webnovel

An Extras of Abimayu's Story

Adult Content 21+ Dalam sebuah cerita, ada 3 jenis pemain di dalamnya. Yang pertama, pemeran utama perempuan. Yang kedua, pemeran utama laki-laki. Dan yang ketiga, adalah pemeran antagonis. Abimayu Kai Damian adalah laki-laki populer dengan sejuta keahlian yang dimilikinya. Lahir dari keluarga kaya raya, dan terkenal sangat jenius. Apalagi, dia juga atlit voli. Dan ya, dia adalah pemeran utama dalam cerita ini. Ada Kania pula. Dia pemeran utama perempuan dalam sebuah cerita. Pasangan dari pemeran utama pria di sini. Dan ada Larasati. Tukang bully, penjahat, penyuka Abimayu garis keras, sekaligus temanku. Dan aku? Aku bukan siapa-siapa. Aku hanya pemeran figuran dalam cerita ini.

MadeInnEarth · Teenager
Zu wenig Bewertungen
27 Chs

Extras 14 : Abimayu Menghindar

Setiap pelajaran olahraga, aku tidak pernah mengikutinya dan pasti akan disuruh ke UKS oleh guru olahraga. Katanya, absen di UKS bisa menyelamatkan nilaiku. Maka dari itu, aku selalu pergi ke sana dan selalu sendirian. UKS sudah seperti kamarku sendiri jika di sekolah.

"Gue tuh males banget kalo nggak ada lo, Zee ..." Rengek Laras saat kami sudah ada di depan pintu UKS. Laras yang menggandeng tanganku, menggoyang-goyangkan tanganku dengan manja. "Lo ikut ke lapangan aja ya ...? Liat aja deh! Plis ..." Ucapnya sambil cemberut.

Aku menggeleng. "Nanti, paling. Gue butuh absen UKS."

"Ih, Zee! Lebih pilih absen apa gue?!"

"Absen."

"Nyebelin lo!"

"Makasih atas pujiannya."

"Bukan pujian, monyet!" Kata Laras sambil menampar pipiku pelan. "Moga jerawatan, lu! Gue abis pegang gorengan, tadi."

"Ya, terserah. Dan lepasin gue sekarang. Lo harus ikut pelajaran," kataku sambil menarik tanganku, dan dia tetap menahannya. Aku menghela napas panjang saat Laras geleng-geleng kepala. "Laras ...."

"Gue ikut UKS aja."

"Ya udah ayo."

"Tapi Pak Kiki jahat!" Rengek Laras lagi, kembali menggoyang-goyang tanganku. "Lo aja yang ikut gue!"

"Lepas, atau gue gigit tangan lo?" Ancamku, menatapnya kesal, tapi Laras tetap menahan tanganku. "Ras!"

"Ish! Nyebelin!" Kesal Laras, melepaskan tanganku kasar dan pergi dengan hentakan kaki dari sana. "Zee bego! Nyebelin! Nggak punya hati!" Gerutunya sepanjang perjalanan.

Aku menggeleng melihatnya. Aku kemudian membuka pintu UKS, dan tidak heran saat tidak ada siapa-siapa, bahkan guru penjaga pun tidak ada. Kadang, UKS sering dikunci oleh penjaga UKS. Dan aku pernah terkunci di dalamnya sekali. Sejak saat itu, UKS tidak pernah dikunci lagi kalaupun tidak ada orang di dalamnya.

Aku menghampiri salah satu kasur di sana. Aku menarik gorden kasur hingga menutupi kasurku sepenuhnya. Masuk ke dalamnya, aku kemudian berbaring dengan nikmat. Aku lalu membuka ponselku, mencari anime yang sudah kutonton selama beberapa hari ini. Aku memasang earphone bluetooth milikku ke telinga. Suara Hinata Shouyou yang sudah familier di telingaku terdengar, sesekali aku mendengus geli saat ada adegan lucu di dalamnya. Hinata Shouyou adalah salah satu karakter dari anime Haikyuu!!, jika kalian penasaran.

