webnovel

Mantera

Mbah Dobleh rupanya telah mengguna-gunai Clarice. Di suatu kesempatan ia berhasil membawa gadis itu sampai masuk ke dalam kamarnya.

Clarice awalnya tentu saja tidak mengerti. Tapi, lagi-lagi, sebuah kekuatan misterius membuatnya tak bisa berlari dari situasi tidak enak yang dialami. Sekarang, sudah setengah jam ia di kamar yang disewa Dobleh dan ia sudah seperti mangsa di jaring laba-laba dimana ia tak mungkin lagi keluar dari sana. Dengan kekuatan magis, Dobleh menunjukkan apa yang ia bisa lakukan dengan ilmnya. Tak lain adalah pelecehan seksual.

Clarice masih mencoba melawan dengan logika. Ia saat itu di bawah pengaruh kekuatan tak terlihat. Seolah ada tangan gaib yang menjamah tubuhnya yang indah.

“Arhhhh…. It hurts me,” cetus Clarice di tengah rasa nyeri.

“Mbah nggak suka orang yang kurang ajar. Nggak ada sopan santun sama orangtua.”

“What the hell.” Clarice masih mempertahankan kekeraskepalaannya.

“Jadi gimana rasanya Mbah kontrol hidupmu. Suka atau nggak?”

“Shit!”

Mbah Dobleh menyeringai. “Kamu keras kepala. Masih belum kapok rupanya. Kamu gak percaya aku bisa kontrol tubuhmu? Aku malah bisa bunuh kamu dengan ilmuku.”

Seusai berucap demikian Clarice mengaduh. Rasa sakit kembali menerpa sekujur tubuh. Ini sakit yang aneh karena ia tidak tahu dimana titik pusat rasa sakit itu. Sesaat kemudian sakit mereda dan Mbah Dobleh kembali melanjut ucapan.

“Hmm… sudah tenang rupanya kau, ABG bule. Mau kuteruskan sekarang atau kau mau pertahankan kebebalanmu?”

Clarice menyerah. Karena sudah melihat dan mengalami kehebatan ilmu hitamnya, Clarice memutuskan untuk tenang.

Mbah mulai memberikan petuah-petuah agar Clarice memperbaiki sikapnya yang sombong. Begitu pula sikap memandang remeh orang lain, sok mengatur, dan lain sebagainya yang berkaitan etika. Dan bahwa Clarice beberapa hari ini mengalami pengalaman buruk, itu adalah konsekwensi yang harus dihadapi. Ia telah dimantera-mantera yang akan membuat dirinya dikendalikan si Mbah yang tak lain adalah seorang dukun.

Clarice mendengarkan dengan muak. Pertama, ia sudah tahu. Kedua, si tua bangka itu menceramahi soal etika sementara dirinya mulai mengelus-elus pahanya yang terbuka. Kebiasaan sehari-hari mengenakan hot pant membuat Clarice lupa bahwa untuk kali ini seharusnya ia tidak memilih pakaian seperti itu. Tapi mau apa lagi. sudah terlambat. Ia terlanjur tiba di sana dengan hot pant se-pangkal paha yang dipadu dengan tank top yang tak sepenuhnya menutupi perut. Kini ia harus merasakan akibatnya ketika tangan dukun itu mengelus-elus pusar dan bermain-main di pangkal paha.

“Hmm… sudah tenang rupanya kau, ABG bule. Jadi kau sudah mengerti semua kan?”

“Mbah,” Clarice akhirnya to the point. “Please… jangan lanjuchin. Aku mincha maaf acas sikap sama Mbah. Jadi berapa? Serachus jucha cukup?”

“Aku datang ke sini bukan untuk urusan uang.”

Clarice melecehkan. “Bulshit. Take it or leave it.”

