Tok! Tok! Tok!
Suara ketukan pintu yang cukup keras tidak membuat Aksara ingin bangkit dari tempat tidurnya. Dia malah menarik selimut lebih tinggi, menutupi seluruh tubuhnya.
"Aksara, anak ganteng, cantik, mentel, bunda!"
"Bangun Aksara sayang!"
"Aksaraa!"
Teriakan Airin bunda Aksara terdengar sangat kencang, membangunkan anak semata wayangnya yang sangat pemalas tersebut. Butuh kesabaran yang luar biasa untuk membuat Aksara keluar dari kamar.
"Aksara bangun nakk!"
Aksara berdecak kesal, sepertinya mimpi indahnya bersama bidadari surga sudah tidak bisa di lanjutkan lagi.
"Aksaraa udah bangun bunda!" teriak Aksara keras dari dalam kamar.
"Keluar cepat! Sarapan sudah bunda siapkan, cepat turun!"
"Aksara engga laparr bundaa! Bunda duluan aja kalau mau sarapan, Aksara nanti aja, masih mau pacaran nih Aksara sama guling!"
"Keluar cepat! Jangan sampai kamu ganti pintu untuk yang ke 10 kalinya ya Aksara! Atau engga bunda pasang pintu kamar kamu ini!"
"Kenapa cepat-cepat sih bundaa... Masih jam 6 juga."
"SIAPA BILANG JAM 6, JAM 11 SEKARANG AKSARA!"
"AKSARA MAKANNYA NANTI JAM 12 AJA BUN, SEKALIAN MAKAN SIANG!" jawab Aksara tak kalah kencang.
"AKSARA ETTAN RADEVA, SATU KALI!" Airin mulai menghitung membuat Aksara segera bangkit dari kasurnya dan melipat selimutnya dengan rapi. Ia takut jika sang bunda sudah menghitung, bisa-bisa ada perang ke tiga jika Aksara tak kunjung bangkit dari tempat tidur.
"AKSARA ETTAN RADEVA, DU--"
"Iya bundaku, sayangku, cintaku, malaikatku." Aksara membuka pintu sambil menyengir kuda.
"Dari tadi bunda bilang keluar, terus makan engga di dengar jugak lah hemm!" Airin menarik telinga Aksara dengan kuat. Aksara mengaduh sakit namun sang bunda tak memperdulikan Aksara, dia tetap menarik telinga Aksara menuju dapur.
"Kamu itu punya magh! Nanti merengek-rengek kalau kambuh, hati bunda juga yang sakit ngerasa gagal merawat anaknya!" omel Airin melintir telinga Aksara.
"Tapi bundaa ini udah mau masuk makan siang, tanggung baget, nanti makan lagi siangnya. Kalau badan Aksara gembul gimana? Makin engga ada yang mau sama Aksara!"
"Biarain aja gembul! Yang penting anak bunda sehat. Nanti masalah pasangan hidup bisa bunda promosiin kamu ke temen-temen arisan bunda."
"Bundaa... Masak aku sama tante-tante sih!"
"Sama anaknya Aksara bukan sama emaknya." Aksara mengangguk, membiarkan Airin sang bunda menyendokkan nasi goreng osis keju kesukaan dirinya.
Aksara menghabiskan sarapannya hingga tak tersisa, lalu menyenderkan tubunya di sofa. Dia memegangi perutnya yang mengembang besar, seperti ibu-ibu hamil 4 bulan. Aksara mengelus perutnya. "Semakin hari semakin besar, namun aku belum menemukan ayah mu siapa nak."
Aksara mengalihkan pandangannya, mendapati bunda yang sedang sibuk menyetrika jas jas ayahnya. "Ayah di rumah bun?" tanya Aksara.
"Iya baru pulang tadi subuh," jawab Airin tanpa mengalihkan pandangannya.
"Loh, kok Aksara engga tau?"
"Emang kenapa kalau ayah pulang?"
"Mau minta uang jajan dong bun, ini udah awal bulan," ucap Aksara bangkit dari tempat duduknya ingin menghampiri sang ayah.
"Ayah tidur, jangan ganggu, Aksara!" seru Airin membuat Aksara putar balik dan duduk kembali dengan wajah cemberut.
"Oh iya Aksara, gimana keputusan mu, mau kuliah dimana setelah ini?" tanya Airin.
"Kuliah?" balas Aksara menatap tv yang sedang menampilkan kartun upin ipin.
"Iya kuliah, kamu kan sudah kelas 12 sekarang, kamu harus udah tau mau kuliah dimana, dan ambil jurusan apa."
"Aksara engga kepikiran buat kuliah bun."
Seketika raut wajah Airin berubah. Dia mencabut colokan setrikaan, lalu berjalan mendekati Aksara. "Kamu engga mau kuliah?" tanya Airin menatap Aksara.
"Mau bun."
"Terus kenapa engga kepikiran tadi katanya? Kenzo sama Juan aja udah tau mereka mau kemana, bahkan kampus yang mereka tuju, kampus-kampus ternama!" omel Airin tak habis pikir dengan anaknya, sambil mematikan tv.
