Mentari pagi telah muncul menghapus gelapnya malam yang lalu. Malam tadi, aku bisa tidur nyenyak tanpa mimpi itu. Aku berharap semoga hal tersebut bisa terjadi lebih lama lagi. Aku beranjak dari ranjangku, kemudian merapikan baju dan rambutku. Aku menarik napas dalam dan menghembuskan. Aku berusaha bersiap untuk menghadapi hal yang ada nanti. Aku berjalan ke luar dari kamar dan memanggil bibi untuk membantuku mandi.
"Selamat pagi, bibi," ucapku sambil tersenyum.
"Selamat pagi juga. Akhirnya, nak Ella kembali ceria. Bibi suka liatnya"
Aku membalasnya dengan tersenyum
"Aku masuk kamar mandi dulu yaa..."
"Oke"
~~~
Saat ini, aku sedang menunggu Kak Aito di ruang makan sambil menyantap sarapanku.
"Bibi, sekarang tanggal berapa?"
"Tanggal 15"
"Aku baru ingat jika hari ini aku harus ke kantor polisi untuk wawancara"
"Ting tong"
"Bibi buka dulu pintunya," pamit bibi.
Aku memainkan kukuku di atas meja. Aku berpikir apakah Kak Aito bisa menemaniku karena ini hari Rabu yang dimana ia selalu memiliki acara tersendiri bersama rekan kerjanya. Aku merasa agak sungkan.
"Hei, La. Keningmu kenapa berkerut seperti itu?"
"Tidak apa-apa"
"Jangan bohong atau kukelitiki kau sampe perutmu lepas"
Kak Aito menggelitiki pinggangku. Aku tertawa terpingkal-pingkal.
"Ber berhentilah kak. Aku kepikiran sama jadwal wawancara di kepolisian," ucapku kesulitan.
"Ohh hal itu. Kamu pasti sungkan minta tolong sama kakak karena tiap hari Rabu, kakak pasti ada urusan sama temennya kakak"
"Ngomong aja kali, La," ucap kak Aito sambil tersenyum dan menoel hidungku.
"Kakak udah nyediain waktu itu buat nemenin kamu. Tenang saja"
"Terimakasih, kak," ucapku sambil memeluknya dengan tulus.
"Lanjut makan sana"
"Iya"
~~~
Setelah makan, kami menuju ke kamar tidur tamu. Kak Aito mulai mengeluarkan sebuah buku baru, sedangkan aku bersandar di kursi.
"Oh iya, La. Soal kamu sekolah, kakak sudah menemukan sekolah privat. Di sana, ada sepupu kakak"
"Wah, aku su..."
"Brakk..."
"Lo sapa. Gue kan kakaknya. Gue yang kasih ijin dia boleh sekolah atau nggak"
"Udah, kak. Jangan ngegas. Maksud Kak Aito baik kok. Kakak kasih ijin atau nggak?"
"Niatnya sih nggak. Tapi, gue sayang sama adik gue jadi gue bolehin lu"
"Makasih, kak"
"Terimakasih, Kak Callel. Saya tidak akan mengecewakan kakak," ucap Kak Aito dengan sopan.
"Ya, sudah belajar sana," ucap Kak Callel. Sebelum meninggalkan kamar, ia mengelus puncak kepalaku.
"Cia, sudah berbaikan nih?"
"Belum, sih, kak, cuma kasih kesempatan"
"Ohh... Semoga dia berubah jadi lebih baik, kalo nggak nanti kamu bakal kuculik biar jadi adikku"
Aku pun tertawa.
"Ya, sudah, ayo kita mulai pelajarannya"
~~~
"Wah, udah selesai. Sekarang jam berapa?," tanyaku.
"Jam 12"
"Oh, jam 12"
"Hei, kita harus siap-siap. Ayo," ucapnya sambil menarik tanganku agar berdiri, kemudian ia mendudukanku di kasur. Aku mendengar derap kakinya yang bergerak mendekati pintu untuk memanggil bibi.
"Bi, bisa minta bantuannya?"
"Baik, nak"
Kak Aito pergi meninggalkan kamar dan menunggu di depan kamar, sedangkan bibi masuk dan membantuku.
"Ini bajumu, Nak"
"Terimakasih, Bi"
Aku memakai baju tersebut.
"Ini celananya"
"Baik, bi. Terimakasih"
Aku pun memakainya dan berdiri untuk meninggalkan kamar, namun
"Ih, bibinya kok ditinggalin"
"Maaf, bi. Ya, udah, bibi mana?"
"Sudah, tangan bibi ada di bahu"
"Jangan di bahu, bi"
Kemudian, aku mengambil tangan bibi, kemudian mengandengnya. Aku berjalan bersama bibi.
"La, ayo cep...."
"Iya, kak, bentar"
Aku keluar bersama bibi.
"Bibi mau siapin makanan buat nak Callel"
"Iya, bi. Makasih"
"Ya, udah, berangkat yuk!"
Kak Aito menggandeng tanganku dan mulai berjalan.
~~~
"Kak, belom mulai jalan, tapi aku deg-degan"
"Semangat, La. Yang penting kamu kan nggak bersalah"
"Hmm, iya. Tapi, rasanya kayak baru pertama kali masuk situ"
"Ya, udah dengerin musik aja"
Kak Aito menyalakan radio yang memutarkan lagu Before You Exit-Clouds.
"Kakak suka lagu ini juga?"
"Iya. Biar dapet pacar gitu"
Aku tertawa.
"Kakak ngenes banget, padahal kakak ganteng"
"Terimakasih"
Kami hening dan menikmati musik. Tiba-tiba, kami sudah sampai di kantor polisi. Aku yang masih memainkan tangan karena gugup, Kak Aito menangkup wajah dan mengarahkannya kepada dia.
