu pantas dipukul. Tingkahnya sudah tidak sopan kepada perempuan," sahut Erlangga. Bola matanya memandang teduh Sandra. Seperti tatapan anak yang rindu ibunya.

"Yah, dia memang sedikit keterlaluan. Tapi lain kali jangan diulangi. Selain memang tidak sopan, takut-takut orang tersebut akan berbuat nekad."

Erlangga hanya mengangguk paham. Tidak memilih melanjutkan debat dengan Sandra. Baginya ibu dari Sky ini sama saja dengan Maminya di rumah. Sosok ibu yang penyayang dan terlalu khawatir dengan anak.

"Ya sudah, Tante mau siapkan makan siang dulu. Er tidak keberatan Tante tinggal. Atau mau ke kamar Sky saja. Tidak masalah kok."

Erlangga tampak berminat dengan opsi yang kedua. Memang dia ke sini lantaran diajak Sky karena di rumahnya tidak ada orang. Malah bertemu kejadian yang tidak menyenangkan. Saat ini Sky sedang mandi, jadi dia memilih di ruang tamu dengan Sandra.

"Apa Sky bakal kasih ijin Tante?" tanya Erlangga takut. Memang sudah berikrar untuk berteman, tapi tetap ada kecanggungan dalam diri Erlangga.

"Ya tidak masalah. Kalian bisa bermain di kamar. Sky memiliki perangkat komputer baru dari ayahnya. Tante tadinya berpikir kau diajak dia karena mau pamer padamu," ujar Sandra menebak.

Bukankah anak-anak memang begitu. Jika memiliki mainan baru akan dipamerkan kepada temannya yang belum memiliki. Ada kebanggaan di sana. Sandra berpikir Sky akan sama dengan anak yang lain.

Tapi malah sebaliknya. Erlangga menggeleng tidak tahu. Jangankan tahu ada mainan bagus yang dimiliki Sky. Temannya suka apa saja dia tidak tahu. Ada rasa sedih di hati Erlangga. Sky benar-benar belum terbuka padanya.

"Mami bilang akan pulang larut malam lantaran menemani Papi rapat bisnis. Di rumah tidak ada siapapun karena Bibi juga sedang pulang ke kampung. Sky menawarkan untuk di sini sampai Mami menjemput," tegas Erlangga dengan nada yang pilu.

Sandra turut merasakan prihatin. Sendiri di rumah tentu tidak enak. Apa lagi seusia Erlangga. Untunglah Sky membawanya ke sini.

"Ya tidak apa-apa Er. Kau setiap hari ke sini, Tante tidak masalah. Tante seperti memiliki dua anak laki-laki tampan."

Mendengar pujian itu, Erlangga tersipu malu. Anak laki-laki sepertinya tidak dikatai cacat saja dia sangat bersyukur. Malah Sandra mengatakannya tampan. Hati mana yang tidak berbunga.

"Er, ayo ke mari. Aku akan mengajarimu bermain futsal secara daring."

Sky memanggil dari depan pintu kamar. Dengan mata berbinar Erlangga berjalan ke arah Sky dengan hati-hati. Tidak menyangka satu step pertemanan mereka maju ke depan. Sandra pun demikian suka dengan apa yang dilakukan puteranya.

***

"Tuan tadi siang Zachary Lukman berkunjung ke apartemen Anda dan memaksa Nyonya Sandra membukakan pintu."

Baru saja sampai di lobby hendak kembali ke kantornya, Andre mendapat kabar jika terjadi pemaksaan oleh Zachary. Karena hal ini termasuk penting, Andre memilih kembali ke ruangan Bara.

"Apa maksudmu? Dari mana dia tahu keberadaan Sandra?" ujar Bara geram. Tangannya bersatu di depan dagu. Kesal sekali karena kecolongan hal seperti ini. Bagaimana jika dia melukai Sandra.

"Sepertinya Zachary berhasil menemukan lokasi Nyonya Sandra. Tapi dia tidak sampai masuk ke dalam apartemen. Tuan muda Sky beserta temannya pulang dari sekolah dan membantu Nyonya Sandra," jelas Andre menenangkan Bara yang telanjur emosi.

"Jika saya boleh memberi saran. Sebaiknya keluarga Tuan Bara pindah ke mansion atau rumah lain yang bisa dijaga keamanan serta bodyguard dua puluh empat jam. Itu pilihan yang bagus dibanding apartemen yang lebih privat."

