Sandra tiba tiba memeluk juno. Juno merasa risih dan menampik tangan Sandra secara kasar.
"Punya etika enggak sih. ini tempat umum. Awas!" cletuk Juno dengan muka cemberut dan kesal.
Juno berlalu pergi bersama Lily yang masih memeluk Embun. Kaki Lily masih gemetaran dan Juno membantu memapahnya hingga masuk kedalam mobil. Lily dan Juno terlihat seperti sepasang suami istri. Embun masih terlelap di pelukan Lily.
Sedangkan Bimo mengemudikan mobil sendirian. Sepanjang perjalanan Lily hanya diam dan pucat pasi. Juno yang sadar akan hal itu pun sengaja membiarkan Lily untuk mendapat ruang sendiri di dalam pikirannya untuk kembali normal dan tidak panik.
🦜🦜🦜
Sesampainya di rumah Lily membersihkan diri sementara Embun sedang tidur di kamar Juno. Dua cangkir teh hangat sengaja Lily buat untuk dirinya dan juga Bimo. Lily mengantar teh untuk Bimo yang ternyata sedang meringis kesakitan di teras belakang.
"Kamu kenapa Bim? Sakit?" Tanya Lily basa basi.
"Enggak kok enak, rasanya gurih asam manis, kamu mau cobain?" jawab Juno yang sebal dengan basa basi Lily.
"Masa sih, coba... coba" Lily menepuk pas di bagian yang luka.
"Sakit Maemunah.....!" Teriak Bimo sambil meringis menahan sakit.
"Sini aku bantu pijit" Lily menawarkan jasa pijitnya pada Bimo.
"Beneran? tapi geratis kan?"
Lily mengangguk dan mulai memijit kaki Bimo yang terlilit sewaktu berkelahi dengan orang berbadan tambun tadi.
"Kamu pintar juga memijit" puji Bimo pada bakat memijat Lily.
"iya dong, ini sambil di minum tehnya. keburu dingin" ucap Lily sambil memberikan secangkir teh pada Bimo.
Rupanya kegiatan mereka itu terpantau dari CCTV. Seseorang mengamati mereka berdua. Lily dan Bimo bercanda bersama dan tertawa bersama. Seseorang di depan monitor itu bibirnya mengerucut kesal dan sesekali berdecak sambil melipat kedua tangannya ke dada.
Juno datang berjalan menghampiri Bimo dan Lily yang sedang meminum teh bersama. Lily dengan segera berdiri dan membungkuk menyambut tuanya dengan gugup. Lily tidak berani memandang Juno karena tau jika Juno datang untuk menegur perbuatan Bimo di jalanan tadi.
"Kamu, ke kamar. Urus Embun." perintah Juno pada Lily yang berdiri menghadapnya.
"Kamu, jelaskan kenapa kamu sampai bisa berkelahi dengan orang itu tadi." ucap Juno sambil berdiri bersandar pada tiang dan menatap serius Bimo.
" Tadi, begini pak. Dia yang memukul saya duluan saat saya bilang jika dia yang salah karena berhenti mendadak. Tapi dia terus saja berkilah dan menyalahkan saya balik. Katanya saya yang tidak bisa hati hati dalam berkendara. Orang itu yang memukul terlebih dahulu dan saya hanya mencoba membela diri." jawaban Bimo yang terdengar gugup dan terbata bata.
Bimo menunduk dan tidak berani menatap Juno. jawaban Bimo sama persis dengan keteranganya saat mendapat introgasi di kantor polisi tadi.
" Bagus, jadi laki laki memang harus seperti itu." ucap Juno sambil menepuk pundak Bimo yang sebenarnya masih sakit karena terkilir.
Bimo hanya meringis menahan sakit sambil sesaat menatap Juno. Badan Juno yang tinggi 179 dan berat 70kg itu nyatanya sangat jauh dengan proporsi Bimo yang hanya setinggi pundak Juno. Tapikan kecil di pundak Bimo itu pun terasa seperti tepukan besar dan menyakitkan di tempat yang tepat.
"Biasa aja, enggak usah bahagia banget gitu" ucap Juno sambil menepuk nepuk pundak Bimo lagi.
"Ini sakit bapak, pundak saya terkilir saat berkelahi tadi" ucap Bimo sambil meringis menahan sakit.
🐚🐚🌸🌸🦋
Pagi hari, hari ini tidak seperti biasa. Cuaca buruk langit gelap dan angin berhembus kencang. Merasakan sesuatu seperti akan ada hal buruk yang terjadi, Lily sengaja tidak memasak sarapan dan hanya menunggui majikannya tidur dengan lelap.
Dan benar saja, angin semakin kencang. Lily berdiri di depan jendela besar, entah apa yang ada di dalam benak Lily dia dengan sigap menggendong embun yang masih terlelap. Embun yang merasa tidurnya terganggu menangis kencang dan membangunkan sang Papa.
Juno terbangun dan melihat Lily sedang menenangkan Embun.
"Cup... cup... cup.. maaf ya sayang. Diam ya anak cantik.... maafin embak ya sayang" Lily menciumi embun dengan lembut sebagai permintaan maff, tetapi bayi itu sudah terlanjur merajuk.
