webnovel

Akhir Cinta Avissa

"Kok ada ya makhluk seperti kamu di bumi ini. Gendut, item, pake kacamata tebel. Kayak elien. Nggak ada sisi bagusnya. Enek lihatnya." Ardian mendorong jidat Avissa dengan jari telunjuknya hingga gadis itu terjengkang. Kemudian Ardian tertawa terbahak-bahak diikuti oleh kedua temannya. Avissa hanya bisa memeluk tasnya dengan takut, tanpa bisa melakukan perlawanan. Ya, seperti itulah teman-teman Avissa Maharani memperlakukan dirinya. Bukan hanya Ardian, tetapi juga teman-teman yang lainnya. Avissa maharani, Seorang siswi SMA yang tidak good looking, selalu menjadi bulan-bulanan teman-temannya dan juga kakak tingkatnya. Sampai suatu saat, avissa hampir putus asa dan mengakhiri hidupnya karena tidak kuat lagi menghadapi bully-an. Beruntung, dia diselamatkan oleh seseorang. Pada saat itu, Avissa nekat melakukan sesuatu agar hidupnya bisa berubah. Kalau memang dia tetap hidup, dia harus berubah. Berhasilkah dia melakukan sesuatu tersebut? Bagaimana kehidupan dia setelahnya? Akankah dia membalas dendam kepada orang-orang yang telah membullynya tanpa rasa bersalah?

Roisatul_Mahmudah · Urban
Zu wenig Bewertungen
20 Chs

Akan Putus

Suasana tiba-tiba menegang. Rani masih menunduk sambil menepuk jidat. Ardian masih di depan pintu dengan mata membelalak. Hanya Alul saja yang tetap santai, Rani yang enggak santai. Dia tahu, pasti Alul akan membuat ulah.

"Hai," ucap Ardian sambil mengulas senyum canggung. Senyum Ardian sebenarnya masih semanis dulu. Senyum yang dulu selalu dipandang oleh Rani secara diam-diam. Senyum yang membuat Rani tidak bisa tidur setiap malam. Namun, laki-laki itu sama sekali tidak melirik Rani bahkan dia berhasil membuat Rani merasa terpuruk.

Rani pun ikut mengulas senyum meskipun canggung karena ada Alul di sini.

"Hai Ardian, silahkan masuk!" Rani menghela nafas panjang, dan berusaha untuk mengabaikan alul, serta berharap semoga Anak itu tidak membuat ulah. Dia segera berdiri dan menghampiri Ardian.

"Thank you," ucap Ardian. Laki-laki itu segera masuk, dan segera duduk di sofa diikuti oleh Rani.

"Emm ... Kalau boleh tahu ini siapa?" Tanya Ardian sambil menoleh kearah alul.

"Dia_"

"Perkenalkan, aku pacarnya Nini Thowok." Mengulurkan tangan kanan sok cool dengan tangan kiri dimasukkan ke dalam saku celana.

"Nini Thowok?" Ardian mengernyitkan keningnya.

"Maksud saya Rani. Nini Thowok itu panggilan kesayanganku untuk dia."

Rani hanya melotot geram ke arah alul. Bagaimana bisa dia mengaku seperti itu, bisa-bisa rencana Rani gagal sebelum diluncurkan.

Dengan enggan, Ardian menyambut tangan itu dan menjabatnya. Kemudian dia segera melepasnya dengan kecewa.

"Jadi kamu sudah punya pacar?" Ardi menoleh kearah Rani, dan menatapnya dengan tatapan penuh kekecewaan.

"Sebentar lagi putus kok," ucap Rani yang mencoba dia tampakkan sesantai mungkin.

Alu yang saat itu ada di samping Rani langsung menginjak kakinya, meskipun dia coba selembut mungkin Rani tetap saja berteriak.

"Awww ... Sakit sapu!"

"Makanya, Kalau ngomong itu dijaga." Sapu melotot.

"Ya emang kita akan putuskan sebentar lagi?"

"Nggak. Kita enggak kan putus dan akan seperti ini terus."

"Kita sebentar lagi akan putus, Sapu."

"Enggak."

Mereka asyik berdebat sendiri sehingga membuat Ardian seperti orang yang tak dianggap. Dia hanya menggaruk-garuk tengkuknya yang tak gatal.

"Em, jadi ini aku mengganggu kalian? Maaf ya? Mungkin lebih baik aku permisi kali ya, aku tidak enak mengganggu kalian di sini."

Fuck boy seperti Ardian ternyata bisa merasa sungkan juga. Sebenarnya hati Rani merasa bahagia, karena secara tidak langsung dia membuat Ardian malu, apel cewek yang sudah punya pacar. Rani yakin, ini yang pertama dialami oleh Ardian dan pasti malunya sampai ke ubun-ubun.

"Em, enggak kok Kak. Sebentar lagi Sapu mau pamit. Dia mau mengerjakan tugas di rumah katanya. Ya kan?" Rani mengerjap-ngerjapkan matanya, memberi kode ke Alul.

