Warga dihebohkan dengan kabar berita keracunan masal yang terjadi di sebuah rumah perawatan khusus disabilitas yang terjadi di kotanya. Dalam surat kabar hari itu diterangkan jika setidaknya sekitar 10 orang penyandang disabilitas tewas karena kejadian tersebut, sedang yang lainnya masih dalam perawatan di rumah sakit.
Surat kabar tersebut menjelaskan jika hal itu terjadi beberapa saat setelah mereka yang adalah para penyandang disabilitas melakukan aktivitas rutin makan siang mereka. Masih belum diketahui dengan pasti apa penyebab terjadinya keracunan masal tersebut. Saat ini pihak Kepolisian hanya memberikan keterangan jika hal itu mungkin disebabkan oleh keracunan makanan, dan pihak Kepolisian juga masih menindak lanjuti kejadian itu lebih lanjut, tutup berita di surat kabar tersebut.
Sersan Hendrik dan Hanna turut terjun ke tempat kejadian, pihak forensik telah mengambil sampel dari makanan yang mereka konsumsi untuk diteliti di laboratorium.
Mirisnya, rumah perawatan itu dikelola langsung oleh pihak Pemerintah kota. Jelas kejadian ini akan mencoreng nama baik Pemerintah, yang tentu saja akan dianggap tidak becus dalam mengelola rumah perawatan khusus disabilitas tersebut.
Terlebih di situasi saat ini, sejumlah warga telah mengeluhkan bagaimana kinerja Pemerintah dalam penanganan kasus pembunuhan berantai yang sampai saat ini belum terungkap. Ditambah dengan kejadian ini, tentu saja pihak Pemerintah semakin merasa terpojokkan.
Para Mahasiswa telah melakukan orasi mereka di beberapa titik gedung-gedung Pemerintah yang ada di kota tersebut, mengecam keteledoran para petugas di rumah perawatan yang di bawahi langsung oleh pihak Pemerintah dalam kasus tersebut. Membuat situasi semakin bertambah buruk saat itu.
Di tempat kejadian, kini pihak kepolisian bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan segera melakukan audit pada rumah perawatan khusus penyandang disabilitas tersebut. Sebagai langkah awal sembari menunggu hasil sampel dari makanan yang telah dikirim ke laboratorium saat ini.
Setelah melakukan penelusuran, tim yang tergabung dari pihak Kepolisian dan Badan Pengawas Obat dan Makanan itu memeriksa kelayakan bahan-bahan makanan di tempat itu. Tidak ditemukan adanya penyimpangan dalam hal tersebut, bahan-bahan makanan yang berada di tempat itu semuanya memenuhi standar yang berlaku, walau nyatanya kualitasnya tidak setara dengan dana yang telah disalurkan oleh Pemerintah, namun bahan-bahan tersebut masih memenuhi standar yang ditentukan. Tentu saja pihak Kepolisian akan mempertanyakan perihal ini pada bagian administrasi tempat tersebut karena adanya dugaan penyelewengan dana dari Pemerintah.
Setelah memastikan semua bahan makanan lulus uji standar yang berlaku, kini tim mereka beralih pada kelayakan sistem sanitasi pada tempat tersebut, dan bagaimana SOP para pekerja di tempat itu, terutama yang bekerja di area dapur atau produksi saat itu, apakah lulus dalam penerapan standar operasional yang berlaku.
Untuk sekali lagi tidak ditemukan adanya penyimpangan dalam hal tersebut, semua dioperasikan dengan sangat baik dalam kebersihan alat masak, sistem pembuangan, dan SOP yang diterapkan para petugas produksi di dapur tersebut, seperti penggunaan uniform koki yang standar, memakai jaring rambut, sarung tangan memasak, penutup wajah dan lain-lain, guna mencegah kontaminasi pada makanan yang mereka produksi. Semua terlihat baik dan sesuai standar yang berlaku saat itu. Lantas apa penyebab terjadinya keracunan makanan saat itu, pikir Hanna yang saat itu ikut tergabung ke dalam tim tersebut dengan ijin khusus.
"Apa ini sebuah kecelakaan atau mungkin hal ini adalah sebuah kesengajaan?" tanya Hendrik.
"Entahlah, kita masih harus menunggu hasil dari laboratorium!" tukas Hanna.
Hanna mengeluarkan notenya dan segera mencatat hasil investigasi di tempat itu, ia seperti menyadari suatu hal namun urung diungkapkannya.
******
Hanna mencari keberadaan Siska, ia memeriksa kamar adik sepupunya itu namun tidak menemukannya. Beberapa hari ini Siska semakin menjadi-jadi mengurung diri di kamarnya pasca diputuskan oleh Davine. Hanna juga merahasiakan kasus penikaman yang terjadi pada Davine dari Siska, ia tahu jika Siska mengetahui hal itu ia pasti akan kembali menemui Davine. Untungnya kasus tersebut belum diangkat ke dalam surat kabar setempat. Saat ini para wartawan lebih terfokus pada kasus keracunan makanan yang menimpa para penyandang disabilitas saat ini.
Hanna yang baru saja merebahkan tubuhnya di atas kasur kembali harus bangkit karena panggilan pada smartphonenya yang di letakan di atas meja tepat di samping tempat tidurnya itu.
