webnovel

Anak asuhku Anakku

mei_yama · Teenager
Zu wenig Bewertungen
53 Chs

39.

"Cepat membaik ya sayang" ucap Lily sambil menyibakkan dan melihat luka di kaki suaminya.

Terdengar derap langkah kaki itu dengan iringan lirih Isak tangis seorang wanita. Dia adalah Lily, berjalan perlahan mengendap endap bersama putri. Mereka sudah sangat mirip dengan pencuri.

"Terimakasih ya put, sudah mau membukakan pintu untukku." Ucap Lily lirih sambil berkaca kaca.

"Iya mbak" jawab putri lirih sambil menitikan air mata.

"Jaga tuan selama aku pergi ya" pesan lily.

Putri hanya mengangguk sambil memeluk Lily dengan erat. Lily berjalan pergi dengan kesedihan yang menggelayuti. Masih begitu sakit bagi Lily mengingat kejadian yang baru beberapa jam berlalu itu. Seperti masih terngiang ngiang ucapan suami yang akan segera menceraikannya.

Di dalam mobil Lily terus saja menangis meski tanpa suara. Leon yang sedari tadi setia mengantarkan dan menemaninya pun tak banyak bicara. Sesekali Leon melihat Lily dari kaca spion dalam. Terlihat jelas raut kesedihan yang membungkus aura ceria Lily.

🌺🌺💮

"Kau, masih peduli padaku. Tapi kenapa aku tak berani menyapa atau menghentikan langkahmu untuk keluar dari rumah kita. Apa aku terlalu egois dengan opini yang salah ini? Ah... harusnya aku tadi menghentikannya." ucap Juno yang bermonolog dengan dirinya sendiri.

Juno hendak bangun tetapi kakinya benar benar sakit dan mendapat banyak jahitan. Serta kepalanya yang masih pusing dan terasa berat. Semuanya seperti paket komplit yang mencegahnya untuk menemui sang istri.

*Lily, maafkan aku sayang* gumam Juno menyesal.

"Putri!" teriak Juno dari dalam kamarnya.

"Iya tuan" jawab putri sambil berlari.

"Telepon nyonya sekarang, bilang padanya demamku semakin tinggi dan mengigau memanggil namanya" perintah Juno pada Putri yang masih terengah engah setelah berlari.

"Lagi tuan?" ucap Putri yang teringat perintah itu begitu familiar dengan perintah Juno yang sebelumnya.

"Iya!" Jawab Juno sambil melotot menatapnya.