"Ada apa ly, kenapa kamu gendong embun. enggak biasanya?" tanya Juno sambil menguap dan mengusap usap wajahnya untuk membuka mata.
"Tidak apa apa tuan, hanya saja perasaan saya tidak enak" jawab Lily sambil menenangkan embun dan memberinya susu.
Juno hanya diam dan sesaat melihat Lily lalu memainkan ponselnya sesaat.
wussss....
Brughhh....
Angin kencang itu berhasil menumbangkan pohon besar yang ada di pinggir jalan yang bagian pucuknya menimpa atap rumah Juno. Lily berlari sambil menggendong Embun dan menarik tangan Juno yang duduk di pinggir ranjang.
Mereka berlari keluar dan sesaat plavon dan genting runtuh berserakan, air hujan masuk dengan bebasnya membanjiri rumah Juno.
Juno hanya bisa terdiam terpaku tak bergeming. Lily pun sama hanya diam terpaku sementara Embun menangis dengan lantangnya.
Lily dan Juno masih berdiri di tangga yang basah karena air terus saja masuk seperti air terjun. Saat mulai tersadar Juno memastikan jika putrinya baik baik saja. Embun baik baik saja dan hanya terkejut akan kejadian tadi. Tapi Lily, punggungnya berdarah entah karena apa. Kejadiannya begitu cepat hingga mereka pun tak sadar akan apa yang sebenarnya terjadi.
"Ly, punggungmu berdarah. Sini Embun biar aku yang gendong. Ayo kita ke rumah sakit" ucap Juno dengan panik sambil mengambil alih gendongan putrinya.
Lily hanya diam tak menjawab dan mengikuti begitu saja saat Juno menarik tanganya.
"Mbak, embak ga apa apa?" tanya putri.
Putri adalah seorang asisten rumah tangga yang bertugas membersihkan rumah. Putri berlari kedalam saat mendengar suara reruntuhan. Putri adalah pribadi yang baik tapi sedikit tomboy. Sering berbagi cerita dan makanan bersama Lily. Bagi Lily putri adalah adik perempuannya.
"Enggak, ga apa apa kok cuma lecet sedikit." jawab Lily sambil berjalan masuk kedalam mobil.
Sampailah di rumah sakit, Juno terlihat panik sambil menggendong Embun dan memanggil suster. Para tenaga medis bergegas menangani luka di punggung Lily.
"Bu... Bu..." celoteh embun memanggil manggil Lily sambil merengek meremas remas lengan papa Juno.
"Nanti ya dek, ibunya lagi di obatin."Jawab seorang perawat yang tengah menjahit punggung Lily.
Hanya berbataskan tirai penyekat antara Lily dan Juno. Karena embun terus merengek dan menangis karena ingin di gendong Lily, jadi satu tangan Lily keluar dari tirai untuk bermain dengan Embun. Tetapi tetap saja embun ingin semuanya, bukan cuma tanganya.
"Anak papa pinter, diem ya. itu mbak lilynya lagi sakit. Embun pegang tangan embak dulu aja ya" ucap Juno lembut kepada putri kecilnya.
"Saya kira anda ini ibunya. ternyata bukan ya?" Tutur seorang perawat.
"Bukan sus, saya hanya perawatnya" jawab Lily sambil tersenyum simpul.
"Sudah, selesai. Mbak sementara ini selama 1 Minggu jangan angkat berat ya. tunggu lukanya kering, lumayan banyak ini jahitanya sampai enam jahitan."
" Boleh gendong tapi kan sus?" tanya Lily sambil mengancingkan bajunya lagi.
susuter hanya menggeleng sambil merapikan peralatan. Lily yang melihat reaksi suster hanya bisa diam saja sambil sedikit berfikir.
*Enggak boleh gendong Embun. Apa jadinya dia nanti?* Lily berfikir dalam lamunannya.
"Bu Bu" celoteh embun lagi sambil menarik narik tirai karena tangan Lily sudah tidak ada di sana.
" Bu Bu papa. Bu Bu papa" Hanya kata kata itu yang terus di ulangnya sambil merengek.
"Iya, sebentar lagi sudah kok Bu Bunya" jawab Juno sambil menenangkan embun.
"Embun...."
Mendengar suara Lily, embun langsung berhenti merengek dan melihat ke arah tirai.
" Ba.... ciluk ba..." cletuk Lily menggoda embun sambil membuka tirai tiba tiba.
Gelak tawa Embun terdengar begitu riang. Bayi itu kini tidak rewel hanya dia terus meronta ingin meraih Lily untuk menggendongnya.
"Sayang, mbak lagi enggak bisa gendong Embun. Eh kita beli mam yuk, embun gendong papa ya. sampai mbak sembuh" bujuk Juno pada bayi kecil yang mulai belajar bicara itu.
"Mam... mam..." ucap Juno yang seketika tertawa bersama Lily melihat ekspresi embun yang tiba tiba teralihkan dengan kata makan.
"Aku akan cuti kerja selama kamu sakit ly. Biar aku yang gantian merawat embun. kamu istirahat sampai sembuh dulu"