"Hanna, hasil dari laboratorium sudah keluar, dan kau harus melihat ini!" tegas Hendrik pada panggilan itu.
"Bagaimana hasilnya Kak,?" tanya Hanna yang sudah sangat penasaran.
"Datanglah ke kantorku saat ini juga!" perintah Hendrik.
******
Hanna mengetuk pintu ruangan Sersan Hendrik. Pria di dalam ruangan itu menyuruhnya untuk masuk dengan setengah berteriak.
"Masuklah Hanna!" ujar Hendrik dari dalam ruangan tersebut.
Hanna segera membuka pintu yang tidak terkunci saat itu. Terlihat sersan Hendrik sedang memegang salinan hasil laporan dari laboratorium yang didapatnya.
"Bagaimana hasilnya?" tanya Hanna tanpa basa-basi.
Sersan Hendrik segera menerangkan hasil forensik dari laboratorium tersebut pada Hanna. Diketahui ada zat berbahaya yang terkandung dalam sampel makanan yang telah diteliti. Zat tersebut teridentifikasi sebagai timbal asetat, zat beracun yang lazimnya digunakan dalam pembuatan kosmetik dan pewarna pada rambut. Tentu saja mengonsumsi senyawa tersebut dapat menyebabkan kerusakan organ dan kematian pada individu yang mengonsumsi zat berbahaya tersebut.
"Zat ini dulunya juga sempat digunakan dalam pembuatan pemanis makanan, namun setelah toksisitasnya diketahui, hal itu segera dilarang dengan keras!" jelas Hendrik.
"lalu bagaimana bisa zat berbahaya tersebut bisa terkandung di dalam makanan yang mereka konsumsi?" tanya Hendrik mengambang.
Hanna terlihat diam, berusaha mencari semua kemungkinan yang bisa saja terjadi.
"Jika hal itu tidak disengaja, maka kemungkinannya akan sangatlah kecil!" tukas Hanna.
Sersan Hendrik mengangguk, ia masih menunggu penjelasan Hanna selanjutnya.
"Yang pertama, kita sudah melihat dan bertemu dengan para pekerja di dapur produksi rumah perawatan tersebut, jika zat itu berasal dari kosmetik yang mereka gunakan, anggap saja tanpa sengaja terkontaminasi ke dalam makanan yang mereka olah, itu sangatlah kecil kemungkinannya!" Jelas Hanna.
"Seperti yang kita tahu, mereka menjalankan SOP mereka dengan sangat baik. Untuk para pekerja di bagian produksi, mereka wajarnya tidak mengunakan kosmetik saat bekerja, meski itu wanita sekalipun!"
"Bahkan hal itu dilarang di beberapa restoran dalam SOP mereka!" tegas Hanna.
"Beda halnya untuk frontliner yang bekerja langsung dan harus menjaga penampilan mereka!" jelasnya lagi.
"Jadi dengan kata lain ada oknum yang dengan sengaja melakukan hal tersebut?" tanya Hendrik.
"Setidaknya hal itulah yang terpikirkan olehku saat ini!" tukas Hanna.
"Lalu apa tujuannya melakukan hal tersebut?"
"Apakah ini termasuk ulah sang pembunuh berantai itu?" tanya Hendrik, ia sedikit mengacak-acak rambutnya.
"Sekali lagi aku tanyakan padamu, dalam kasus ini menurut Anda siapa yang akan merasa paling dirugikan?" jawab Hanna balik bertanya.
******
Hanna menghampiri Siska yang sedang duduk di sebuah taman seorang diri. Wanita itu tampak sibuk dengan smartphone lengkap dengan earpods yang di kenakannya.
"Sedang apa kau di tempat ini seorang diri?" tanya Hanna.
"Aku hanya bosan karena terlalu lama berdiam diri di rumah. Itu saja!" jawab Siska. Ia melepaskan earpods yang dikenakannya.
"Itu bagus. Tentu saja kau akan lelah setelah mengurung diri di kamar seperti itu!" Hanna memberikan salah satu coffee kemasan kaleng yang dipegangnya pada Siska.
"Ya, kau benar, tentu saja aku lelah!" jawab Siska sembari menyambut coffee tersebut.
"Hey, apa kau ingat dulu kita sering sekali bermain di taman ini sewaktu kecil?" tutur Hanna sembari mengingat masa lalu mereka.
"Ya, kita selalu bermain seolah-olah aku adalah seorang pemilik kafe dan kau sebagai tamunya!" ujar Siska. Ia tersenyum akan ingatannya kala itu.
"Aku selalu memesan coffee, namun kau hanya menuangkan segelas air putih dan mengatakan padaku jika itu adalah coffee!"
"Like a ... ini Pak, pesanannya!"
"Dan bodohnya aku menerimanya begitu saja!" jelas Hanna.
Mereka berdua tertawa bersama mengingat kebodohan mereka saat itu. Hal yang tak akan pernah bisa diulang kembali, masa di mana semua terasa begitu indah tanpa adanya masalah yang berarti dalam kehidupan mereka, pikiran mereka melayang mengudara, setidaknya mereka bersyukur masih dapat kembali bertemu saat ini, walaupun dengan keadaan yang tidak bisa dikatakan baik-baik saja.