webnovel

part 3

20 hari telah berlalu.

Nia tak pernah berfikir bahwa mimpinya akan kandas diterpa ombak di pantai. Dia juga tak tahu bahwa semuanya ini nyata, atau tidak. Yang jelas, dia hanya berharap semua ini adalah sebuah candaan atau sebuah teka-teki. Yang akan terjawab kebenarannya, suatu saat nanti. Setelah 2 minggu terlelap dari tidur panjangnya sesaat. Kini, hidupnya begitu-begitu saja. Tidak makan. Tidak minum. Tidak melakukan aktifitas sedikitpun. Dan, tidak ada kehidupan. Sesekali mamanya menyuruhnya makan walau hanya sesuap saja. Tapi, perempuan muda itu tak perduli. Ia lempar piring yang penuh makanan itu ke lantai. Seakan ia tak berdosa sama sekali. Matanya berkaca-kaca. Berapa menit kemudian ia kembali menangis. Tia yang sekarang sangatlah berbeda. Tubuhnya tak sebugar dulu, waktu Andi masih hidup. Mungkin karena ia turut memikirkan kesedihan anaknya, kini. Tia yang sekarang sangatlah kurus, tubuhnya yang kriput sangat membuatnya terlihat seperti nenek-nenek yang berusia ratusan tahun. Di tambah lagi dengan garis hitam di bawah garis matanya. Mukanya pucat.

Sedangkan Nia?

Dia masih sibuk dengan hayalan masa lalunya. Hayalan semu. Hanya bayangan. Tidak nyata. Jangan tanyakan bagaimana keadaannya saat ini. Tubuhnya tinggal tulang-belulang. Matanya yang membekak. Entah berapa kali ia menangis. Bahkan, saking cintanya kepada Andi. Ia bilang kepada penggali kubur untuk membuatkan 2 tempat kuburan. Khusus Nia di sebelah kanan dan Andi di sebelah kiri. Khayalan gila itu menyiksa dirinya sendiri. Yang membuat badannya seperti tengkorak hidup. Sangat kurus.

Siang itu. Nia duduk termangu. Menatap luar jendela. Tatapan kosong. Ia menulis buku hariannya kembali.

Bagian ke-1.000

Yogyakarta. Sabtu 31 Desember 2013. 23.59

'Hari ini tepat 1.000 kita berjanji, Ndi. Masih ingatkah, kau?

1.000 hari sebelum kita jadian, kita sempat membuat janji untuk selalu menyayangi hingga 1.000 hari lagi. Kau tahu? Sekarang hari ke 1.000 setelah kita mengikat janji. Seharusnya kau di sini, Ndi. Seharusnya hari ini kita sedang senang-senang di atas pelaminan. Berbagi canda tawa, Ndi. Tapi, kau jahat, Ndi. Kau lupakan itu semua. Dan, meninggalkan aku sendirian di bawah rintik hujan yang membasahi seluruh ragaku. Dulu, kau selalu memeluk tubuhku dengan erat setiap kali hujan turun. Aku tahu, kau lakukan itu bukan karena mencari kesempatan di tengah kesempitan. Kau lakukan itu supaya aku tidak sakit, bukan? Dulu, kau selalu membelikanku cokelat panas kesukaanku. Dan tentunya kesukaan kita berdua. Dulu juga kau selalu rela hujan-hujananan agar aku gak kedinginan. Hahaha, alasan terbodoh yang pernah ku dengar. Tapi aku suka semua yang ada pada dirimu, Ndi. Semua…

Oh ya Ndi 1 lagi. Seharusnya hari ini kau berulang tahun yang ke-22, masih muda ya? Sayang, umurmu tak sepanjang itu. Padahal, aku sudah merepal doa setiap malam, agar umurmu panjang. Dan, janji kita terwujud. Di hari ke-1.000 ini. Seharusnya, di hari ke-1.000 ini, kita menikah. Kau juga ulang tahun. Tapi, semua ilusi, Ndi. Kau tahu, sejak kau tiada, aku gak mau makan. Dulu, waktu aku mogok makan, kau selalu merayuku dengan iming-iming cokelat, kesukaanku dan kesukaanmu juga. Tapi kini berbeda jauh, Ndi. Sejak kau tak ada di dunia ini. Ku harap, di hari yang ke-1.000 ini, tuhan mencabut nyawaku. Aku ingin tertidur bersamamu, Ndi. Di sampingmu. Tapi tenang saja, Ndi kau tak perlu takut. Aku sudah memesan 1 kuburan tepat di samping kananmu. Jadi, kau tak perlu takut sendirian. Ada aku di sampingmu. Selamanya…'

Nia menutup buku hariannya dengan tangis. Tak lupa dengan janjinya, Nia bergegas merubah posisinya mengambil kue ulang tahun yang telah ia persiapkan sejak beberapa hari lalu, sebelum Andi meninggal. Sebagai pengganti Andi, ia menempatkan boneka Teddy Bear tepat di depan kue ulang tahun itu. Ia menyalakan lilin yang membentuk angka 22, tepat pergantian usianya. Hari itu. Lalu, ia matikan kembali lilinnya. Untuk mengisi kesepian, Nia mengasih kado untuk Andi, yang di dalamnya terdapat semua kisahnya selama 1.000 hari bersama Andi, yang di buatnya dalam novel.

