"Biasa, anak manja." Kata Andika.
Yatna dan Yatno tertawa.
Mereka bertiga datang menghampiri Maya dan ayahnya.
"Bagaimana kabarmu." Akna mengangkat tangannya.
"Ya aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu." Raika juga mengangkat tangannya.
"Ya sama, aku baik-baik saja." mereka berdua melakukan tos. "Jadi, di mana tamu undangan rapat kita siang ini?" Tanya Akna.
"Mereka belum datang, mereka baru sampai di pelabuhan." Kata Raika.
"Sepuluh menit lagi juga mereka datang." Kata Andika.
"Cepat sekali. Jarak dari pelabuhan kepemerintahan pusat itu jauh sekali, walaupun naik kereta kuda baru sampai nanti sore." Kata Yatna. Kaget mendengar perkataan Andika.
"Kalian lihat saja nanti."
Tak lama datang salah satu teman ayah Andika. Dia adalah Jenderal Polisi kerajaan Megazila, Yadirna Kamasa. Dia datang bersama anak angkatnya Salsa Kamasa. Tapi Salsa tidak pernah mau menerima marga pemberian Yadirna.
Seperti biasa Yadirna selalu berjalan sambil memegang handphone lipatnya bahkan setiap saat. Padahal handphone lipatnya belum mendapat persetujuan.
"Hey benda itu belum disetujui, kenapa kau masih memakainya!" kata Raika
"Tenang saja. Selama bukan smartphone tidak apa-apa." Yadirna menjawab santai.
"Sudahlah, kalian berdua kalau bertemu tidak pernah akur. Sekali-kali cobalah untuk akur." Akna melerai pertengkaran mereka berdua.
"Percuma saja, kami tidak akan bisa akur." Kata Raika.
Andika melihat Maya, entah kenapa Maya seperti menahan sesuatu.
Sukirto datang menghampiri mereka. "Sudahlah, kalian malah bertengkar di luar. Aku sudah menunggu kalian di dalam."
"Kalau begitu aku masuk duluan. Salsa kau bisa menjaga diri kan."
Salsa hanya mengangguk.
"Oke. Baiklah, ayo segera masuk. Kita tinggal menunggu tamunya."
Mereka semua masuk ke gedung pemerintahan meninggalkan anak-anaknya di luar.
Tiba-tiba saja Maya loncat memeluk Salsa. "Akhirnya ketemu juga."
"Ya." Salsa balas memeluk Maya.
"Kalian ini kenapa?" Tanya Yatna.
Maya melihat sekeliling. "Sebenarnya kami berteman. Tapi kami menyembunyikannya aku takut ayahku marah jika berteman dengan Salsa."
"Ayah kalian tidak marah kalau kalian berteman. Memang berteman itu salah." Kata Yatna.
"Tidak, hanya saja ~
Salsa melihat ke arah Yatno. Salsa menghampirinya lalu menarik kerah bajunya. "Ayo bayar hutangmu sekarang." Kata Salsa.
"Iya–iya tenang dulu. Sekarang lepaskan tanganmu itu dari bajuku." Kata Yatno.
Salsa melepas tarikan kuatnya. Yatno mengambil uang yang berada di sakunya lalu memberikannya ke Salsa.
"Hutang? Bagaimana kau bisa." Tanya Yatna.
"Sepertinya aku belum cerita ya. Saat itu ~
Biar aku ambil alih ceritanya.
Saat itu Yatno mendaftarkan dirinya masuk ke sekolah Khusus Militer. Dia membawa semua berkas yang diperlukan tapi dia hanya lupa membawa uang pendaftaran.
Di ruangan pendaftaran.
"Jadi bagaimana pak. Saya lupa membawa uang pendaftaran?" Kata Yatno
"Hmm." Bingung. "Bagaimana ya. Kamu harus membayar biaya pendaftarannya dulu."
"Tapi ayah dan ibuku sedang tidak ada di rumah."
"Yaa, seperti itu. Kalau mau masuk kamu harus bayar biaya masuknya terlebih dahulu."
Tiba-tiba Salsa masuk dengan paksa dengan menendang pintu, "Kenapa lama sekali sih pendaftarannya aku juga mau mendaftar." Melihat ke arah Yatno. "Ada apa dengannya paman?" Tanya Salsa.
"Dia tidak bisa melunasi biaya pendaftarannya." Jawabnya.
Salsa menghembuskan nafasnya. Dia menghampiri Yatno. Salsa melunasi biaya masuk Yatno. "Makannya kalau tidak mampu bawa SKTM. Keluar sana, ingat kau harus menggantinya." Kata Salsa
Yang tidak tahu SKTM, surat keterangan tidak mampu.