Bara tampak berpikir dengan saran dari Andre. Ada benar juga, dia tidak mau kejadian seperti ini terulang kembali.

"Baiklah, aku akan kembali ke mansion. Minta orangmu untuk mengawasi Sandra dan Sky. Aku akan pulang sekarang."

Andre mengangguk dan mencatat apa yang disampaikan Bara. Sementara Tuannya bergegas ke luar ruangan. Dia buru-buru mengikuti dari belakang. Tak enak rasanya lama-lama di ruangan itu tanpa kehadiran Tuannya.

"Bara, kau mau ke mana? Buru-buru sekali."

Tatapan berkerut dari Brisia menghentikan langkah Bara. Kakaknya tidak berkata akan mampir ke kantor. Apa yang dia mau?

"Kak, nanti saja. Aku akan menghubungimu. Saat ini sedang ada kejadian genting. Bye."

Tak menghiraukan teriakan Brisia yang memintanya kembali. Bara terus berjalan sambil melambaikan tangannya ke belakang.

Biarlah urusan dengan kakaknya nanti saja. Saat ini keselamatan anak dan istrinya menjadi prioritas untuk Bara.

"Dasar anak tidak tahu diuntung. Menyesal ibu melahirkanmu sampai mengorbankan nyawa. Anak yang dilahirkan tidak ada sopan santun dengan yang lebih tua," gerutu Brisia.

Dia lantas berbalik, tidak jadi ke ruangan Bara. Untuk apa tetap ke sana sementara yang ditemui tidak ada di tempat.

Sebelum benar-benar pergi, Brisia menyempatkan diri untuk bertanya.

"Bara mau ke mana?" tanyanya pada sekretaris Bara yang duduk di depan.

"Keluar makan siang Nyonya," jawab si sekretaris.

"Makan siang di mana?" ujar Brisia yang tampak tidak puas dengan jawaban perempuan seksi tersebut.

"Em, kalau itu saya kurang tahu Nyonya. Tiap belakangan Tuan Bara memilih pulang untuk menyantap masakan Nyonya Sandra."

"Cih." Bibir Brisia menyebik tak suka. Bisa-bisanya adiknya seperti orang bodoh yang pulang pergi demi seorang Sandra.

Brisia berlalu tanpa kata. Sepintas ada ide di benaknya untuk datang ke kediaman Bara. Dirinya akan menjadi kejutan mematikan untuk Sandra. Wajah yang begitu ia benci sejak kemunculannya beberapa tahun yang lalu.

***

Bara telah berdiri di depan pintu menunggu Sandra membukakan untuknya. Bisa saja dirinya masuk tanpa banyak bertingkah. Hanya saja, ingin sesekali mengerjai Sandra.

"Kau ...?" sungut Sandra yang tampak syok melihat Bara. Sandra sudah berpikir buruk jika yang datang kembali adalah Zachary. Untunglah firasatnya tidak terbukti.

"Maaf Sayang, bolehkan aku masuk?" ujar Bara secara manis. Entah apa maksudnya.

Menurut, Sandra membuka lebar-lebar pintu apartemen. Mempersilakan Bara masuk.

"Tinggal masuk saja apa susahnya sih. Ya ampun," omel Sandra yang merasa keberatan terhadap tingkah Bara yang aneh.

"Suami pulang 'kan lebih baik disambut manis. Kau ini kenapa malah marah-marah kepadaku?" oceh Bara menggoda.

Tak lupa dia memeluk Sandra dari belakang. Mengendus leher halus nan kencang yang terbuka lebar. Sandra masih mengenakan apron untuk memasak.

"Kau masak banyak Sayang?" tanya Bara yang terheran dengan menu yang cukup banyak.

"Ada Erlangga. Aku hanya menambah camilan untuk mereka main. Kau tahu tidak? Seumur-umur baru kali ini Sky membawa temannya ke rumah."

Sandra mengembangkan senyum tak henti. Paling tidak selama di negara asalnya, Sky jauh lebih bisa bersosialisasi. Tidak buruk juga keputusannya pindah ke sini.

"Wah bagus dong. Di mana mereka?"

"Ada di kamar."

Ting ....

Bunyi bel kembali terdengar. Siapa lagi kali ini yang datang. Sandra melepas apron dan bersiap menuju ke pintu.

Menetralkan degup jantung yang gugup. Berharap bukan orang aneh seperti Kaca yang datang.

***