"Semangat, La. Yang jujur aja. Nanti kalo bisa, kakak nemenin kamu"
"Makasih, kak"
"Ya, udah, keluar yuk"
Kak Aito langsung keluar dari mobil dan menggandeng tanganku untuk menuntunku masuk. Saat kami telah berada di depan pintu, seorang polisi muncul di hadapan kami.
"Apa ada yang bisa kami bantu?"
"Kami di sini untuk memenuhi panggilan kepolisian"
"Baiklah, atas nama siapa?"
"Christella"
"Baik"
Polisi tersebut langsung menuju ke ruang investigasi untuk memastikan. Tak begitu lama, polisi tersebut kembali ke hadapan kami.
"Nona Christella boleh masuk ke ruangan investigasi. Apa mau saya atau kakaknya yang antar?"
"Kakak aja"
"Ya, udah, nanti lurus saja, terus belok kanan. DI situ ada ruang investigasi, tapi kakaknya nggak bisa masuk. Oke?"
"Siap, Pak"
"Saya permisi dulu"
Kak Aito langsung menuntunku ke ruangan tersebut.
" Semangat, Ella. Aku di sini," ucap Kak Aito sambil mengelus puncak kepalaku.
"Permisi, atas nama Ella, silakan masuk," ucap polisi yang berada di ruang investigasi.
"Bye, kak"
Aku pun masuk dengan dituntun polisi tersebut. Saat aku sudah duduk, polisi memulai investigasi.
~~
Setelah selesai, aku pergi ke luar ruangan dengan dituntun oleh polisi. Polisi langsung memberikan tanganku ke Kak Aito. Kami pun berjalan keluar untuk menuju mobil.
"Kamu kangen makan di luar nggak?"
"Kangen tapi..."
"Malu?"
Aku mengangguk
"Ngapain malu? Kan ada kakak"
"Ya meskipun begitu, aku tetep malu"
"Yhaa... Padahal kakak kepengen makan di luar. Masa kamu nggak ngabulin permintaan kakak?"
"Ya udah deh. Iyaa..."
"Yey, ok. Kakak cari yang sepi aja"
Aku pun tersenyum tipis.
~~~
Kami berada di salah satu cafe yang cukup terkenal yaitu URBAN LATTE. Kami duduk di dekat jendela agar bisa melihat pemandangan yang asri.
"Kamu mau pesan apa?"
"Ikut kakak aja"
"Oke. Mbak, permisi kami mau pesan"
"Pesan apa?"
"Fish fingers sama potato noissette. Itu makanannya. Buat minumannya mau hmmm... Classic black sama almond milk latte"
"Ok, saya ulangi lagi yaa... 1 fish fingers, 1 potato noissette, 1 classic black, sama 1 almond milk latte."
Kak Aito pun mengangguk-angguk saja.
"Ditunggu 15 menit lagi ya"
Waitress itu pergi sambil sedikit mendumel karena merasa seperti tak diperhatikan olehku karena sedari tadi aku menunduk.
"Ella, kamu besok sudah mulai bisa sekolah. Aku akan suruh adik sepupuku untuk menemanimu. Tap, untuk seragam baru bisa besok"
"Ok, kak. Akhirnya, aku bisa merasakan sekolah lagi, meskipun tidak bisa mewujudkan impianku"
"Emang apa impianmu?"
"Ini pesanan kalian," interupsi dari karyawan
"Terimakasih"
Kami makan dalam diam, namun tiba-tiba, Kak Aito kembali teringat dengan Kak Callel yang berada di rumah.
"Hmm... Kak Callel lagi di rumah. Mau diajak nggak dia?"
"Ya, udah, ajak dia mungkin bosan"
"Kamu yang telepon. Ini HP kakak"
"Kok aku?!"
Kak Aito langsung menyodorkan HPnya. Aku pun merasa sedikit takut.
"H-h-halo, kak"
"Wihh... Tumben sekali dirimu menelpon. Hmm..."
"K-k-kakak mau makan bareng nggak?"
"Boleh, dimana?"
"Cafe Urban Latte"
"Aku akan segera menyusul ke sana," ucap Kak Callel tak sabaran.
"Berhati-hatilah"
Telepon pun dimatikan. Aku mengembalikan HP ke Kak Aito.
"Oh iya, impianmu memang apa?"
"Jadi paskibra"
"Hahh? Hahahaha"
"Kok diketawain"
Aku merasa kesal. Akhirnya, aku pun diam.
"Halo, kak," ucapku dengan mengaba-ngaba agar duduk bertiga.
"Duduk sebelahku"
"Tumben. Ada apa?"
"Aku diketawain sama Kak Aito"
"Memang kenapa?"
"Gara-gara impianku"
"Yaudah, buang ke laut aja Kak Aitonya"
"Jangan"
"Kalo Kak Aito disayang, kalo kakakmu ini dibuang"
"Biarin"
"Ya, udah daripada marah-marahan mendingan dihabisin makanannya"
"Sini kakak suapin. Buka mulutnya"
"Aaaa...."
~~~
Makanannya sudah habis, namun kami belum kenyang sehingga kami pun pulang untuk memakan masakan bibi. Selama perjalanan, kami bercanda untuk menghabiskan waktu.
"Kak, aku besok mulai sekolah," ucapku tiba-tiba.
"Hmmm... Besok aku yang bakal ngantar Ella," balas Kak Callel.
"Tapi, gimana mau ketemu adik sepupuku? Pokoknya aku yang nganter" tanya Kak Aito.
"Aku yang bakal ngantar"
"Aku"
"Aku"
"Aku"
"Cukup, pertengkarannya. Kita bertiga akan semobil," putusku.