Jadi begitulah ceritanya. Setiap kali Yatno ingin membayar hutangnya, Salsa selalu tidak ada dan Jika Yatno tidak membawa uangnya, Salsa selalu datang menagih hutangnya. Seperti itulah ceritanya.
"Oh. Seperti itu kejadiannya lalu kenapa kau sekolah di Samaara bukannya di sekolah Khusus Militer?" Tanya Maya.
"Ayahku yang menyuruhku keluar dan sekolah di sekolahnya." Kata Yatno.
"Lihat itu! Ada sebuah hewan terbang besar berbentuk aneh mengarah ke sini." Kata Yatna, kaget karena baru melihatnya.
"Makhluk apa itu? Naga? Atau burung." Maya juga kaget saat melihatnya.
Bukan hanya mereka semua orang yang ketakutan dan lari menyembunyikan diri karena suara bisingnya. Padahal hanya helikopter. Helikopter itu mengelilingi gedung pemerintahan dan akhirnya mendarat di tanah lapang di samping gedung tidak jauh dari tempat Andika dan teman-temannya berada.
"Gawat dia mendarat di sini. Bagaimana ini." Maya panik saat melihatnya mendarat.
"Tenang aku yang akan melindungimu." Kata Salsa. Mencabut pedang dari sarung pedangnya.
"Tidak perlu takut benda itu bukan naga atau hewan buas. Itu hanyalah helikopter perang biasa." Kata Andika.
"Helikopter? Hewan apa itu?" Tanya Yatna.
"Bukan hewan tapi kendaraan udara yang terbang dibantu oleh baling-baling yang berada di atas badan helikopter." Andika menjelaskan.
Keluar seseorang laki-laki berambut hitam panjang, mengenakan kacamata hitam, dan menggunakan baju serba hitam. Dia adalah panglima militer Javaind, Karta Gustri. Dia melepas kacamata hitamnya. "Baiklah mas-mas dan mbak-mbak silakan keluar, sudah sampai tujuan." Berkata seperti seorang kenek metromini.
Keluar tiga orang lainnya. Dua perempuan dan satu laki-laki.
"Seperti biasa, lawakanmu tidak pernah berubah." Kata perempuan itu menggunakan kacamata hitam. Dia adalah menteri perikanan dan penjaga kelautan Javaind, Susi Ayu.
"Jadi di mana ruang rapatnya?" Melihat sekeliling. "Sepertinya banyak sekali anak-anak ya di sini." Dia adalah Seto Raton. Seorang yang sering disebut pahlawan anak-anak di Javaind. Dia adalah menteri Hak Asasi Anak disingkat HAA.
"Dan juga banyak perempuannya." Dia adalah menteri pemberdayaan perempuan Javaind dan juga seluruh benua Bandasa. Putri Dewi Kartina Raton. Orang biasa menyebutnya Bu Karti.
Karta turun dari helikopternya. Dia membantu tiga orang tadi untuk turun dari helikopter. Lalu keluar juga beberapa orang dari helikopter itu.
"Benar-benar kerajaan yang indah sama seperti dulu, tidak pernah berubah." Kata Karta.
"Kalau menurutmu begitu tapi menurutku kerajaan ini seperti pedesaan. Tidak banyak gedung-gedung, kendaraan motor dan mobil. Sungguh tempat yang tenang untuk peristirahatan terakhir." Kata Seto.
"Kau ingin mati ya. Seto." Tanya Karti.
"Tidak hanya saja ~
"Hanya saja kerajaan inilah yang banyak mengambil ikan-ikan di perairan kita. Entah berapa banyak yang telah aku tenggelamkan masih saja ada yang mencuri." Kata Susi, geram karena banyak nelayan dari Megazila yang telah mengambil ikan di laut Javaind.
"Sudah tenanglah lagi pula mereka serumpun dengan kita." Kata Karta
"Serumpun sih serumpun tapi jangan terus-terusan, lama-lama kebaya kita bisa diambil oleh mereka." Kata Susi.
"Tenang saja."
"Tenang-tenang your head!"
Setelah puas bercanda mereka berjalan masuk ke gedung pemerintahan, di tengah jalan Andika menyapa Karta. Karta menyuruh tiga orang menteri tadi untuk pergi duluan.
"Halo paman." Andika melihat sekeliling. "Rizal dan Lail ke mana?"
Oh mereka. Sebentar lagi juga datang, kau tahukan kalau mereka tidak suka naik helikopter." Kata Karta.
"Rizal, Lail?" Maya bingung.
"Lihat itu ada benda aneh lagi yang datang." Kata Yatna.
"Itu dia, baru dibilang."
Datang beberapa mobil melewati jalanan, beberapa orang bingung melihatnya karena baru pertama kali melihatnya. Mobil itu berhenti di samping helikopter tadi. Keluar beberapa pelayan dari mobil itu, mereka membuka pintu mobilnya. Rizal keluar dari mobil.