webnovel

Adikku Jodohku

Seseorang yang tak pernah terpikirkan untuk menjadi istri dan pendamping hidupku di hari tua. Terpaksa menjadi jodohku, sebab perjodohan yang di lakukan nenekku. Bahkan aku berpikir apapun yang terjadi aku tak akan jatuh cinta padanya, namun semua perkataanku menjadi Boomerang buat diriku. Aku jatuh hati padanya dan mulai memendam perasaan, walaupun aku tak bisa mengakui perasaanku. Karena aku juga sudah memiliki perempuan, yang selama ini mengisi hatiku. Jujur aku mulai resah, cemburu namun aku tau bahwa ia menikah denganku juga bukan karena cinta dan sebatas perjodohan. Atau hanya balas budi karena keluargaku yang membesarkannya, aku hanya bisa berharap bahwa ia juga akan memiliki perasaan sepertiku.

Anisa_Ulfadilah · Urban
Zu wenig Bewertungen
3 Chs

Perjodohan

  Walaupun kita tak memikirkan orang tersebut dalam perjalan cinta di hidupku kita namun jika sudah takdir tak dapat di tolak.

   Aiman membawa Naya kerumah dengan bermaksud ibunya dan keluarganya dapat melihat Naya seperti dirinya.

"Bu... ini Naya sesuai janji aku.." .

"Aku ada bawa beberapa barang dan ini koleksi mahal"

"Ha..ha..iya" ibu mengambilnya, namun kesan itu malah membuat ibu tak setuju jika anak lelakinya harus mempunyai istri seperti itu.

   Nenek, Mbok dan Syasya sedang memasak di dapur dan Aiman meminta Nayla untuk kembelangkang agar dapat di terima oleh keluarganya.

"Sayang... kamu bantu masak di belakang biar kamu punya kesan baik gitu...".

"Tapi aku udah bawa tas mahal..".

"Turutin aja kataku"

   Nayla terpaksalah bergabung ikut memasak dan nenek memintanya untuk menggoreng ikan.

"Kamu goreng ikan aja, ikannya udah nenek bumbuin".

    Nayla jijik melihat ikan tersebut karena menurutnya amis, ia mulai mengangkat tangannya.

"Nenek .... aku tak bisa melakukanya".

"Benar-benar tak bisa bekerja" nenek mengambil alih goreng ikan tersebut.

"Seorang gadis walau sekolahnya setinggi apapun harus bisa masak setidaknya untuk makan suami".

"Tapi... nek kita bisa beli makanan di luar yang jauh lebih enak".

"Itu alasan yang dikatakan wanita pemalas, lihat Syasya dia bisa masak dan masak di rumah itu terjamin lebih sehat dan higenis".

   Naya langsung sebal melihat Syasya dan pergi dari dapur ke tempat Aiman.

"Nenekmu sungguh menyebalkan, membandingkan aku dengan bocah ingusan itu..".

"Nayla... nenekku itu orangnya sangat mematuhi adat istiadat yang diturunkan dari keluarga dan memasak itu adalah hal yang cukup penting buat nenek jadi kamu kebelakang lagi ya.." .

"No... asal kamu tau, disana panas dan make up aku jadi luntur aku disini aja..".

"Bukankah kamu mencintaiku dan ini salah satu pengorbananmu atau orang tuaku tak akan setuju jika aku berhubungan denganmu lagi".

"Aku nggak mau berpisah darimu..." Nayla memeluk Aiman dan Aiman membelai rambutnya.

"Okey jadi kamu mau ke dapur lagikan".

   Naya terpaksa balik ke dapur dan Syasya sedang memotong ayam dan mengadoninya dengan tepung chiken.

"Uek... uek" Naya langsung lari sambil muntah-muntah.

"Aiman aku pulang aja"

"Tapi Nay..." Nayla langsung masuk ke mobilnya dan pergi, sedangkan nenek menggeleng-gelengkan melihat tingkah lakunya.

"Jadi itu calon istri yang mau lihatkan pada kami...".

"Lihat ibumu baik dan sopan, bahkan ayahmu sangat mencintainya dan itu kejelian mata nenek".

"Nek... Naya cuma nggak enak badan".

"Udah jangan belain dia lagi, kalau kamu masih bawa dia kerumah lebih baik nenek balik ke kampung dan tak perlu berhubungan dengan kamu".

"Nek..."

"Aiman.... Ibu udah beri kesempatan pacar kamu dan dia menyiapkan itu tindakannya sungguh tak sopan dan pakaian juga ...".

"Ibu... Naya itu wanita modern..."

"Ibu nggak mau dengar kamu lagi...".

"Bu..."

   Ibu dan Neneknya mengacuhkannya dan tak menganggap kehadiran Aiman di tengah mereka yang sedang membela kekasih hatinya.

"Mana pacar Aiman?" Ayah yang baru pulang dari kantor dan ibu mengambil tas kerjanya.

"Lari terbirit-birit gara-gara nggak bisa masak".

"Maksud mama gimana ?"

"Dia mama suruh cuci ikan dan kejijikan, lalu balik lagi ke dapur lihat Wani ngulenin ayam dia muntah-muntah, mama nggak mau cucu mama dapat istri macam itu".

"Pacar kamu aneh banget Si Aiman".

"Iya .... yah Aiman ini buruk dalam memilih Wanita nggak kayak ayah" ucap ibu sambil memeluk ayah.

