webnovel

Jebakan

Setelah beberapa jam, Rein dan lainnya akhirnya mulai mendekati desa Druk. Mereka sesekali bertemu dengan monster, tapi mereka dengan mudah mengalahkannya.

Mereka berlari dengan pelan dan sesekali berhenti untuk memastikan tak salah arah. Meskipun Penghalang telah melemah bukan berarti sudah hilang.

"Kita akan sampai di desa Druk sekitar dua jam lagi. Bertahanlah!"

"Aku penasaran bagaimana kau tahu jaraknya?"

"Di desa Druk ada sebuah penanda khusus yang hanya diketahui dan terlihat oleh sihir unik. Hanya itu saja yang bisa aku beritahu."

Iris mengangguk tanda mengerti. Banyak yang berkerja sebagai pemandu di desa Druk. Mereka pasti memiliki semacam teknik khusus agar tak tersesat dan bisa kembali ke desa dengan aman dan mudah.

Jika orang luar tahu teknik atau trik rahasia penduduk desa Druk, mereka akan kehilangan pekerjaan mereka.

"Jika dugaanku benar, musuh akan segera melakukan serangan. Jika mereka ingin menghabisi kita, ini adalah kesempatan terakhir."

"Bisakah kau tak mengatakan suatu hal yang mencemaskan?"

"Aku hanya menyampaikan fakta. Lagipula perjalanan kita terlalu mulus. Apakah kau tak merasa aneh?"

"Sedikit. Tapi bukankah lebih baik kalau tak ada hal buruk yang terjadi dan kita bisa kembali dengan selamat?"

Rein mendesah kecil.

"Aku tak tahu bagaimana bisa kau bisa senaif itu setelah semua yang terjadi. Sebaiknya kau siap untuk hal yang terburuk."

"Hehe.. meskipun hal buruk terjadi, kau akan melindungiku kan?"

Rein tak langsung menjawab. Dia merasa ada suatu yang aneh.

"Kontrak kita menyebutkan 'aku akan melindungimu selama itu memungkinkan. Jika tidak bisa, aku bebas mengabaikanmu'. Aku harap kau tak lupa dengan kontrak itu."

"Tentu saja aku tak lupa, tuan Pemandu hehe.."

Rein sering dipanggil sebagai seorang yang menjengkelkan, kali ini dia merasa dibuat jengkel oleh nona bangsawan.

--Apa yang dikatakan Rein akhirnya menjadi kenyataan. Mereka kembali diserang, tapi bukan oleh monster.

Musuh berjumlah sekitar 20 an dengan berbagai macam senjata di tangan mereka. Ada yang juga menggunakan sihir dan menyerang dari jarak jauh.

"Sepertinya kau membuat masalah sehingga banyak yang ingin membunuhmu, nona Iris."

"Mereka hanya iri padaku yang terlalu banyak bakat."

Tak seperti sebelumnya, Rein kini bergabung dengan kelompok Iris. Dia menggunakan pedang karena lebih mudah untuk bertarung dalam kelompok.

Awalnya mereka bisa bertarung dengan seimbang, tapi karena kalah jumlah, Iris dan lainnya mulai terpojok.

Tak punya pilihan, Rein akhirnya mulai serius.

Awalnya dia mengira kalau musuh adalah kelompok pembunuh bayaran yang profesional, namun setelah melihat pola bertarung mereka, Rein sadar kalau mereka seperti kelompok bandit yang bertarung dengan anggota seadanya.

Mudahnya, musuh adalah kumpulan orang orang yang memiliki berbagai macam Job dan bertarung dalam sebuah party besar.

Jika dugaanku benar.. mereka semua..

Rein tak memiliki keraguan lagi dan akhirnya mulai menghabisi salah satu musuh dengan menebas menjadi dua. Dalam situasi normal, jika ada salah satu rekan yang tewas atau terluka, pasti akan ada semacam reaksi. Sayang, tak ada reaksi dari mereka justru membuat Rein semakin yakin dengan dugaannya.

"Mereka semua dikendalikan oleh sihir Pengendali Pikiran. Jangan ragu dan habisi mereka semua."

"!?"

Iris dan para Slave Knight terkejut. Terkejut bukan hanya karena identitas musuh yang menyerang, tapi juga identitas musuh yang sebenarnya.

Job dengan tipe pengendali cukup langka. Dan Job dengan kemampuan pengendali pikiran lebih langka lagi. Dan melihat jumlah yang bisa dikendalikan, musuh mereka lebih kuat daripada yang diperkirakan. Butuh banyak uang dan koneksi untuk menyuruh sosok seperti itu mau menghabisi Iris.

Yang menjadi pertanyaannya, apa yang disembunyikan Iris sehingga dia pantas dihabisi oleh sosok sepenting itu?

Aku hanya bisa berharap musuh kami adalah manusia, jika bukan. Aku dalam masalah besar.

Selama memainkan Seven Hearts dia paling trauma dengan musuh tipe pengendali pikiran. Itu juga menjadi sumber stress karena dia harus mengulangi permainan karena dipastikan permainan akan berakhir ketika musuh itu muncul.