"Baik, tuan" jawab putri sembari menghidupkan benda pipih itu dari sakunya.

~~~~

"Hallo Bu, Bu ini bapak demamnya naik dan mengigau ngigau memanggil nama ibu" ucap Putri.

"Panggilkan saja dokter. jangan panggil aku" Jawab Lily singkat lalu mematikan sambungan telepon.

"Apa katanya? dia akan kesini lagi kan?" tanya Juno dengan penuh harap.

"Tidak, pak. Suruh dokter saja yang datang kata nyonya" jawab putri dengan nada kecewa.

"Mana ponselmu" Juno meminta ponsel Putri.

Panggilan itu mulai tersambung, dengan gelisah Juno menggigit gigit kuku jari tangan dan bibirnya. Seperti harap harap cemas Juno ingin Lily segera mengangkat panggilannya.

"Apa lagi put?" Kata pertama Lily seperti sangat kesal dengan panggilan itu.

"Sa... sayang. Aku minta maaf. Aku mengaku salah. Aku terlalu cemburu dan berfikiran buruk pada kalian"

"Sudah cukup. Aku terlalu hina dan kotor buatmu. Bukankah kau jijik padaku. Untuk apalagi kau ingin aku kembali? Hah?. Silahkan cari saja wanita lain. Aku sudah merelakan mu. Terlalu sakit semua ini bagiku. Ucapanmu itu sudah menghancurkan perasaanku padamu."

"Oh iya, dan untuk bayi ini. Benar dia bukan anakmu. Karena dia adalah hanya anakku. Dia hanya darah dagingku dan tanpa seorang ayah. Jadi untuk kedepannya tak perlu repot untuk hak asuh ataupun menafkahinya. Dia tak berhak mendapat sepeserpun dari hartamu." Ucap Lily begitu tegas dan jelas tanpa suara Isak tangis lagi.

"Sayang, maafkan aku" Ucap Juno dengan Isak tangisnya.

"Buat apa kau menangis? Tangisanmu tak akan menyelesaikan semua ini. Aku kira kau sudah sangat dewasa untuk berpikir sebelum bertindak. Dan aku rasa semua ucapanmu kemarin sudah cukup matang untuk kau ucapkan dengan sadar" Ucap Lily dengan mata yang menatap ke jendela luar.

Leon sesekali melihat Lily dan menatapnya heran.

*Wah, nona ini begitu tegas. Ucapannya bisa membuat pria manapun menangis. mendengar tiap katanya seperti menginjak bara api. Kasihan kau Juno, kau bermain main dengan wanita yang salah*

"Maafkan aku sayang" Ucap Juno masih dengan tangis yang sama.

"Aku sudah memaafkan mu. Tapi aku tidak pernah akan bisa melupakan semua rasa sakit ini meski aku mati." Ucap Lily penuh emosi dan menutup pembicaraan tanpa salam.

💮💮💮

"Sudah?" tanya Nando pada Leon yang berdiri menghadapnya.

"Belum tuan. Gadis itu rupanya lumayan gigih" Ucap leon.

"Hem.. gunakan Ayahnya, dan semua keluarganya. Oh iya sedikit makanan juga boleh" Ucap Nando sembari mengecap bibirnya.

"Baik tuan" ucap Leon yang langsung bergegas menjalankan tugas dari majikanya.

Sekotak pizza dan minuman dingin di letakkan di meja di hadapan Rania. Leon pun ikut duduk di hadapan Rania. Selembar kertas yang penuh dengan perjanjian namun kosong dengan tanda tangan masih belum bergeser dari tempatnya.

"Ini sudah dua hari kau tak makan. Aku rasa ini enak." Ucap Leon menghardik Rania.

Rania diam menunduk dan tak menjawab. Suara kecapan dan kunyahan makanan yang di lakukan Leon sama sekali tak berpengaruh padanya. Leon merasa kesal dan mencoba cara lain.

"Aku terkadang kasihan jika melihat anak kecil mati kelaparan. Tapi itu bisa di hindari jika sang kakak mau berkorban"

"Emm dan juga dengan tua Bangka yang akan membusuk di penjara. ssehhh,... itu cukup mengerikan" Ucap Leon menghardik Rania.

"Apa maksudmu?" Tanya Rania dengan tatapan yang mulai berkaca kaca.

"Iya, jika kau menolak ini. Maka sudah dapat di pastikan Ayahmu akan membusuk di penjara dan adikmu akan mati kelaparan. Semua ada di sini" Ucap Leon sambil menyodorkan kertas perjanjian.

Rania menangis sedih mengingat keluarganya. sudah dua hari dia berada di dalam ruangan kedap suara itu. Ruangan itu lebih mirip dengan kamar khusus. Lengkap dengan kamar mandi dan beberapa peralatan makan. Namun tak sebutir beras atau setetes air pun ada di sana. Setiap dinding lekat dengan peredam. Lebih tepatnya ruangan itu berada di bawah tanah.

Rania akhirnya memilih menandatangani surat perjanjian itu. Yang ada di dalam kepalanya hanya bagaimana anggota keluarganya bisa hidup dengan tenang dan damai. Tak apa jika dia setiap hari terluka.

"Ini makanlah sisaku. Isi tenagamu untuk permainan selanjutnya yang lebih menarik" Ucap Leon sambil menaruh pizza bekas gigitannya.