webnovel

One More Step

"Aku tidak bisa memberitahu Anna tentang pekerjaanku ini, Paman." Malik berdiri di dekat jendela besar, ia menatap hutan kecil yang ada di belakang rumahnya.

"Tapi, cepat atau lambat, Tuan harus mengatakan semuanya. Anda memiliki musuh yang tak terhitung jumlahnya. Nona harus segera belajar bela diri atau sesuatu yang bermanfaat untuk pertahanan."

Malik sudah tahu itu, tetapi ia cukup khawatir. Bagaimana kalau Anna tidak bisa menerimanya? Walau pada awalnya dia memang menentang pernikahan tersebut, tetapi lambat laun, dia ingin mempertahankan Anna. Namun, tentu Malik tidak bisa berpura-pura seperti ini terus. Ia harus mengatakan sejujurnya, siapa dia, apa pekerjaannya, juga semua hal yang harus diketahui oleh istrinya.

"Aku akan memberitahunya nanti, Paman."

Memberitahu nanti, itu yang dikatakan oleh Malik. Tetapi tidak ada yang tahu, kapan tepatnya nanti yang dimaksud oleh tuannya itu. Malik memang berani dalam melakukan misi besar, namun sepertinya untuk mengenai rumah tangganya, Malik terlalu banyak pikiran. Terlalu banyak pertimbangan dan kekhawatiran.

*

"Kamu udah tidur?" Anna membalikkan tubuh, tidur terlentang dengan tatapan menerawang ke atas.

Kejadian tadi siang masih membuatnya kesal sampai detik ini. Bertemu dengan mantan hanya membuka ingatan yang paling tidak ingin dia ingat. Terlebih Joni, merupakan salah satu mantan yang hanya memberikan ingatan buruk pada Anna.

Malik membuka matanya sedikit, ia tidak mengantuk, tetapi mengobrol dengan Anna, membutuhkan tenaga ekstra. Ia harus mengendalikan detak dada, sekaligus mendengarkan ucapan dari wanitanya itu. Bukankah melakukan dua hal sekaligus cukup sulit?

"Belum, Anna. Kenapa emang?" tanya Malik dengan nada suara berat.

Anna menghela napas panjang. Banyak hal yang berputar dalam otaknya. Mengenai cinta pertama Malik, apa yang dilakukan Malik saat pacaran, berapa mantan yang dimiliki oleh suaminya, dan masih banyak lagi. Namun apa yang ada di otaknya tidak mungkin bisa dijawab oleh pria yang tidak pernah menjalin hubungan juga pria yang tidak mengenal wanita secara intim. Jelasnya, Malik, pria pure perjaka.

"Tadi aku ketemu mantan," lontar Anna. Ia tak ingin menyembunyikan apa pun, seburuk-buruknya yang terjadi hari ini, Anna tetap mengatakannya pada suaminya itu.

Jedar!

Debar dada Malik seakan meledak, kemudian terhenti beberapa saat. Ada rasa marah, geram, dan rasa yang sangat membuatnya gila.

Siapa mantan yang dimaksud istrinya? Siapa yang lebih tampan? Lebih kaya? Dan yang paling penting, apakah Anna masih memiliki perasaan pada pria itu?

Tenang! Tenanglah bodoh!

Malik berusaha menenangkan diri, menarik napas pelan dan mengembuskannya.

"Tapi kamu tenang aja, aku, wanita yang punya komitmen tinggi. Mantan itu cuma mantan, tidak ada hubungannya dengan masa depanku." Anna tak ingin suaminya salah paham.

"Aku hanya kesal saja!" tambah Anna.

Malik belum mendengar cerita apa pun dari Lily atau pun dia bodyguardnya. Ia pikir semua berjalan dengan baik.

"Apa yang dia lakukan?" tanya Malik. Ia masih belum lega, hatinya masih merasa sedikit khawatir.

"Ya biasalah. Dia memggodaku, dan...." Anna menghentikan kalimatnya.

"Dan, dan apa?" Malik langsung bertanya tak sabar.

Anna memiringkan tubuhnya, kini ia menatap Malik dari bawah lampu yang temaram. Garis tegas nampak jelas. Alis tebal yang sedikit naik itu menunjukkan bahwa saat ini Malik sedang tidak baik-baik saja. Dan mengetahui hal itu, Anna hanya bisa tersenyum samar. Ternyata lucu juga melihat suaminya cemburu.

"Ya seperti biasa. Sok kenal sok dekat!" tandas Anna.