Setelah bertarung cukup lama, mereka berhasil mengurangi jumlah musuh. Ke-empat Slave Knight terluka cukup parah karena mereka tak hanya harus melindungi diri sendiri, tapi juga Iris. Syukurlah berkat itu, Iris hanya mengalami luka ringan.

"Sial!! Jika seperti ini, aku harus lebih serius berlatih menghadapi manusia lain."

"Aku tak mengira kau memiliki kelemahan seperti itu, tuan Pemandu."

"Tch!!"

Rein bisa dibilang salah satu orang kuat karena mampu membunuh monster berlevel tinggi, sayang dia akan kewalahan jika bertarung dengan manusia lain karena kurangnya pengalaman dan teknik bertarung.

"Musuh hanya tersisa lima, kemungkinan mereka yang paling kuat dan merepotkan."

Mungkin karena musuh mulai berkurang, jumlah yang dikendalikan menjadi lebih baik. Itu tidaklah aneh karena mengendalikan banyak orang butuh kekuatan mental yang besar. Alasan ini pula yang membuat Rein dan lainnya masih bisa menghadapinya para musuh.

Para musuh yang tersisa terdiri dari orang dengan Job yang lengkap untuk sebuah party. Merepotkan sungguh kata yang tepat untuk menyebut mereka.

"Nona Iris, jika kau masih sayang nyawamu, aku sarankan untuk menggunakan semua yang kau miliki untuk bertahan hidup." Ucap Rein sambil melirik ke arah para Slave Knight.

Iris awalnya terdiam, tapi matanya terbuka lebar dengan penuh amarah saat mengetahui apa yang Rein maksud.

"Aku tak percaya kau memiliki ide sebusuk itu. Mereka memang Slave Knight, tapi mereka sudah bersamaku sejak kecil. Mereka sudah seperti keluargaku sendiri."

"Jangan munafik!"

"!?"

"Para bangsawan memiliki Slave Knight untuk digunakan dalam situasi semacam ini. Mereka hanyalah sebuah alat untuk bertahan hidup."

"Diam!! Jangan sebut mereka sebagai alat! Aku tak akan pernah memaafkan dirimu jika menyebut itu lagi!"

"Aku tak peduli dengan itu. Aku hanya mematuhi kontrak di antara kita saja. Pikirkan, kau lebih sayang nyawamu atau mereka?"

"..."

Siapapun pasti akan menjawab lebih penting nyawa sendiri. Dan Iris juga berpikiran sama.

"Nona, apa yang dikatakan Jack benar. Kami hanyalah Slave Knight. Nyawamu lebih penting daripada kami. Lagipula ini sudah menjadi kewajiban kami untuk mengorbankan nyawa kami demi keselamatanmu."

Para Slave Knight lain mengangguk tanda sependapat. Keberadaan Slave Knight memang diperuntukkan untuk situasi semacam ini.

Selain itu, mereka tak boleh membiarkan Iris terluka, atau tewas apapun alasannya. Sama seperti Iris, mereka juga menganggap ikatan di antara mereka menyamai ikatan sebuah keluarga.

Karena itulah-

"Nona, pergilah.. Serahkan mereka pada kami."

Para Slave Knight membentuk formasi bertarung.

"Kalian..."

Melihat keputusan mereka sudah bulat, Iris sudah tahu tak bisa membujuk mereka lagi. Air mata mulai menggenangi kedua matanya, tapi Iris langsung mengusap matanya.

Dia lalu melihat ke arah Rein dengan penuh kebencian. Jika dia tak mengusulkan ide itu, mereka tak akan membuat keputusan seperti itu.

Rein tahu apa yang dipikirkan Iris, tapi dia tak peduli. Baginya, yang terpenting adalah keselamatan Iris.

"Mari..."

"..."

Rein dan Iris meninggalkan para Slave Knight. Suara pertarungan antara mereka dengan musuh bisa terdengar, tapi suara itu perlahan mulai menghilang seiring jarak yang mulai jauh.

"Kita sudah dekat.. "

Iris tak menjawab.

Rein tak begitu terkejut dengan sikap yang Iris tunjukkan. Ini mungkin pertama kalinya Iris berpisah dengan orang yang dekat dengannya.

Berkebalikan dengan Iris, Rein dalam hati merasa senang karena akhirnya dia bisa bebas dari pekerjaan merepotkan.

"!?"

Sayang, kesenangan itu tak segera dia dapatkan. Tiba tiba tanah yang mereka pijak bercahaya.

Cahaya itu berasal dari lingkaran sihir yang cukup besar. Siapapun yang membuat lingkaran sihir itu memastikan kalau tak ada yang bisa lolos saat lingkaran sihir itu aktif.

Rein memiliki ingatan yang cukup bagus. Dan dia ingat betul pola lingkaran sihir yang saat ini aktif.

Sebuah lingkaran sihir yang paling dia benci. Sebuah jebakan sihir teleportasi.

"Sia-"

Sosok Iris dan Rein menghilang.