Anime tersebut adalah tentang voli. Aku mendapatkan rekomendasi dari google dan haikyuu ada di urutan paling atas dalam rekomendasi tontonan agar memperdalam ilmu mengenai voli.

Bruk!

Cup

Cup

Cup

Cup

Suara aneh itu membuatku menghentikan kegiatan menontonku. Aku mengedip, kemudian terduduk pelan. Aku membuka sedikit gorden kasur, dan melotot saat melihat pasangan SMA yang sedang berciuman dengan ganas. Aku menutup mulutku dengan penuh keterkejutan. Perlahan, aku menutup gorden yang kubuka, menyimpan kembali earphone, mengeluarkan kakiku dari selimut dan menurunkannya ke lantai. Lalu, aku menurunkan tubuhku dari sana dan berjongkok tanpa suara. Siapapun yang melihatku, pasti menganggapku konyol ketika merangkak ke arah meja dengan mulutku yang kubekap kuat-kuat. Aku sempat terdiam kala mendengar suara gedebuk berkali-kali. Ganas sekali permainan mereka. Dan ini di sekolah.

Aku berhenti merangkak seketika. Mataku melotot saat melihat seorang pria yang berada di tempat yang ingin kujadikan tempatku bersembunyi. Abimayu sama terkejutnya. Namun dia melambaikan tangannya padaku, dan sorot matanya menyuruhku untuk cepat-cepat ke sana.

Kolong meja. Aku tidak menyangka bahwa aku akan bersembunyi di tempat yang seperti ini. Dan lagi, bersama Abimayu yang juga berada di kolong meja. Aku sangat ingin tertawa saat melihat tubuh melengkung Abimayu ketika membiarkanku masuk di sana. Tubuhku bahkan terlingkar oleh tubuh Abimayu. Wajah kami berhadapan dengan sangat dekat, dan tangan Abimayu berada di kedua sisi tubuhku.

"Ken, stop!"

Aku tersentak, berkedip dan Abimayu pun juga beraksi sama saat mendengar suara tersebut.

"Kenapa, Ra? Kenapa kamu nolak aku?"

Nolak? Perasaanku, tadi mereka melakukannya bersama-sama.

"Plis, Ken! Jangan libatin diri kamu sama masalah aku lagi! Aku nggak mau kamu luka lagi!"

"Cukup sama ciuman kamu pun, aku udah bisa sembuh, Ra. Aku nggak papa."

Aku membekap mulutku kuat-kuat, menahan diri untuk tidak tertawa akibat ucapan si Ken ini yang sangat kampungan. Abimayu pun sama. Dia malah sudah tertawa tanpa suara saat mendengar ucapan pria itu.

"Tapi Ken, aku nggak bisa biarin kamu ngelindungin aku terus ... kita bahkan nggak ada hubungan apa-apa."

Kali ini aku mengangkat alisku dengan heran. Nggak ada hubungan apa-apa, katanya? Aku menatap Abimayu, dan teringat saat kami berdua berciuman. Atau lebih tepatnya, dia yang menciumku.

Abimayu mengangkat kedua alisnya, bertanya apa dengan gerakan tubuhnya. Aku menggeleng saja karena tidak bisa berbicara sekarang.

"Ra, tapi aku udah janji buat jagain kamu apapun masalah kamu ...."

"Kamu nggak perlu kayak gitu dan nggak perlu merasa bertanggung jawab tentang itu. Itu cuma kesalahan semalam, Ken."

"Tapi Ra—"

"Udah, cukup. Aku nggak bisa libatin kamu sama masalah aku lagi. Aku nggak mau." Suara pintu yang dibuka terdengar saat orang bernama Ra ini selesai berbicara.

"Ra! Ra! Tunggu Ra!"

