webnovel

An Extras of Abimayu's Story

Adult Content 21+ Dalam sebuah cerita, ada 3 jenis pemain di dalamnya. Yang pertama, pemeran utama perempuan. Yang kedua, pemeran utama laki-laki. Dan yang ketiga, adalah pemeran antagonis. Abimayu Kai Damian adalah laki-laki populer dengan sejuta keahlian yang dimilikinya. Lahir dari keluarga kaya raya, dan terkenal sangat jenius. Apalagi, dia juga atlit voli. Dan ya, dia adalah pemeran utama dalam cerita ini. Ada Kania pula. Dia pemeran utama perempuan dalam sebuah cerita. Pasangan dari pemeran utama pria di sini. Dan ada Larasati. Tukang bully, penjahat, penyuka Abimayu garis keras, sekaligus temanku. Dan aku? Aku bukan siapa-siapa. Aku hanya pemeran figuran dalam cerita ini.

MadeInnEarth · Teenager
Zu wenig Bewertungen
27 Chs

Extras 25 : Abimayu dan Ji

Karena aku sudah tahu bahwa jadwal untuk melakukan kegiatan adalah pukul 8 pagi, maka aku sudah benar dalam perhitunganku. Aku biasanya bangun pukul 5 pagi dan tidur pukul 9 malam agar bisa tidur teratur selama 8 jam.

Pagi ini, aku dan Kak Fifah segera menyiapkan peralatan untuk anak-anak voli. Sementara anak-anak voli sudah melakukan pemanasan sedari pukul 5 pagi. Mereka menaiki gunung dan turun gunung. Tapi, kasur yang dimiliki vila ini sangat empuk sekali. Aku jadi ingin membeli kasur baru.

Apa aku harus memintanya pada orangtuaku?

Tidak. Tidak. Aku sudah membuat mereka mengeluarkan biaya hanya untukku saja. Aku tidak mungkin membuat mereka mengeluarkan biaya untuk kasurku juga.

Uang bulananku sisa berapa, ya? Kira-kira, apakah cukup untuk membeli kasur baru?

Dan tunggu. Kenapa aku ingin kasur baru?

Ya sudahlah. Nanti saja aku memikirkannya. Sekarang, aku hanya harus memberikan handuk pada anak-anak voli yang baru turun dari gunung.

Tetapi ....

... Kenapa mereka melihatku seperti itu?

Caesar menyentuh dada dan celananya, lalu menatap panik pada Sagara. "HP! HP mana HP?!" Paniknya, membuat Sagara yang melamun menatapku, segera melakukan hal yang sama dengan Caesar.

"Di dalem!" Jawab Sagara, dan mereka menghela napas panjang kemudian. "Pelototin aja! Pelototin!" Serunya kemudian.

Caesar dan Sagara lalu tiba-tiba memelototiku dengan serentak. Ada apa? Kenapa? Apa aku melakukan kesalahan?

CEKREK!

Aku menutup mataku sejenak saat sebuah sinar tiba-tiba menyorotku. Aku segera menatap Abimayu yang barusan memotretku. "Ada apa—"

"ABIMAYU SIALAN!!" Caesar dan Sagara tiba-tiba menyerang Abimayu hingga Abimayu terjatuh ke tanah. Mereka ribut-ribut meminta sesuatu, dan Abimayu menyembunyikan ponselnya dengan sekuat tenaga.

"Zee! Zee!" Panggil Kak Fifah, membuatku menoleh padanya. Kak Fifah menyentuh kepalanya sendiri. "Ada kupu-kupu di kepala lo."

Kupu-kupu? Aku menyentuh kepalaku dan menggelengkan kepalaku berkali-kali. Sesuatu seperti menyentuh jariku, membuatku harus menurunkan tanganku dan mendapati kupu-kupu di sana.

CEKREK!

CEKREK!

Kembali, aku mengedip saat flash kamera kembali menyorotku. Kupu-kupu itu sudah terbang pergi.

"ABIMAYU!!"

"SIALAN! GUE MINTA! SEND WA GUA KASIH CEPE!!"

"GUA KASIH 2 RATUS!"

"TIGA RATUS REBU!!"

"KAGAK! GUE UDAH BILANG KALO ZEE PUNYA GUE!! POKOKNYA PUNYA GUE!!!"

"SIALAN! KANIA KE MANAIN, BERENGSEK?!"

Aku hanya menatap kejadian itu tanpa ekspresi, sementara Kak Fifah terkekeh di sampingku.

"Lo jadi banyak fans, ya?"

"Hm. Mantap." Responsku sambil berjalan ke anak-anak voli yang lain. Dan lagi, bagaimana bisa 3 orang itu masih memiliki tenaga sedangkan teman-temannya sudah tepar di tanah seperti ini?