Di tempat lain, Tia sedang memandang anaknya dari balik pintu kamarnya. Matanya berkaca-kaca, tak sanggup membendung tangisnya, akhirnya air mata itu terjun hingga ke ujung hidungnya. Tetes demi tetes. Namun ia tak ingin ketahuan bahwa ia telah menangis, karenanya. Tia sedih dengan tingkah anaknya seperti tidak waras. Memeluk boneka Teddy Bear pemberian Andi, lalu kemudian mengajak bicara boneka itu.

Berniat mengingat masa lalunya bersama Andi. Nia memutar lagu Element 'Rahasia Hati' itu adalah lagu kesukaan mereka berdua.

'…Waktu terus berlalu

Tanpa kusadari yang ada hanya aku dan kenangan

Masih teringat jelas

Senyum terakhir yang kau beri untukku

Tak pernah ku mencoba

Dan tak ingin ku mengisi hati ku dengan cinta yang lain

Kan kubiarkan ruang hampa di dalam hidupku

Reff;

Bila aku harus mencintai dan berbagi hati itu hanya denganmu,

Namun bila kuharus tanpamu,

Akan tetap kuarungi hidup tanpa bercinta

Hanya dirimu yang pernah tenangkanku dalam pelukmu saat ku menangis

(back to reff)…'

Gadis itu menutup matanya.

Nia merasakan tubuhnya terhanyut di dalam masa lalu. Saat bersama Andi. Di dalam kepekaan gelap itu, Nia melihat seberkas cahaya berada jauh darinya, kemudian berkas cahaya itu mendekat. Pria itu tampak mengenakan pakaian serba putih, wajahnya berseri-seri. Astaga. Dia Andi! Ia mendekatiku, dan mengajak pergi dari keabadian…

Sementara di dunia nyata.

Tia menangis setelah tahu, bahwa anaknya sudah tak bernyawa lagi. Tak ada kehidupan. Lenyap. Sepi.

Keesokan harinya.

Rekan-rekan Nia, sanak saudara Nia yang jauh dari luar kota dan semua warga berdatangan ke kediaman Nia. Di desa terpencil yang tentram. Damai. Mereka berlalu lalang di kediaman Nia. Semuanya terlihat husyuk merepal doa-doa untuk Nia, anak kesayangannya. Tia menangis tersedu-sedu di badan anaknya.

Sementara di dunia lain.

Nia sedang bersama Andi di keabadian. Nia melihat mamanya menangis di badannya. Teman-teman, sanak saudara dan warga desa. Mereka mempersembahkan ribuan doa untuk Nia seorang. Makam Nia di letakkan di samping kanan makam Andi. Sama persis seperti permintaanya di buku harian terakhir yang Nia tuliskan

2 tahun berlalu.

2 tahun itu juga Tia hidup sebatang kara. Tanpa Nia. Tanpa Roy (alm ayahnya). Hanya sendiri. Sepi. Dan, 2 tahun ini, akhirnya Tia membuskan nafas terakhirnya. Tia meninggal akibat terinfeksi penyakit kanker paru-paru hal tersebut di karena terlalu kecapean untuk mengurusi mendiang anaknya, semasa ia hidup. Ia menyerahkan hidupnya kepada tuhan di tahun 2015, tepat 2 tahun setelah Nia meninggal.

Ia sempat di larikan ke Rumah Sakit sesaat. Namun, nyawanya tak tertolong. Sama seperti kejadian Andi, kekasih anaknya.

Kini. Semua berlalu begitu cepat.

Aku tahu, ini takdir darimu.

Hanya untukku. Bukan yang lain.

Tapiku senang, aku kini tak sendiri lagi. Sekarang aku berada di samping makam Andi, kekasihku. Walaupun kita tak lagi bersama. Berpelukan. Ciuman. Dan berpegangan tangan. Tapi aku senang aku tak lagi sendiri.

Dan untuk mama. Aku minta maaf, aku telah membuatmu menderita, karenaku.

Maaf ma, kau sangat baik padaku. Dan pada kami. Semoga kau di surga bersama malaikat, kau pantas mendapatkan itu. Karena kau tak lebih dari seorang malaikat di dunia ini. Ya, kau lah malaikat tanpa sayap yang pernah ku miliki.

Terima kasih Andi, ayah dan mama untuk semuanya.

Sekarang kita sama-sama di dalam, keabadian…

The End