webnovel

Sebuah Penjelasan (Yang Tidak Masuk Akal)

"Silahkan duduk." Pria muda tersebut mempersilahkan Nadia duduk.

"Nama saya, Gene Drew." Pria tersebut memperkenalkan dirinya dan ia duduk di sebelah Nadia.

"Apa kita pernah bertemu?" Tanya Nadia tanpa basa basi.

"Iya." Kita pernah bertemu, "tapi waktu itu, penampilan saya tidak seperti ini." Gene tertawa kecil.

Nadia masih tampak bingung.

"Kamu masih tampak cantik dan sempurna seperti yang saya ingat." Gene tersenyum. "Kamu mungkin tidak ingat saya. Waktu itu, saya sedikit kelebihan berat badan, rambut keriting yang tidak tersisir rapi," ia tersenyum kembali, "dan kulit saya berwarna sedikit lebih gelap?"

Nadia tersenyum tidak mengerti, "kamu bicara apa sih?"

Gene mengangkat tangannya dan menyentuh kepala Nadia.

"Aw!" Nadia mengaduh.

Gerakan yang dilakukan Gene tampak sederhana, Ia hanya seperti sedang mencabut sehelai rambut dari kepala Nadia.

Tiba-tiba Nadia dan Gene berada di suatu tempat lain.

Nadia memandang berkeliling dengan kebingungan sementara Gene tetap tenang.

"Nadia, tenang," Gene tersenyum ramah. "Kita akan baik-baik saja." Gene menunjukkan sebuiah benda. Sebuah paku, yang dicabutnya dari kepala Nadia.

Dalam sekejap Nadia ingat apa yang terjadi selama berbulan-bulan ini.

***

((FLASHBACK ON))

Nadia terikat di kursi penumpang, ketika air laut yang dingin mulai masuk ke dalam mobil. Ke dalam paru-parunya.

Ia berusaha melepaskan sabuk pengaman yang seharusnya melindunginya. Ia dapat merasakan tekanan dari air bag yang mengembang di wajahnya. Air bag seharusnya melindunginya, tetapi dalam situasi ini, justru mencekiknya. Ia terjepit dan tidak mampu keluar dari kursi penumpang.

Kegelapan menyelimuti dirinya. Gelap dan ia tidak dapat bernafas.

Nadia membuka matanya.

Seorang pria keriting dengan pipi tembam, berkulit hitam dan bola mata hijau menatapnya. "Halo!" Sapanya ramah.

Nadia terkejut. "Ah!" Ia tidak pernah melihat pria sehitam itu, bahkan teman-teman kuliahnya yang berasal dari Afrika tidak sehitam itu.

"Maaf, aku mengagetkanmu ya?" Pria tersebut tampak khawatir. "Aku genderuwo, tadi aku melihat kamu berteriak seperti ketakutan. Apakah kamu baik-baik saja?" Tanya pria itu ramah.

"Genderuwo? Seperti nama setan?" Tanya Nadia bingung.

"Aku lebih suka dipanggil Genderuwo, atau Gen. Daripada dipanggil setan." Pria tersebut terkekeh geli. Ia tampaknya pria yang ceria.

Nadia mengangguk tidak peduli, "yeah.... Whatever! Aku Nadia! Aku mau pulang sekarang." Nadia memandang berkeliling berusaha mencari taksi. "Aku bisa panggil taksi darimana ya?" Tanya Nadia.

"Eh taksi?" Gen tampak bingung dan menggaruk kepalanya. "Nama kamu siapa? kamu kuntilanak ya?"

Nadia menatap Gen, tampak tersinggung, "permisi, kamu bilang apa?" Nadia segera berjalan, berusaha mencari jalan raya.

"Kuntilanak! Rambut kamu panjang, cantik, baju putih, dan muncul dari air." Gen berjalan di sebelah Nadia, "dulu aku pernah berteman dengan Maryam, kuntilanak yang tinggal di daerah Ancol. Dia juga seperti kamu, cantik, berambut panjang, berbaju putih, dan meninggal karena tenggelam. Maryam terjatuh dari jembatan."

Nadia menatap Gen, "meninggal? Aku sudah meninggal? Jangan ngaco deh! Aku masih disini kan, berdiri bareng kamu!" Nadia memutar bola matanya kesal, "jalan raya ke arah mana sih?"

"Coba lihat ke bawah," perintah Gen.

Nadia masih kesal, tetapi akhirnya ia mengikuti perintah Gen. Ia menyadari bahwa kakinya tidak menyentuh tanah. Ia melayang. Ia mengambang di udara. Sama seperti Gen.

"Ini mimpi kan!" Ia menatap Gen, "kamu kasih aku obat ya? Narkoba? Psychedelic acid?" Nadia mulai memukuli Gen dengan tas yang dibawanya.

Gen tampak bingung dengan Nadia. Nadia terduduk di pinggir jalan dan mulai menangis. "Gw enggak boleh mati! Gue lagi hamil, dan walau tanpa Edward, gue udah berencana membesarkan anak ini sendirian. Gue belom mau mati!" Tangis Nadia semakin keras.

Gen duduk di sebelah Nadia. Nadia lalu memeluk Gen, mengistirahatkan kepalanya di bahu Gen.

