webnovel

Arman Sang Penakluk

Bagaimana rasanya menyaksikan kematian gurumu di depan matamu? Itulah yang dirasakan Arman, seorang pemuda ras manusia yang hidup di keluarga sederhana. Suatu saat dirinya berguru pada seorang tetua, untuk menaklukan Kingdom lain dan menyatukan dunia! Namun...gurunya dibunuh? Kampung halamannya diserang? Arman yg berhasil bertahan hidup, kini hanya memiliki 1 tujuan. Membalaskan dendam gurunya! Dibantu oleh beberapa sahabatnya dari berbagai Ras serta kakaknya ridho, ia mencari kelompok badik merah yang dipimpin oleh seorang pejabat pemerintahan... Dapatkah Arman membalaskan kematian gurunya dan menjadi sang penakluk dunia penuh misteri ini? Siapakah dalang dibalik pembunuhan gurunya? Akankah Arman memilih balas dendam atau melupakannya? Petualangan penuh balas dendam, persahabatan antar Ras dan makna hidup... Baca hanya di "Arman Sang Penakluk" Saya akan selalu berusaha tiap hari untuk mengupdate ceritanya. Jangan lupa untuk selalu mendukung karya-karya lokal di webnovel. nb : mohon maaf jika dalam penulisan masih terdapat kekurangan, secara baru belajar dalam penulisan novel

Si_Koplak · Fantasie
Zu wenig Bewertungen
402 Chs

Bab 117 - Judul Bab Kosong

Mendengar itu, alis Arman sedikit melompat.

Tepat ketika Arman hendak mencari alasan untuk menolak Arman, lengan putih pucat menyelinap dan terkunci dengan lengannya.

Terkejut, Arman berbalik untuk menemukan Dewi yang tersenyum.

"Benar-benar minta maaf Nita, Aku sudah mengundang Arman untuk menemaniku besok untuk mengunjungi Pusat Kota Wonosari, oleh sebab itu dia tidak bisa pergi dengan kamu untuk mengunjungi perpustakaan itu." tatapan tertegun, Dewi memegang lengan Arman sementara sedikit permintaan maaf bertahan di wajahnya yang halus.

Mendengar kata-kata Dewi, membuat Nita berhenti dan menimbang pikirannya dengan hati-hati. Jika itu adalah gadis lain di kota ini, maka Niya yakin bahwa dia bisa keluar sebagai pemenang berdasarkan kecantikan dan bakatnya, tetapi untuk bersaing dengan Dewi, Nita hanya bisa mengaku kalah.

Melihat wajah Arman yang tanpa ekspresi, Nita lalu memberi senyum mencela diri sendiri dan hanya bisa pergi dengan kekalahan.