'Dia tidak melakukan apa pun, kan?' batin Malik.

Malik merasa khawatir. Bagaimana bisa anak buahnya mengkhianatinya seperti ini? Harusnya mereka memberitahunya atas apa yang terjadi.

Anna menyentuh ujung hidung Malik. "Apa yang kau pikirkan?"

"Dengarkan aku, kau tidak perlu memarahi siapa-siapa termasuk anak buahmu itu. Aku yang menyuruh mereka diam." Anna tahu jika dia mengatakannya sore tadi, Malik pasti langsung marah. Karena itu, Anna menundanya sampai keadaan yang memungkinkan.

"Lain kali kalau ada yang mengganggumu, kau langsung telepon aku!" titah Malik tegas. Sepertinya ia harus beradaptasi secepatnya, ia harus mengubah beberapa sikapnya.

"Baiklah-baiklah."

Anna menggeser tubuhnya, kepalanya jatuh pada dada bidang Malik. Hangat dan kokoh, begitulah sensasi yang dirasakan oleh Anna.

"Hmmmm...." Anna berdeham menggoda.

Sudah lama dia menikah dengan Malik, teritung sekitar 3 bulan. Dan sampai detik ini mereka belum melakukan hubungan itu sama sekali. Anna sendiri tidak terlalu memikirkannya, tetapi ada satu hal yang sangat diinginkan oleh Malik, dan untuk mewujudkannya ia butuh Malik.

"Ada apa Anna?" tanya Malik dengan suara datar.

Anna sendiri sudah terbiasa dengan sikap Malik yang sangat cuek, tidak terlalu peka, jarang memuji tetapi Malik tahu bagaimana cara memperlakukan wanita.

"Tidak ada apa-apa. Aku ada permintaan Malik." Anna mendongak, matanya membulat besar seakan dia menginginkan sesuatu. Sangat menggoda!

Glek!

Malik menelan salivanya. Kenapa suasana seketika berubah? Terutama istrinya, tatapan, cara bicara dan cara menatapnya, semua berbeda. Seakan mengundangnya, namun Malik tidak ingin termakan dengan rayuan dan godaan tersebut, ia pria berharkat dan bermartabat. Ia akan melakukannya jika istrinya mengajaknya lebih dulu. Karena hubungan itu atas dasar suka sama suka, dan ijin pada salah satu pihak.

"Permintaan apa Anna?" tanya Malik.

Cih! Anna berdecak, ia menepuk dahinya yang tertutup poni. Harusnya dia sudah tahu bahwa hal ini akan terjadi. Suaminya perjaka. Berdasarkan kenyataan tersebut, sangat mustahil kalau suaminya mengetahui tentang rancangan godaan yang dia ekpresikan. Malik pun tipikal orang yang tidak suka basa-basi.

'Ingatlah Sofia, kau memiliki pria unik yang hanya ada satu dalam beberapa abad. Kau tidak boleh melepaskannya! Paham!'

Anna mencoba menyadarkan diri dari lamunan yang tak nyata. Ia bangun dari tempat tidurnya, ia memilih memunggui Malik

Apalagi yang harus dia katakan kalau si target saja tidak tahu tahu? Malik tentu tidak bisa mengatakan jorok, meski ia hanya membacanya dari sebuah buku.

"Pernikahan itu demi ibadah. Bukan demi menutup mulut tetangga atau membungkam satu desa." Nasihat Malik, seolah dia sangat berpengalaman dalam bidang itu. Tetapi yang sebenarnya, Malik cukup sulit. "Di dunia ini, ada kerjaan nyaman atau tidak. Itu tergantung apa yang kamu pikirkan. Semakin berpikiran tidak baik. Maka selamanya akan semakin tidak ada pertikaian seperti itu sebelumnya.

Malik mendekatkan wajahnya, Anna yang kaget langsung mundur sampai punggungnya menabrak dinding kasur.

"A-apa yang kau lakukan Malikl?" Anna menarik selimut sampai menutupi bagian dadanya. Ia belum siap.

Ya sangat tidak siap dan ini, terlalu cepat baginya. Dan mungkin juga sangat berat untuk calon suaminya itu. Mereka datang untuk, berlibur bukan untuk muter-muter di kota

"Kita memang menikah, tetapi...." Anna terdiam, sulit rasanya mulutnya keluar. Ia tahu apa konsekuensi yang akan diterimanya. "Kau paham maksudku, kan?"