Mereka bahkan meminum airnya dengan sangat cepat, keringat mereka bahkan mengucur dengan deras. Aku kemudian mengalihkan pandangan ke arah 3 orang yang masih bertengkar di tanah. Apa mereka tidak ingin minum?

"Nggak usah heran sama mereka," kata Raja saat menerima handuk dariku. "Selain di lapangan jadi pemain paling berisik, tenaga mereka juga nggak ada habisnya. Naik turun gunung bukan apa-apa."

Aku hanya mengangguk-angguk saja.

"ABIMAYU!! CAESAR!! SAGARA!!" Kak Ridwan tiba-tiba berteriak dan menghampiri mereka. Apa Kak Ridwan sedang marah? Mukanya menyeramkan sekali. Seperti kapten Karasuno yang aku lupa namanya. Sawamura kah?

Raja pun sampai merinding seperti itu. "Kapten kalo lagi marah memang horor. Makanya anak-anak bisa pada nurut." Katanya, seolah dapat membaca pikiranku.

Aku hanya mengernyit saat Kak Ridwan menjewer telinga Caesar dan Sagara. Sementara Abimayu langsung berlutut dengan kedua tangan yang terangkat ke atas. Lucu sekali anak-anak voli ini.

"Zee!! Bantuin siapin sarapan!!" Teriak Kak Fifah, membuatku menoleh mencari Kak Fifah, dan mendapatinya sedang melambaikan tangannya padaku.

Aku menoleh pada Raja yang masih ada di sampingku. "Gue duluan."

Raja hanya mengangguk dan tersenyum. "Dah Kakak!" Sapanya padaku.

Aku mengedip. Langkahku yang akan pergi bersama Kak Fifah, kini terhenti. Aku kembali menatap pada Raja. "Kenapa kalian pada nyebut gue pake sebutan kakak?" Padahal aku lebih muda daripada mereka.

"Hm?" Raja bergumam, kemudian tersenyum. "Oh ..., itu karena lo udah kayak kakak kita. Lo lebih detail dari Kak Gorila. Kak Gorila aja nggak tau cara nanganin orang mimisan. Tapi lo tau. Bahkan lo sigap banget langsung pel lantai lapangan voli waktu basah kena keringet. Kayak kakak banget, kan?"

Kakak dengan 10 adik? Wow.

Aku hanya mengangguk saja. Kini sudah terkuak misteri kenapa anak-anak seumuranku memanggilku Kak.

"ZEE!! CEPETAN!!"

Aku menoleh ke arah suara teriakan. Kak Fifah kali ini tidak ada imut-imutnya saat berteriak. Tentu saja, Kak Ridwan sudah pergi membawa Abimayu, Caesar dan Sagara untuk dihukum.

Memang, sebutan Kak Gorila sangat cocok untuk Kak Fifah.

***

Pemanasan yang sangat berat kini sudah berakhir. Namun, hal itu bukan berarti menjadi latihan terakhir mereka hari ini. Anak-anak sekolah lain datang ke pelatihan camp ini. Entah kenapa mereka tidak ikut menginap di vila ini, namun wajah-wajah mereka terlihat sangat tidak bersahabat ketika saling berhadapan sore itu.

"Manager baru, ya?" Pertanyaan itu datang dari seorang perempuan yang menghampiriku dengan senyum ramah. Dia mengulurkan tangannya padaku. "Kenalin, aku Putri."

Aku? Dia bilang aku, kan? Di tempat yang semuanya serba lo-gue ini, dia menyebut dirinya dengan aku? Bagaimana aku harus membalasnya? Menggunakan kata aku juga? Atau tetap gue? Atau aku menggunakan kata formal saja? Saya, misalnya?

"Dia Zee," kata Kak Fifah sambil mengambil tanganku agar meraih tangan Putri.

"Oh ..., Zee," senyuman Putri terganti dengan senyuman kaku. Itu karena aku lama berpikir untuk berkenalan dengannya. "A-aku duluan, ya." Katanya sambil pergi kembali pada timnya sendiri.

"Zee, senyum, kek!" Kata Kak Fifah sambil menonjok lengan atasku. Dan itu sakit. "Tim kita sama tim mereka tuh musuh bebuyutan, tau nggak? Lo kalo gitu, malah makin berabe entar."

Aku mengedip dan menoleh pada Kak Fifah yang juga sedang menatapku. "Gue bingung harus pake kata gue, aku, atau saya." Kataku.

Kak Fifah mengernyitkan alisnya dalam-dalam. "Hah?"

Aku hanya menghela napas panjang dan kembali menatap pada tim voli dari SMU Merpati. Saat ini, aku dan Kak Fifah sedang menyambut mereka di luar vila. Sedangkan para anggota voli sedang mengganti pakaian mereka.

Suara langkah kaki yang berjalan mendekat terdengar di belakangku. Para anggota voli segera menatap ke arah belakangku, begitupun aku yang menoleh dan mendapati anak-anak voli sekolahku yang berjalan mendekat. Abimayu berada di barisan paling depan, tepat di samping Kak Ridwan yang merupakan kapten tim.