Clarice mengakui bahwa mantera-mantera dari Mbah cukup efektif mengontrol dirinya. Tapi kalau hanya itu masalahnya Clarice juga tahu ada beberapa orang di kota ini yang mampu mengatasi kasus seperti ini. Mengeluarkan dana seratus juta seharusnya sudah lebih dari cukup untuk mendapat bantuan kelepasan dari mereka.

Mbah masih ngobrol kesana-kemari. Tak tahan dengan tangannya yang makin kurang ajar karena jemarinya mulai menembus liang kewanitaannya, Clarice hilang kesabaran. Ia bangun dari bangku yang diduduki bersama-sama orang itu. Mbah terkaget. Belum jelas apa yang terjadi sebuah tamparan mengenai pipinya.

Clarice berlari kabur.

Melihat hal itu Mbah murka. Ia semakin bersumpah takkan membiarkan Clarice lepas dari jerat manteranya.

*

Ulah Clarice terhadap Mbah memang menunjukkan keteledoran yang luar biasa. Tiga hari pasca pertemuan, ia masih belum bisa menemukan orang yang bisa membuatnya terlepas dari bisikan dan denyutan aneh itu. Orang yang bisa mengcounter ilmu si Mbah. Dan ketika orang semacam itu belum juga ditemukan, Clarice sadar bahwa ia dalam masalah yang lebih besar.

Dan memang itulah yang terjadi. Kedutan yang dialami Clarice makin menjadi. Bisikan mistik juga makin sering terjadi. Membujuk, merangsang, menstimulasi dirinya untuk segera menanggalkan sikap naif dan menjadi gadis yang sangat hiperaktif.

Denyutan itu lagi.

Berdenyut makin keras dan nyata di sekitar organ intimnya. Walau sudah coba dihalau dengan Clarice melakukan kegiatan lain sebagai pengalihnya, kedutan misterius yang dibarengi gatal di organ tersebut malah makin menjadi. Suatu bentuk rasa gatal yang membuat organ tubuhnya memproduksi cairan hormon dalam jumlah banyak. Sangat banyak. Mungkin terlalu banyak.

Libido.

Clarice bukanlah remaja yang sepenuhnya lugu dalam dunia seksual. Kendati masih virgin, sama halnya teman-teman sekelas, ia bukannya tidak tahu menahu mengenai dunia seksual. Era internet dimana informasi terbuka lebar menyediakan apa yang ia mau. Dan itulah yang terjadi. Aneka informasi baik berupa artikel, gambar dan video dengan cepat berubah menjadi guru baginya. Memberikan informasi secara gamblang mengenai fungsi organ-organ tubuh reproduksi pria dan wanita. Pun informasi tentang pendekatan pada lawan jenis, berpacaran, berciuman, petting, dan juga hubungan seksual. Hubungan secara coitus maupun oral, bahkan anal. Intinya, gadis itu jadi sangat expert. Ahli, walau masih di taraf teori. Perkara apakah informasi yang diterima itu benar, salah, atau sebagian benar, itu masalah lain.

Ilmuwan di bidang biologi menentukan manusia sebagai mamalia. Karenanya, ada kesamaan ketika baik manusia maupun hewan mamalia memiliki hasrat alami bereproduksi. Pada hewan seperti anjing misalnya, yang betina akan mengeluarkan cairan cement yang kemudian memancing pejantan untuk datang. Jika pejantannya ada lebih dari satu ekor, so pasti aka nada pertarungan para alpha male. Pemenangnya berhak mendapatkan si betina.

Clarice pun begitu. Cairan kewanitaannya sudah sejak tadi membanjir. Ia sudah berganti panty dua kali dan masih saja cairan itu membasahi. Jika kondisi yang dialami hewan betina bisa mengundang pejantan, lalu bagaimana prosesnya pada manusia, khususnya pada dirinya? Apa yang harus ia lakukan agar ada pejantan mendatangi di saat hasrat bernama hasrat seksual kuat menyergap?