"Jadi menurut Nenek dan ibu siapa calon istri yang baik untuk aku?" Ucap Aiman dengan nada sedikit agak marah dan neneknya tersenyum.

"Nggak perlu jauh-jauh, disini udah ada wanita yang pantas mendampingi hidupmu dan nenek tau bahwa dia yang terbaik untukmu yaitu Nur Alisya..." Syasya yang sedang meletakkan hidangan ke meja menjatuhkan hindanganya karena terkejut.

"Nek.... aku nggak mungkin nikahin dia... dan memikirkan itu aja udah bikin aku geli...". ucap Aiman yang terlanjur emosi mendengar perkataan neneknya.

"Betul kata Abang"

"Nenek nggak mau dengar penolakan".

"Nenek lagi prank aku..." ucap Aiman yang mondar mandir dan mengetuk meja makan

"Prank... kamu pikir nenek lagi ngelawak dan jika kamu menolak nenek nggak akan biarkan kamu kuliah ke luar negeri".

"Nek.... Nikah itu bukan main-main dan aku mau menikah cuma satu kali dalam kehidupan".

"Siapa yang minta kamu nikah berkali-kali?"

"Nek .... Syasya masih SMA dan belum bisa nikah".

"Iya benar kata Syasya Mungkin umurku sudah cukup tapi bagaimana dengan Syasya"

"Benar kata Abang nek.."

"Dengar.... Nenek tak ingin pisang berbuah dua kali, kamu tau pamanmu Rajib dulu juga sepertimu keluar negeri untuk belajar namun kepincut dengan gadis disana yang tak mengerti adat istiadat dan akhirnya meninggalkan pamanmu saat sakit".

"Nek .... aku kesana bukan untuk kasmaran".

"Itu juga kata pamanmu dulu" Nenek menangis dan Syasya hanya diam mungkin ini bentuk baktinya pada keluarga ini yang membesarkanya bagai keluarga sendiri.

Aiman juga tak tega membantah perkataan neneknya dan diam, walaupun ia belum setuju dengan ide gila ini.

*****

    Aiman mengetuk kamar Syasya dengan kuat dan Syasya yang tertidur bangun dan membukanya.

"Keluar ... bisa-bisanua kamu bisa tidur, di suasana segenting ini...". Syasya mengucek matanya dan kesadarannya belum terkumpul maksimal.

"Aku besok harus sekolah masak Abang suruh aku begadang, sebagai orang dewasa Abang yang harus memikirkan caranya".

"Kau senang ya... dengan rencana pernikahan kita".

"Uwek.." Wani mual mendengar perkataan Abangnya ini.

"Pede Abang ini .... kelewatan dan saya juga tak pernah bermimpi akan kawin dengan singa bertanduk banteng, dalam mimpi saya ingin menikah dengan pria yang lembut dan membuat saya seperti putri kalau dengan Abang saya hanya akan di marahi terus".

"O... jadi kamu juga tak setuju dengan pernikahan ini" ucap Aiman sambil tersenyum.

"Tentu..."

"Kamu kan cucu kesayangan nenek dan aku yakin nenek akan mendengarkanmu".

"Abang... aku nggak mau buat nenek sedih dan sebaiknya Abang yang bujuk".

"Enak saja kamu pikir aku juga mau

... membuat nenek sedih".

"Abang tau kan aku cuma anak angkat dan keluarga ini memperlakukan aku tak membedakan kasih sayang mereka bagaimana aku bisa menolak permintaan nenek yang menganggap aku cucu kandungannya".

   Syasya menutup pintu kamarnya dan tidur sambil menahan kesal, seharusnya dia sebagai lelaki yang memikirkanya ia bilang anak kumlot tapi masalah ini aja nggak bisa menyelesaikan ucap Syasya dalam hatinya.

"Kenapa mulutmu sangat tajam?" Aiman kembali ke kamarnya dan ingin menelpon Naya namun ponselnya tak kunjung di angkatnya.

*******

 

    Setelah beberapa selang hari Aiman mencoba terus menyakinkan neneknya bahwa menikahi adik angkatnya adalah keputusan yang tidak tepat.

"Nek.... aku dan Syasya sudah menjadi saudara dan aku nggak akan bisa melihat dia menjadi istriku dan itu akan melukai kami sama satu lainya".

"Benar .... kata Abang nek" Syasya menganguk setuju dan neneknya hanya diam .

"Bahkan kalian tak bisa mengabulkan permintaan nenek, apa lebih baik nenek di jemput oleh sang ilahi dari pada tidak melihat kalian bersama".

"Nggak nek, Syasya setuju dengan pernikahan ini jika itu membuat nenek bahagia".

   Aiman membulatkan matanya ke arah Syasya dan Wani membalasnya, lalu nenek memandangi Aiman dengan tatapan berharap yang tinggi hingga Aiman juga berkata iya.

"Benarkah.... terimakasih cucu nenek yang mau menuruti keinginan nenek kalian ini".

"Iya nek" ucap mereka serentak dengan tatapan membunuh.

   Neneknya langsung ke kamar ayah dan ibunya dan Syasya di pandang dengan sangat rendah oleh Aiman.

"Cih, kenapa setuju dengan permintaan nenek?".

"Kenapa Abang juga begitu?"

"Aku tak bisa melihat nenek sedih".

"Itu juga berlaku bagiku" ucap Syasya dan ia langsung masuk ke kamarnya.