"Aku musti kembali, Gen," Nadia masih menangis, "aku mau membesarkan anakku. Aku ingin memiliki keluarga."

Gen membelai rambut Nadia dengan lembut, "aku, mungkin kenal seseorang yang bisa membantu kamu kembali ke dunia manusia."

Nadia menatap Gen, "aku bisa hidup lagi?"

Gen mengangkat kedua bahunya, "kalau itu aku tidak tahu. Tapi Ki Empu Parewang sangat sakti. Dan dia berhutang padaku." Gen tersenyum, "ayo kita ke tempat Ki Empu."

"Tapi tidak ada taksi," ujar Nadia sedih.

Gen tersenyum, "kita tidak perlu taksi. Pegang tanganku."

Dalam hitungan detik, mereka tiba di sebuah ruangan berbau kemenyan. Seorang pria sedang membaca mantra di depan segelas kopi hitam dan semangkuk berbagai bunga.

Di belakang pria tersebut, tampak sesosok pria. Penampilannya hitam, besar, dan mirip dengan Gen.

"Itu namanya Tebo," Gen berbisik kepada Nadia, "dia lebih senior dibandingkan aku."

Setelah beberapa saat kemudian, Tebo meminum segelas kopi hitam, dan menghilang, meninggalkan sebuah gelas yang kosong. Ki Empu Parewang kemudian menatap Gen.

"Gen! Sahabat baikku! Ada perlu apa kesini?" Tanya Ki Empu Parewang.

Suara Gen tiba-tiba berubah menjadi lebih besar, seram, dan berwibawa. "Saya kemari untuk menagih hutang!"

Ki Empu Parewang tampak tegang. Nadia menjadi penasaran, seberapa besar hutang Ki Empu pada Gen.

"Tenang, sekarang aku hanya akan meminta uang mukanya saja." Gen tersenyum dan Ki Empu tampak sedikit tenang. "Aku ingin gadis ini kembali ke dunia manusia."

Ki Empu menatap Nadia, "ini kuntilanak baru, tidak terlalu sulit untuk kembali ke dunia manusia. Tapi hanya sementara saja, dan..." Ki Empu menatap perut Nadia, "dia hanya dapat kembali sendirian. Jabang bayinya tidak dapat ikut."

Wajah Nadia berubah sedih, ia berharap dapat kembali ke dunia manusia untuk membesarkan bayinya. Tiba-tiba api kemarahan membakar hatinya, "aku ingin kembali ke dunia manusia untuk membalas dendam." Nadia berkata dingin.

Ki Empu tertawa senang, "itu, baru namanya semangat!" Ia kemudian menuangkan kopi hitam ke sebuah gelas yang kopinya sudah kosong karena diminum Tebo, Ia terus membaca jampi-jampi.

"Kamu harus minum kopi itu, itu sebagai bentuk kesepakatan antara mahluk gaib seperti kita dengan para dukun." Ujar Gen.

Nadia menatap Gen tidak percaya, "itukan gelas bekas Tebo. Aku gak mau minum dari gelas bekas ya!"

"Tapi kamu harus segera minum sebelum Ki Empu selesai membaca mantra!"

"No! That's digusting! [Tidak! Itu sangat menjijikan!]" Protes Nadia.

"Nadia! Cepat!"

Nadia memutar bola matanya dan kemudian meminum kopi itu dalam sekali teguk seperti meminum sloki whiskey. Nadia bergidik jijik.

Tiba-tiba dari bara api tempat kemenyan dibakar, muncul sebuah paku. Ki Empu mengambilnya. "Ini, namanya paku kuntilanak." Ia menggerakkan jarinya agar Nadia mendekat.

Nadia mendekatkan wajahnya dan Ki Empu segera menancapkan paku tersebut di kepala Nadia dengan menepuk ubun-ubun Nadia.

"Tapi ini tidak instan ya, kamu akan butuh waktu untuk dapat mencapai dunia manusia." Ki Empu menjelaskan. "Kamu dapat memulai perjalanmu sekarang."

Nadia mengangguk dan berjalan ke arah Gen. Mereka berdua membalikkan tubuhnya, sebuah pintu untuk Nadia tampak terbuka.

"Itu pintumu," ujar Gen sambil tersenyum. Ia sebenarnya sedih harus berpisah dengan Nadia.

"Gen, terima kasih ya!" Nadia memeluk Gen, "semoga kita bisa bertemu lagi." Nadia mencium pipi Gen dan kemudian berjalan menuju pintu. Pintu tertutup seketika.

Gen menatap Ki Empu Parewang. "Ki! Aku juga mau ke dunia manusia!" Ujar Gen bersemangat

((FLASHBACK OFF))

***

"Sekarang kamu ingat semuanya kan!" Gene tersenyum kepada Nadia. Ia menepuk kepala Nadia untuk menancapkan paku kuntilanak kembali ke ubu-ubun Nadia.

"Dan kamu memilih tubuh pria ini sebagai sosokmu di dunia manusia?" Tanya Nadia sambil tersenyum, "Good choice! [Pilihan yang bagus]." Nadia tersenyum lebar. "Sekarang kita harus mencari cara agar aku dapat membalas dendam kepada Edward."