Zaedan merasa oksigen kian menipis di sekitar. Dia tidak pernah setakut ini menghadapi siapa pun, bahkan kakeknya sendiri. Tapi saat ini semua keberanian dalam dirinya remuk dan hancur berkeping-keping. Padahal jika lawan bicaranya kali ini tidak menunjukkan nada bicara yang kasar, apalagi mengerikan.
Namun meski begitu Zaedan harus tetap bertahan, ia wajib memperjuangkan apa yang harus diperjuangkan. Meski ke depan rintangan mungkin tak mudah. Ternyata kekerasan mental lebih besar pengaruhnya dibandingkan kekerasan fisik menurut Zaedan. Jari-jari panjang menggenggam erat ponsel yang melekat di telinga. Buku-buku jari memutih, mungkin jika tekanan dari genggaman tersebut ditambah 1 atm saja, ponsel milik Zaedan bisa remuk seketika.
"Ma.., maaf bah" tidak ada lagi suara dingin atau menakutkan, yang ada hanya suara lirih, terdengar seperti seorang anak yang ketahuan berbuat salah.
Unterstützen Sie Ihre Lieblingsautoren und -übersetzer bei webnovel.com