'Terpaku dalam serpihan rindu, menata situasi dengan topangan sendiri. Dan apakah aku mampu?'
-Aila-
.
.
Sekali lagi hembusan nafasku terasa sangat melelahkan, sinar matahari cukup terik hari ini dan langkahku semakin terasa berat padahal beberapa langkah lagi rumah yang ku tinggali akan terlihat.
Posisi sepertinya sangat melelahkan apalagi pejuang kerja sepertiku tetapi apa yang bisa kulakukan saat keadaan lebih memaksaku untuk tetap berdiri meskipun sepanas apapun cuaca diluar.
Saat jarakku dan rumah tinggal beberapa meter lagi pandanganku menajam untuk memastikan sesuatu, disana terdapat dua mobil terparkir rapi tepat didepan rumah dan mobil ayah juga sudah ada di tempat biasanya.
Mobil mewah ayah sangat mencolok apalagi warna hitamnya semakin mengkilap seakan menandakan bahwa mobil kebanggaan itu baru saja selesai dicuci.
"Apa mereka berusaha menjodohkan kak Siska lagi, bukannya ia ingin fokus pada dunia modeling-nya?"tanyaku pada diriku sendiri, ya kak Siska dia adalah kakak tiriku anak dari istri ayah yang baru sejak 6 tahun lalu tepat 2 tahun kepergian bunda menghadap allah swt.
"Bagaimana Siska apakah kau menerima lamaran nak Gilang?"saat aku telah berdiri didepan pintu suara bariton milik ayah sudah menyambutku, ia sedang bertanya pada kak Siska apakah ia mau menerima pinangan laki-laki yang bernama Gilang itu.
Mataku menyelusuri setiap detail wajah mereka, bahkan tidak ada yang menyadari keberadaanku.
Aku masih berdiri didekat pintu menyaksikan ketegangan dari wajah didalam sana, mereka sepertinya sudah tidak sabaran ingin mendengar apa perkataan kak Siska selanjutnya.
"Ya, saya menerimanya"itulah perkataan perempuan yang lebih tua 4 tahun dariku itu, sayup-sayup dapat kudengar semua yang hadir disana mengucapkan hamdala atas perjodohan itu.
Kuakui kak Siska memang cantik, profesinya sebagai model tentu sangat menuntut untuk terlihat sempurna memangnya siapa yang tidak tertarik dengan perempuan secantik itu?
Aku cukup senang, mungkin kak Siska ingin memulai hidup barunya. Setelah melihat ibu membimbing mereka masuk kedalam yang sepertinya untuk makan bersama ,aku membawa langkahku masuk kedalam rumah berjalan menuju kamar akan tetapi perkataan seseorang dibelakangku membuatku terpaku hingga lagi dan lagi air mata yang sangat kubenci harus datang
"Kau kemana saja Aila, kelayapan lagi? Apakah tak ada kerjaan selain menjual dirimu di tempat terlarang itu?, bukankah kau tau hari ini kita kedatangan tamu!"suara bariton ayah menyambutku, entah apa yang mereka katakan kepada ayah sehingga menuduhku sekeji itu padahal aku adalah Putri kandungnya
Beberapa detik wajahku menegang, sangat terluka mendengar perkataan ambigu seperti itu, sebenarnya apa yang ada di fikiran laki-laki yang selalu kupanggil ayah itu.
Padahal nyatanya aku bekerja di sebuah kafe di ujung jalan agar perutku dapat terisi, kehidupanku selalu terpenuhi tetapi kenapa selalu melenceng sejauh itu
Bunda, setidaknya setelah kepergianmu sisakan sedikit kasih sayang ayah padaku bukan sikap dingin seperti ini, batinku.
"Ayah, biarkan saja Aila. Ayo kita ke ruang makan, putrimu itu pasti sangat lelah dari sana"begitulah yang terjadi ,setiap aku ingin menjelaskan sesuatu ibu selalu membawa ayah pergi dan laki-laki yang paling kucintai itu tidak sudi memandang Putri kandungnya lagi
Aku juga tak mengerti apa yang terjadi, tepat setelah setahun pernikahan ayah dengan ibu Miranda semuanya berubah, ayah melemparkan selembar foto padaku dan menatapku dalam keadaan hina lalu pergi begitu saja hingga saat ini.
Dan sejak saat itu kehidupanku berubah bagai kehidupan neraka dunia,ibu tak pernah memberiku uang sepeserpun dan semua Barang di kamarku di kosongkan, baju"ku tergeletak begitu saja dilantai. Ranjang, lemari, cermin Serta perkakas lainnya dikeluarkan. Aku hanya diberi selembar kain tipis untuk melapisi dinginnya lantai saat tertidur.
Kakiku melangkah masuk kedalam kamar yang hanya terlihat seperti ruangan kosong. Setelah menutup pintu hatiku meraung, ini sungguh sakit. Hanya ayah yang ku punya tapi ia tdk mempercayaiku bahkan menatapku saja enggan.
Bunda....tolong Aila..
Aku ingin menyerah, berlari sejauh yang kubisa tetapi nyatanya grafitasi bumi masih ingin menahan pijakanku tetap di titik ini entah sampai kapan.
Sudah puluhan kali hatiku ingin berontak pergi meninggalkan segala kenangan bunda yang melekat dirumah ini tetapi tidak bisa, takdir mengikatku cukup erat disini bahkan enggan melonggarkan ikatan belenggunya.