webnovel

AndurA

Dua sosok berbeda dalam satu tubuh. Itulah aku! Gelap, kelam, dan tak tersentuh! Itulah sisi lain dar bayangan tergelapku. Lalu sisiku yang lain seakan tersingkir sejak aku kehilangan semua hal yang kusayangi. Mereka, para Pangeran Iblis itu, menghancurkan hidupku! Hingga aku harus melenyapkan mereka semua dalam satu sentuhan hingga lenyap bagai debu!

Ellina_Exsli · Fantasie
Zu wenig Bewertungen
16 Chs

7. Mereka Iblis?

"Kau benar, kami bukan manusia." jawab seseorang yang tiba-tiba muncul dan berada di depan Axelia. "Kami semua adalah ... Iblis!" sambungnya lagi hingga membuat Axelia terpaku. Axelia semakin membeku saat menyadari bahwa pemuda yang baru saja mengatakan itu tahu apa yang ia ucapkan di dalam hati.

"Dexter, kau membuatnya takut!" cela Axenio.

Dexter menatap Axelia dengan senyum sinis. "Lagi pula apa yang para manusia lakukan hingga tengah malam masih berada di hutan." Dexter bergabung bersama Axenio dan Leon.

Axelia masih diam terpaku sambil menatap tiga pemuda tampan di depannya. Mereka semua terlihat sangat tampan namun Axelia masih waras karena mereka jelas-jelas tak terlihat seperti manusia. Perlahan kata-kata Arven terngiang di telinga Axelia. Iblis, bahwa dirinya juga termasuk dari mereka. Pemuda-pemuda yang tak jauh darinya.

"Hei, kau tak ingin duduk bersama kami?" tanya Axenio lagi.

Axelia diam. Hingga tiba-tiba sebuah tangan menarik tangannya paksa.

"Biar aku yang membawanya," ucap Revander yang tiba-tiba muncul dan langsung menarik tangan Axelia paksa.

Grep! Satu tangan lagi tiba-tiba menahan tangan Revander. Axelia langsung menoleh takut saat Revander terlihat tak bersahabat.

"Lepaskan," ucap Evard dingin.

"Ohw, wow. Ada apa ini? Evard, sejak kapan kau berada di dunia manusia?" tanya Dexter mendekat.

Evard menoleh dan menatap dingin. Lalu beralih menatap tangan Revander yang masih memegang tangan Axelia. "Lepaskan tangannya, Revander!" ucap Evard lagi penuh penekanan.

"Jika aku tak mau?" jawab Revander tajam.

"Kau menyakitinya, Revander!" kilah Evard dingin. Evard menatap Axelia yang sudah menangis tanpa suara. Detak jantung Axelia berpacu cepat karena rasa takut yang menyelimutinya.

"Hahaha, ada apa denganmu, Evard? Apa kau mengenalnya? Lalu kenapa jika kita menyakitinya? Atau ... membunuhnya?" ucap Revander lagi. Air mata Axelia kian deras saat menyadari keadaan yang tak berpihak padanya.

"Sejak kapan kau membunuh seorang wanita, Revander?" Evard tersenyum dingin namun menatap mata Revander tajam.

Leon yang melihat itu semua bangun dan menghampiri Revander. "Lepaskan gadis manusia ini, Revander. Kau tak lihat? Evard terlihat akan membunuhmu sebentar lagi."

Dexter yang dari tadi diam kini memperhatikan wajah Axelia lebih teliti. Seketika Dexter bangun dan langsung menghampiri Axelia. "Dia ... terlihat mirip dengan Putri Fransya Laqueta."

Kini semua yang berada di situ menoleh. "Siapa?" tanya Revander ingin tahu.

Axenio yang dari tadi duduk langsung ikut mendekat. Melihat wajah Axelia lebih dekat. "Ya ampun, aku baru menyadarinya. Dia benar-benar mirip. Dia mirip dengan tunangan Evard yang telah-"

"Dia bukan dirinya, Axenio! Dia bukan Fransya!" potong Evard tegas.

Revander melepaskan tangan Axelia pelan. Axelia bernapas lega dan langsung mundur ke belakang. Menjauh dari mereka berlima.

"Tapi dia terlihat miri-"

"Dia bukan Fransya!!!" potong Evard kian tegas saat melihat Dexter ingin mengungkapkan kata-kata yang sama.

"Karena dia bukan Putri Fransya, dan aku adalah orang yang menemukannya pertama kali. Maka aku berhak tahu apa yang aku ingin tahu darinya!" Axenio menunjuk Axelia yang diam ketakutan.

"Kau-" Evard mengertakkan giginya.

"Jangan menyela, Evard! Kami ingin tahu tentangnya." Leon terlihat setuju dengan Axenio.

Axenio mendekati Axelia dan tersenyum lembut. "Siapa namamu?"

"A-axelia," jawab Axelia takut.

"Axelia, nama yang cantik. Lalu apa yang kau lakukan disini? Di tengah hutan pada malam hari?" tanya Axenio lagi.

"A-aku-"

"Axelia...! Axelia...!"

Axelia tak melanjutkan kata-katanya saat sebuah seruan dari suara yang sangat ia kenal meneriaki namanya.

"Kay," ucap Axelia lirih.

"Sial! Manusia lain datang. Kita pergi sekarang!" Leon dengan cepat menghilang  diikuti oleh Revander.

"Sayang sekali, aku tak bisa tahu banyak tentang gadis cantik sepertimu. Tapi aku senang bertemu denganmu, Axelia." Axenio mendekati Axelia dan berbisik pelan. "Aku sangat berharap bisa bertemu dengan gadis cantik sepertimu. Selamat tinggal," Axenio berlari di tengah gelapnya hutan bersama Dexter lalu menghilang.

Evard menatap Axelia dingin. "Pulanglah, kekasihmu tengah mencarimu." Evard berlalu dari Axelia dengan wajah dingin.

"Terimakasih," ucap Axelia pelan meski tak yakin Evard mendengar kata-katanya.

"Axelia...!"

"Kay...!"

Axelia berlari dan langsung memeluk tubuh Kay erat.

"Kemana kau akan pergi? Kenapa tak datang padaku? Kau baik-baik saja?" Kay mendekap tubuh Axelia khawatir.

"Aku-" Axelia tak melanjutkan kata-katanya dan mengingat semua kejadian yang baru saja ia alami. "Ya, aku baik-baik saja, Kay." jawab Axelia pelan.

"Nenek menunggumu dirumah dengan khawatir. Kita pulang sekarang. Aku tak tahu apa yang kau alami, tapi Nenek sangat menyayangimu, Axelia. Dan kau juga tahu itu." Kay mengusap kedua pipi Axelia lembut.

Axelia mengangguk. "Maafkan aku."

Kay tersenyum lembut dan mencium puncak kepala Axelia. "Kau tahu? Aku sangat mengkhawatirkanmu."

Ingatan Kay melayang saat tiba-tiba jendela kamarnya terbuka. Tak lama kemudian sosok pria yang tak asing masuk dan menceritakan semuanya. Ya,  pria itu adalah Arven. Arven tahu bahwa Ratunya akan luluh dengan Kay. Hal lain yang Arven jaga adalah, tak menampakkan diri pada lima Pangeran iblis sebelum kekuatan Axelia benar-benar sempurna.

"Dia orang yang baik. Meski kita mengenalnya dengan sebutan Paman gila yang mesum," ucap Kay dalam hati.