webnovel

Turun ke Kota

"Ih kamu gimana sih mas, aku yang nanya, kamu malah balik nanyain aku! Ya aku mana taulah. Makanya aku nanya kamu!!"

Akhir-akhir ini Aya lebih mudah kesal dengan Ara karena sikap Ara yang suka bermain-main dan menggoda dirinya.

Aya menghabiskan meminum kopinya, lalu mengutak-atik ponselnya. Ia mulai mengabaikan Ara.

Ara yang terkekeh melihat kekesalan Aya, semakin mengganggu Aya.

"Gitu aja kok sewot sih neng..." Goda Ara saat Aya asyik dengan ponselnya tanpa menghiraukan Ara.

"Ay??" Panggil Ara. Namun Aya tetap tidak menghiraukan Ara. Ara pun mendekatkan kursinya ke arah Aya sambil tersenyum dengan tingkah Aya.

"Ayo dong Ay... Jangan ngambekan dong. Pagi-pagi nggak boleh merajuk lo." Bujuk Ara. Akhirnya Ara harus membujuk Aya agar tidak marah berlanjut.

Aya mengalihkan pandangannya dari ponsel untuk melihat Ara.

Deg...

'Terlalu dekat.' Pikir Aya. Jarak antara Aya dan Ara terlalu dekat. Aya berusaha menahan diri agar tidak spontan menjauh. Ia menatap Ara seperti Ara menatapnya.

Ara perlahan mendekat ke arah Aya. Ia memegang kedua sandaran tangan kursi. Dilihatnya Aya hanya berdiam diri, tidak bereaksi, tidak pula menjauh.

Ara berniat hendak mencium Aya. Namun saat Ara sudah tinggal mengeksekusi niatnya, bude Welas hadir sebagai penyelamat Aya.

"Wadduhh, maaf." Kata bude Welas tersipu malu karena tidak sengaja hadir di saat yang tidak tepat. Ara yang tadinya sudah akan berhasil, langsung memundurkan kursinya dan ia meminum kopinya yang sudah hampir habis.

Aya hanya menoleh biasa melihat bude Welas. Tak ada rasa dan rupa bersalah atau malu. Aya hanya bersikap seperti tidak terjadi apa-apa.

"Kenapa bude?" Tanya Aya, berusaha mencairkan suasana. Karena dilihatnya Ara tidak seperti biasanya dan bude Welas tampak malu-malu.

"Oh, ini bu, saya mau nanya, nanti siang mau makan apa?" Sahut bude Welas yang berusaha bersikap seperti biasa. Walaupun diwajahnya masih tampak seperti menahan senyum.

Aya menoleh kepada Ara, menanyakan apa yang ditanyakan bude Welas. Ara hanya menjawab "terserah". Akhirnya bude Welas akan memasak sesuai dengan bahan yang ada di dapur.

Setelah bude Welas pergi, Aya tersenyum melihat Ara dan mengingat kejadian tadi.

"Kamu kenapa mas?" Tanya Aya sengaja seakan tidak sadar kalau Ara sedang menahan malu.

"Kenapa? Nggak apa-apa kok." Jawabnya, berusaha santai. Ia mengutak-atik ponselnya.

'Rasa kamu mas.' Ujar Aya dalam hati. Ia pun menahan senyumnya.

***

Saat jam menunjukkan pukul 10 pagi, Isma dan Sony telah tiba di depan rumah Ara dan Aya. Mereka hendak mengajak Aya untuk pergi jalan-jalan ke kota.

Saat ini, rumah mereka berada jauh dari perkotaan. Sehingga membutuhkan waktu kurang lebih 30 menit untuk sampai di kotanya.

Saat Isma dan Sony menunggu di ruang tamu, Ara muncul mendatangi mereka.

"Hai, sob." Sapa Ara, dan dia merangkul Sony serta berjabat tangan dengan Isma. "Sebentar Aya turun. Dia aja yang ikut sama kalian ya? Aku nggak bisa. Ada kerjaan yang harus ku selesaikan." Ujarnya menjelaskan.

"Yah, kurang asyik nih." Sahut Sony. "Aku supir dong." Tambahnya lagi. Ara dan Isma tertawa mendengarnya.

Tak lama, Aya datang dan mereka pun pamit pergi kepada Ara.

***

Mereka bertiga pergi menjelajahi toko-toko yang menjual aksesoris etnik dayak, seperti topi yang biasa disebut Seraung atau Kedabang, baju adat yang terbuat dari manik-manik, gelang, mandau, dll.

Setelah melihat-lihat di beberapa toko, akhirnya Aya dan Isma memutuskan untuk membeli tas manik dan dompet manik.

Banyak tempat yang bisa dijelajahi di kota tersebut, namun perlu perencanaan yang matang karena masih banyak tempat yang akses jalannya masih kurang baik.

"Hei, gimana kalau nanti kita pergi mengarungi arung jeram di daerah Long Peso?" Tanya Sony antusias saat mereka duduk di salah satu kedai minuman.

"Ih, arung jeram? Ngeri ah." Jawab Isma sedikit bergidik. Ia membayangkan betapa mengerikannya harus menaiki perahu karet dan bermain-main di atas air yang bergelombang.

"Seru tahu. Kita naik speedboat kecil dari sini. Nanti disana kita bisa menikmati pemandangan indah. Ada hamparan batu kerikil di tengah-tengah sungai. Kalau pas air surut, kita bisa main di hamparan itu. Tapi kalau air sungainya pasang, hamparan itu nggak kelihatan, seperti tenggelam. Gimana?" Tanyanya lagi setelah menjelaskan sedikit tentang keadaan disana.

Aya dan Isma saling pandang-pandangan.

Aya hanya mengangkat bahunya saat Sony melihat kearahnya. Begitupun Isma. "Entahlah." Sahut Isma.