Dan suara pintu ditutup pun terdengar. Abimayu mengeluarkan sedikit kepalanya dari meja, dan kembali menatapku.

"Udah?" Tanyaku, berbisik.

Abimayu mengangguk. Dia keluar dari kolong meja dan mengulurkan tangannya padaku saat aku mencoba keluar dari kolong meja. Aku menerimanya dan menggenggamnya kuat saat berdiri tegak. Aku menghela napas panjang sambil mengusap dadaku. "Itu extrem banget." Kataku, menghela napas kembali.

"Asli. Sialan banget si Kenta bangsat," geram Abimayu. "Berani-beraninya ciuman di UKS. Seenggaknya di gudang, kek!"

Aku mendengus. "Kayak lo sama cewek yang waktu itu? Tapi tetep keliatan sama gue, kan?"

Abimayu mendelik. "Udah dibilangin jangan bahas itu," ucapnya sambil duduk di kursi yang terdapat di sana. Sementara aku menyandarkan diri di meja. "Ngomong-ngomong, kenapa lo ke UKS? Sakit jantung lo kambuh?" Tanyanya.

Aku menggeleng. "Gue sering ke UKS kok kalau pelajaran olahraga," jawabku. "Lo sendiri ngapain di kolong meja? Gue nggak liat lo sebelum masuk—" aku mengedip saat melihat reaksi Abimayu yang terdiam kaku secara tiba-tiba. "Ah, ngehindarin gue, ya?"

Abimayu tersentak terkejut. "G-gue bukannya ngehindar, kok. C-cuma—"

"Lo tau kalo itu nggak mungkin, kan?" Helaku pelan. "Gue harus keluar voli, atau lo harus keluar voli. Atau apa gue emang harus bener-bener keluar voli, Abimayu?"

Abimayu melotot padaku. "Gue nggak nyuruh lo keluar!"

"Ya iya. Itu inisiatif gue kalo lo nggak nyaman sama gue," kataku sambil bersidekap dada. "Yang terpenting di voli itu elo. Gue bisa diganti sama siapapun." Walau aku pastinya akan merasa sedih karena tidak terlibat dengan mereka lagi. Anak-anak voli adalah kumpulan orang-orang yang menyenangkan.

Abimayu menatap ke arah lain. Dia membuang napasnya berkali-kali sebelum menatapku. "Gue malu sama lo." Katanya kemudian, lagi-lagi menghindari menatapku.

Aku menaikkan sebelah alisku dengan heran. "Malu?" Malu karena apa? Dia masih memikirkan tentang daster?

"Hm," ucap Abimayu, lalu mendengus sinis. "Lo yang pasrah ada di bawah gue, tapi lo juga yang ngeberhentiin gue. Gue yang pacaran, tapi lo yang nyuruh gue setia. Lucu, kan?" Kekehnya pelan, namun tidak benar-benar tertawa hingga mata.

Aku mengedipkan mataku berkali-kali. Apa yang dia tertawakan, sebenarnya? Lagipula, "Lucu dari mananya?" Heranku. Kenapa juga dia memaksakan tertawa kalau tidak ingin tertawa beneran?

Abimayu mengangkat pandangannya padaku. Dia mengangkat kedua alisnya tinggi-tinggi. "Lo nggak ngerasa gue berengsek?"

Aku berdiri tegak, tidak lagi menyandarkan tubuhku di sisi meja. "Inget apa yang lo omongin ke gue waktu itu? Lo nggak mau merusak Kania, bukan? Lo mungkin berengsek bagi gue. Tapi bagi Kania?" Aku tersenyum tulus padanya. "Lo orang yang baik buat dia."

Setelah aku mengatakan apa yang ada di pikiranku, Abimayu tidak lagi membalas ucapanku. Dia malah menatapku dalam diam, sedangkan aku pun menatapnya dalam diam pula. Sambil berpikir, apa aku salah berbicara? Kenapa wajahnya seperti itu?