Di luar rumah, cuaca berubah buruk. Hujan deras turun disertai petir bergemuruh. Namun walau berisik, dari dalam kamar terdengar suara galon air diganti yang baru. Bagi Clarice, ia sudah tahu bahwa itu adalah Narto yang melakukan karena memang merupakan pekerjaan rutinnya.

Mengingat nama itu, ia langsung teringat peristiwa. Beberapa peristiwa nakal, tepatnya. Saat tersiram selang air ketika menyiram tanaman sehingga membuat buahdadanya tercetak nyata, hanya salah satu. Masih ada yang lain. ketika menari-=nari K-Pop atau Tiktokan, Narto suka mencuri pandang melihati bagian-bagian tubuhnya yang terbuka. Atau pernah ketika .ia hendak mengambil buku di rak, Narto kepergok mengintip ke dalam roknya.

Tak membuang waktu lama, Clarice langsung keluar kamar. Dan dugaannya benar. Tak jauh dari situ, Narto baru saja usai mengisi air gallon.

Saat pintu kamar terbuka itulah Narto membalik badan. Bertemu pandang dengan gadis yang ia taksir sejak lama sekali.

Rasa itu sempat ia kubur dalam-dalam karena pikirnya tak mungkin kesampaian. Namun konseling dengan Rokib membuat Narto berani melakukan pendekatan. Pelan tapi pasti, Clarice yang dulu angkuh mulai membuka diri. Ia pun mulai enak diajak mengobrol dan bahkan sudah berani berinisiatif bercanda. Tapi itulah proses terjauh yang Narto alami. Selama kurun waktu itu entah berapa banyak pria teman sekolah yang belajar bersama Clarice. Ia sadar, tak mungkin menyaingi mereka yang melebihi dirinya di atas segalanya. Melebihi dari segi kerupawanan, ekonomi, status, popularitas.

Lagi-lagi atas saran Rokib, mindsetnya berubah. Ia kini sibuk membangun optimisme bahwa tidak mustahil untuk Clarice ia dapatkan dengan menjadi pacarnya. Ia sudah mencoba melakukan pendekatan secara halus demi agar gadis itu lebih memperhatikan dirinya. Ia merasa sudah ada kemajuan walau masih belum cukup untuk mencapai golnya.

Dan kini, gadis itu ada di depannya. Mengenakan T-shirt long sleeve hingga sepaha yang kemudian diikuti sepasang paha putih mulus dan kakinya yang jenjang. Apakah dibalik T-shirt panjang itu Clarice masih mengenakan yang lain, ia tak tahu

“Lho, Clarice belum tidur?”

Gadis bule itu menggeleng. “Aku… chakut.”

“Takut kenapa”

“Thunder. Halilincar. I’m so scared.”

Narto mendegut ludah. Atas apa yang dipertunjukan gadis itu, ia jadi sempat galau. Perlukan ia meningkatkan pendekatannya? Jika ya, kapan? Kalau itu dilakukan sekarang, terlalu beresikokah? Atau jangan-jangan ia yang terlalu penakut dengan melewatkan kesempatan yang mungkin hanya sekali seumur hidupnya?

Narto sudah mengambil keputusan. Keputusan berani ketika dengan kegilaan yang sangat ia menanyai Clarice.

“Bagaimana kalo Clarice aku temani di kamar?”

Itu pertanyaan yang sangat gila. Narto sampai berpikir, setan apa yang menghinggapi dirinya sampai ia berani mengajukan pertanyaan lancing seperti itu? Sebuah pertanyaan yang jika ditolak, bukan hanya sekedar membuatnya malu tapi malah ia bisa dipecat!

Seolah seabad lamanya, Narto kegirangan di dalam hati ketika gadis itu menjawab dengan anggukan kecil. Tak hanya itu, di pintu kamar itu Claice kemudian bergerak ke samping sehingga ada jalan masuk melewati celah pintu yang terbuka. Sebuah bahasa tubuh yang mengisyaratkan bahwa ia mengundang Narto ke dalam kamarnya.

*