"Weleh, weleh, city boy. Dateng-dateng udah kayak F4 aja."

Weleh weleh? City boy? Aku menoleh ke arah tim voli SMU Merpati. Mataku mengedip menatap orang yang barusan mengatakan kalimat itu. Apakah dia Tanaka? City boy adalah ejekan Tanaka saat berada di Tokyo.

Dan apa itu F4? Jenis kertas, kah? Seperti A4?

Pria yang kutatap itu malah mundur dan bersembunyi di belakang pemain voli yang lain. Dia menatapku takut-takut. "A-apa?! Ng-ngajak ribut?!" Tanyanya di belakang tubuh orang lain. Dan aku hanya menatapnya datar.

"Faisal!!" Orang yang dijadikan tempat persembunyian itu menjewer orang yang mengejek city boy. Dia seperti Kak Ridwan. Apa dia kapten? "Jangan bikin masalah!"

"S-siap, Kapt." Kata si Faisal itu. Dan benar dugaanku. Orang ini kapten.

Aku mengangkat wajahku, menatap si kapten yang sangat tinggi itu. Si kapten balas menatapku. Kami saling bertatapan dalam diam sebelum sebuah tangan menutup mataku.

"Ngapain lo?!" Tanya suara yang ada di belakangku. Abimayu terdengar berang ketika bertanya. Dia ini mau mencari ribut dengan anak sekolah lain?

Aku menurunkan tubuhku agar terlepas dari tangan Abimayu yang menutup mataku, namun Abimayu ikut menurunkan tangannya. Begitupun saat aku berdiri kembali.

"Abi, Kania lo ke manain?"

Kania? Dia kenal Kania?

"Ke hati gue! Mau apa lo?"

"Kalau mau Kania, dikasih?"

Cinta segitiga, kah?

"Bakar dulu pantat lo sampe item! Kalo Kania mau sama pantat lo, baru gue kasih!"

Aku mengedip. Kenapa bawa-bawa pantat orang?

"Oh oke kalau nggak mau," maksudnya oke apa? Dia benar-benar akan membakar pantatnya? "Taruhannya ganti aja. Kalau lo kalah, ni cewek buat gue." Katanya, dan aku bisa mendengar suara geraman di belakang tubuhku.

"Woy! Gila lo!"

"Hajar, Sar!"

Ni cewek? Siapa? Kak Fifah? Perempuan yang ada di sini cuma Kak Fifah kalau selain aku.

"Zee nggak boleh dijadiin bahan taruhan!" Kata Kak Fifah. Ah, ternyata aku. "Udahlah, Ji! Lo tuh baru jadi kapten aja udah ngajakin ribut!"

"Kan Abimayu nggak mau ngasih Kania—"

"Ngasih yang lo maksud," aku mulai berbicara. Tanganku menurunkan tangan Abimayu hingga aku bisa menatap datar pada si Ji itu. "Apa lo udah minta izin sama pemiliknya?"

Si Ji hanya mengangkat sebelah alisnya. "Gue udah minta izin sama Abimayu—"

"Dan siapa bilang kalau Abimayu adalah pemiliknya?" Tanyaku kemudian, lagi-lagi membuat si Ji ini mengangkat sebelah alisnya. "Dalam ketentuan hukum, sebelum anak berusia 17 tahun, maka dia masih menjadi milik orangtuanya. Tanggung jawab orangtuanya. Dan kalau udah 17 tahun dan punya KTP, dia udah punya identitas diri sendiri dan ketentuan hukum individunya sendiri. Trus kalau udah berumur 20 tahun, anak-anak yang orangtuanya udah bercerai, bisa memilih dengan siapa dia bakal tinggal. Jadi, kalau lo mau Kania, lo harus bilang sama orangtuanya Kania dulu. Bukan ke Abimayu."

Penjelasan panjang lebarku dijawab dengan keheningan yang tiba-tiba terjadi di antara kedua pihak. Aku mengedip dan menatap datar pada si Ji yang juga balas menatapku dengan pandangan yang terlihat ... bodoh?

Aku mengedip. "Apa penjelasan gue kurang jelas? Gue kurang bisa menjelaskan dengan kata-kata yang bisa dimengerti oleh orang yang nggak terlalu tau hukum." Ucapku lagi.

Mungkin, dari kedua pihak, ada yang bisa menjelaskan apa maksudku?

Baiklah. Lupakan itu. Cukup tahu saja. Cerita Abimayu punya pemeran antagonis yang lain. Namanya Ji. Dan lagi, si Ji ini padahal sudah menyuruh Faisal untuk tidak membuat keributan, tapi dianya sendiri meributkan perempuan.

Tapi tunggu.

Zee.

Ji.

What the hell?!