"Aksara engga tau bun, Aksara mau menikmati hidup dengan tenang dan damai bun, Aksara sepertinya butuh menghirup udara segar bun."
Airin memegangi kepalanya yang seketika mendenyut, jawaban Aksara membuat kepala Airin pusing.
"Kamu harus kuliah tepat waktu Aksara, bunda akan masukkan kamu ke tempat les yang sama dengan Kenzo atau Juan, biar kamu semakin giat belajar."
"Aksara udah pintar bunda, buktinya Aksara masuk 5 besar terus walaupun engga di kelas unggul kayak Kenzo, tapi nilai rata-rata Aksara tinggi kok bunda, kalau di lihat-lihat Aksara masih dapat 10 besar kalau masuk kelas Kenzo. Jadi Aksara tidak perlu les, mending uangnya untuk jajan Aksara."
"Aksara! Kerjar impian kamu!"
"Aksara engga punya impian bunda, Aksara cuman mau hidup bahagia bersama ayah dan bunda."
"Aksara! percuma pintar kalau tidak punya impian nak. Kebahagiaan ayah dan bunda hanyalah melihat kamu berguna untuk orang lain nak, kamu haruss cari mimpi kamu, kamu harus cari kelebihan kamu, bunda takut kamu engga punya masa depan, kamu anak satu-satunya hanya kamu yang bunda punya, cuman kamu!"
"Bunda engga perlu khawatir dengan masa depan Aksara, Aksara akan berguna bagi orang lain kok bunda. Tapi kali ini Aksara pengen menikmati hidup aja bunda."
"Yaudah terserah kamu! Atur hidup kamu sendiri!" pekik Airin meninggalkan Aksara dengan emosi yang berapi-api.
Aksara hanya menatap kepergian sang bunda dengan mata yang sendu, "Salah ya gue?"
*****
Airin masuk kedalam kamar, melihat suaminya sudah bangun dari tidur dan sekarang dia sedang membaca buku. Airin pun duduk di samping Jonathan, ayah Aksara dengan wajah yang kesal.
"Kenapa bunda kok kesal gitu?"
"Itu anak mu, sepertinya dia tidak ingin kuliah," ketus Airin.
"Mungkin dia sedang binggung bun, dengan dirinya sendiri."
"Binggung kenapa yah, Aksara itu engga bodoh-bodoh banget, masih terbilang pintar, nilai-nilai ujiannya juga bagus-bagus, kenapa dia harus binggung. Kalau bunda lihat, Aksara itu bukan binggung yah, tapi sudah terbiasa hidup enak yah, kita selalu memanjakan dia sedari kecil, minta ini itu di kasih. Jadi ketika dia tumbuh seperti sekarang, dia merasa sudah tidak butuh apa-apa lagi yang harus di kejar. Mau jadi apa dia nanti kalau benar-benar tidak mau kuliah?"
"Tetap jadi manusia lah bun, masa jadi harimau."
"Ayah... Bunda serius yah, coba pikirkan masa depan anak kita satu-satunya itu. Kita engga pernah tau umur kita berdua sampai kapan yah, semisalnya kita di jemput sama Tuhan cepat, sebelum Aksara memiliki tujuan, gimana?"
"Bunda ngomong apa?! Engga boleh gitu bunda, kita pasti panjang umur. Aksara akan mengurus diri sendirinya bunda. Jangan khawatir, anak kita sudah dewasa."
"Ayah... Kalau Aksara di tipu dan dimanfaatin orang-orang di masa depan gimana?"
"Aksara tidak mungkin selugu itu bunda."
"Tapi keyantaannya dia itu emang lugu ayah!" Airin semakin kesal dengan Jonathan, dari raut wajahnya sudah sangat memerah dan matanya sudah melebar sempurna.
Jonathan menutup bukunya, melepaskan kaca matanya. Beliau menatap sang istri, memberikam senyum hangat. "Ayah pasti akan bilang ke Aksara. Tapi bunda tidak boleh terlalu memaksakan sesuatu yang anak kita tidak pikirkan. Dia sudah tumbuh dewasa, pasti ada saatnya dia merasa binggung dengan tujuan hidupnya dan binggung dengan potensi dirinya. Tugas kita hanya menunggu, menunggu sambil memberikan beberapa jalan yang baik untuk anak kita. Pada saat SMA di kelas akhir emang begitu bun. Jadi tolong mengerti yah."
"Iya yah... Bunda hanya khawatir."
"Aksara anak yang luar biasa, dia tidak akan mau kita kecewa karena dirinya, percayalah bunda."
"Mumpung kamu dirumah tolong kasih arahan kepada anak mu."
"Iyaa nanti ayah akan kasih arahan ke Aksara."
Airin bernapas dengan lega, setidaknya kepalanya sudah tidak terlalu pusing sekarang. Ia takut anak semata wayangnya tidak bisa menghadapi kejamnya dunia ini sendirian. Dulu dia sangat susah mendapatkan anak, maka dari situ dia selalu memanjakan Aksara sedari kecil, hanya saat dia tumbuh dewasa seperti sekang Airin baru berani memarahi Aksara agar tidak terlalu manja. Airin sangat menyayangi Aksara, lebih dari apapun.