Abimayu tiba-tiba tertawa pelan. Dan dia bahkan masih tersenyum lebar saat menatapku dan berkata, "kok bisa sih lo hidup kayak gini? Nggak keberatan sama sesuatu yang kita lakuin, dan nggak berniat buat mencerca gue tapi tetep ngatain gue berengsek sekaligus muji gue baik. Jadi, yang mana yang bener?"

Aku menggaruk alisku dan bersidekap dada kemudian. Kedua bahuku mengedik. "Sifat dasar manusia kan memang jahat. Jadi," aku menatapnya tanpa ekspresi. "Lo jahat."

Padahal, aku sudah menjelaskannya tentang kutipan Hobbes itu. Tapi dia sudah lupa?

Abimayu malah tertawa terbahak-bahak mendengar ucapanku. Dia berdiri sambil menggelengkan kepalanya, sedangkan aku menatapnya datar. Dia ini kenapa sih? Perasaan, aku tidak melawak. "Lo lucu, tau nggak?"

Aku mengedip. "Wow," kataku, takjub dengan diriku sendiri. "Gue lucu?"

"Iya, lucu."

"Lucu yang hahaha atau lucu karna terlihat bodoh?" Ada perbedaan dari situ. Aku kan memang tidak berniat melucu pada Abimayu. Jadi, mungkin di matanya, aku terlihat bodoh.

Dia malah kembali tertawa. "Lucu yang ..." Dia menghentikan tawanya, malah terlihat berpikir, sekarang.  Alisnya bahkan mengernyit heran. "Bener juga, ya? Lo nggak ada lucu-lucunya sama sekali."

Aku menatapnya dalam diam.

Ya terserahlah. Mungkin, persepsi tentang hal lucu menurutku dan hal lucu menurutnya adalah sesuatu yang berbeda.

"Jadi, lo mau ngapain sekarang?" Tanyanya kemudian, setelah beberapa saat ruangan menjadi hening.

Aku mengedip. Kepalaku menoleh, menunjuk kasur. "Tidur?"

"Tidur satu setengah jam doang? Emang lo bisa fokus sama pelajaran abis tidur yang sebentar itu?"

"Gue biasanya minum kopi."

Abimayu menganggukkan kepalanya dengan mengerti. "Hm ..." Gumamnya sambil menyentuh dagunya sendiri. "Gimana kalo kita ke kantin aja?"

Kembali, aku mengedip. "Tapi gue harus absen UKS buat izin sakit gue."

"Kalau gitu, abis absen?"

Aku mengedip. "Maksudnya?"

"Abis absen lo ikut gue ke kantin. Mau nggak?" Jelasnya kemudian.

Aku mengangguk. "Ya. Emang pada akhirnya, gue pasti ke kantin."

"Jadi?"

"Jadi apa?"

"Kita tunggu penjaga UKS dateng dulu?"

Aku mengedip. "Kenapa lo ikutan nunggu? Lo butuh surat sakit juga?"

Abimayu malah terkekeh pelan. "Kan kita mau ke kantin bareng, Zee ...."

Aku membulatkan mulutku membentuk huruf O. "Oh ..., gitu. Ya udah kalau lo nggak keberatan."

Lagipula, apa dia tidak ada kelas, saat ini? Apa mungkin, di kelasnya tidak ada guru? Yah, anak jenius memang tidak perlu ke perpustakaan untuk menambal ilmu yang ketinggalan.

Dan entah bagaimana caranya, kami berdua berakhir di kantin dengan Abimayu yang berniat mentraktirku. Aku menolak sekaligus memberikan uang pada Abimayu karena kalian masih ingat, kan? Reno bilang, cappucino yang waktu itu dibayarkan oleh Abimayu.

AKAN DINEXT SAAT VOTE SAMPAI 150 DAN KOMEN SAMPAI 50!!!