"Mamah hikss."
"Anakku. Mamah kangen nak."
"Aku jauh lebih kangen mamah. Maafin Panji, mah." Panji mengeratkan pelukannya pada tubuh sang mamah tidak peduli air matanya mulai berlinang membasahi wajah tampannya. Kerinduannya yang begitu besar pada sang mamah membuatnya lupa segalanya, selama ini ia berusaha untuk tidak menangis, baginya seorang laki-laki pantang menangis.
Keduanya kini duduk di kursi taman tidak jauh dari tempat Panji menghentikan motornya mendadak tadi. Tidak peduli panas terik matahari menyoroti mereka yang kini duduk berdua di taman tersebut. Panas seolah tidak mereka hiraukan karena saking larutnya dalam pertemuan tak terduga berbalut kerinduan yang begitu besar sakali baru terlampiaskan hari ini.
Hampir setahun lebih tidak bertemu jadi wajar sekalinya bertemu langsung menumpahkan kerinduan mereka hingga sampai menangis haru.
Unterstützen Sie Ihre Lieblingsautoren und -übersetzer bei webnovel.com