"Baik. Aku mau pulang. Tapi aku mau bicara sebentar di luar. Ayo!" Sapu meraih tangan Rani lalu menggeret tangannya dan membawanya keluar rumah.

"Sebentar ya kak," ucap Rani pada Ardian. Laki-laki itu hanya mengangguk sambil tersenyum.

"Kamu kenapa sih, Sapu. Kenapa mau ngajak keluar begini? Kayak kita pasangan beneran aja. Pacarannya kan nggak beneran. Masa kamu cemburunya beneran?" tanya Rani santai sambil mengamati kuku-kukunya yang baru saja di manicure dan pedicure.

"Siapa yang cemburu sih. PD amat jadi makhluk. Aku cuma mengingatkan saja, status kita masih pacaran dan kamu nggak boleh jalan atau deket sama cowok lain selain aku. Nanti kalau sudah putus, baru kamu jalan sama dia. Lagipula dia bukan cowok baik-baik. Carilah cowok baik-baik seperti aku begini," ucap Sapu sambil menarik kerahnya, sombong.

"Tuh kan. Amit-amit banget punya cowok posesif begini. Untung aja bukan pacaran beneran karena sayang."

"Kamu menuruti perintahku, atau aku bocorkan semua rahasiamu? Gimana? Aku sih nggak maksa ya kamu mau menuruti perintah aku, tetapi semua itu ada harganya, baby."

Sapu mencolek dagu Rani sambil tersenyum penuh kemenangan. Jika ancamannya seperti itu, Alul yakin mau tak mau, Rani akan menuruti permintaannya.

"Aish. Iya deh. Kebiasaan banget sih ngancam orang."

"Oke. Sekarang kamu bilang sama dia, kalau kamu sudah ngantuk dan mau tidur. Pokoknya kamu harus cari alasan supaya dia pulang segera. Aku akan keluar rumah lebih dulu. Akan aku pantau kalian dari luar. Awas aja kalau dalam 10 menit laki-laki itu enggak keluar rumah. Abis kau besok pagi. Aku pulang dulu ya? Please Jangan kangen. Bye!"

Sapu melambaikan tangannya, kemudian dia segera jalan keluar menuju ke mobilnya yang ada di luar pagar.

"Aish ... Makhluk itu ngeselin banget sih. Kenapa dia selalu berusaha untuk menggagalkan rencanaku. Tapi tenang .... Semua ini pasti akan segera berakhir."

Rani menghela nafas panjang, lalu menghembuskannya perlahan. Kemudian dia segera masuk menemui Ardian yang baru saja datang. Huft ... Baru saja dia berusaha untuk melancarkan aksinya, tapi dia sudah mendapatkan ultimatum dari sapu. Terpaksa dia harus mengikuti kemauan sapu.

"Hai, temen kamu ke mana? Eh, maksud aku pacar kamu? Ke mana dia?" tanya Ardian dengan senyum lebar. Padahal sebenarnya dia bahagia dan berharap pacar Rani benar-benar sudah pulang.

"Oh … si Sapu? Dia sudah pulang katanya ada urusan. Dia juga harus mengerjakan tugas yang seabrek itu."

"Oh … by the way, kamu benar-benar cantik hari ini, Rani. Bidadari pasti minder deh lihat kamu malam ini."

Buaya sedang beraksi. Ternyata begini cara Ardian untuk melumpuhkan mangsa mangsanya selama ini?

"Ah, Kak Ardi bisa aja. Pasti masih cantikan kakak kakak tingkat. Aku mah nggak ada apa-apanya."

"Serius. Kamu cantik banget hari ini, tapi sayangnya sudah milik orang lain."

"Sebentar lagi aku putus kok sama sapu."

"Kok bisa?"

"Ya karena kita sudah nggak cocok aja, Kak. Sapu suka ikut campur urusanku. Jadi aku agak gak nyaman aja sama dia."

"Wah … Bagus dong kalau begitu."

"Bagus?"

"Iya, kalau kamu sudah putus sama pacar kamu, Aku kan punya kesempatan untuk dekat," ucap Ardian sambil menyapu rambutnya dengan jari-jari tangan kanannya. Ini nih, yang membuat anak klepek-klepek mulai zaman SMA sampai mereka sudah berada di bangku kuliah.

Rani pura-pura malu malu dengan menutup mulutnya dengan telapak tangan kanannya, padahal dia sangat enak bin gedek dengan laki-laki macam ini.

Dulu saja dia memangkas rambut Rani tanpa belas kasih dan menjadikan dia lelucon di hadapan teman-temannya. Sekarang, ketika gadis yang di-bully nya sudah berubah menjadi gadis cantik dan modis, dia mendekat tanpa malu?

'dulu, kamu mempermalukan aku tanpa belas kasihan. Kamu lihat aja nanti, Kak. Aku akan membalas semua yang kamu lakukan kepadaku dulu. Aku akan menghempaskan mu seperti kamu menghembuskan aku. Aku akan mempermalukan kamu seperti kamu yang mempermalukan aku,' ucap Rani dalam hati.