webnovel

Chapter 17

Tidak ada yang tahu apa yang Jane rasakan hanya dia dan Tuhan yang tahu. Jane keluar ruangan dengan sedikit terburu-buru menuju parkiran lalu meluncur dengan mobilnya. Selama perjalanan Jane hanya melamun ada rasa yang tidak dapat digambarkan dalam hatinya.

TINNN TINNNNNN.

"Woi cepetan maju udah lampu ijo itu!" Teriak mobil belakang.

Astaga Jane terlalu banyak melamun sampai tidak sadar jika lampu sudah hijau. Lalu Jane kembali menancapkan gasnya. Entah kenapa tapi melihat Teo bersama Val selalu saja begitu sakit bagi Jane.

Jane harus kembali fokus untuk bekerja banyak pekerjaan menumpuk hari ini karena Teo tidak ada. Tapi sebisa mungkin dia berusaha untuk fokus tetap saja tidak bisa, tanpa disadari air mata Jane mengalir.

"Mbak mbak!" Panggil seseorang.

"Oh iya kenapa?" Tanya Jane.

"Mbak dari tadi saya panggil."

"Maaf maaf saya agak kurang fokus, sekali lagi saya minta maaf." Nawab Jane.

"Loh mbak lagi nangis?"

"E-eh?" Jane buru-buru mengusap air matanya.

"Kenapa mbak ada apa?"

"Gak papa baru dapet kabar aja kok, tenang saja." Kata Jane sambil tersenyum.

"Aduhh semoga bukan hal hal yang buruk ya mbak, sampe mbak nangis gitu."

"Iyaaa, jadi ada apa ya?" Jane kembali bertanya.

"Ini mbak laporan yang mbak minta tadi sebelum istirahat."

"Oh mana coba saya lihat." Jane sambil melihat-lihat.

"Oke saya nerima laporan ini ya, makasih." Lanjut Jane sambil tersenyum.

"Iya mbak sama-sama, tapi mbak gak apa-apa kan?"

Jane tersenyum. "Gak papa kok."

"Kalau gitu saya balik ke ruangan dulu ya mbak permisi."

"Iya." Jawab Jane singkat.

Ayo Jane fokus banyak kerjaan hari ini jangan menjadi orang yang cengeng kamu tulang punggung keluarga sekarang, ucap Jane dalam hati.

Drrtttt drrrtttt.

Jane melihat handphonenya. Itu panggilan dari Lee. "Halo?" Jane.

"Halo Jane lo masih di rumah sakit?" Tanya Lee.

"Nggak, gua udah di kantor. Kenapa?" Jawab Jane.

"Terus si bodoh sama siapa?" Lee kembali bertanya.

"Masa lalunya.. Mungkin?" Jawab Jane.

"Masa lalunya?" Ucap Lee mengulang perkataan Jane.

"Iya."

"Jangan bilang dia lagi sama Val, gitu maksud lo?" Tebak Lee.

"Iya dia lagi sama Val."

"Cih dasar gak tahu malu tu anak masih aja deketin si Teo, padahal dulu dia yang pergi sendiri, sekarang seenaknya dia datang kek gak ada dosa banget tu anak. Ilfeel gue liat cewek kayak dia." Dumel Lee kesal.

"Udahlah Lee biarin, mungkin ada alasan kenapa dia dulu ninggalin Teo." Jawab Val.

"Bukan begitu Jane, kalo sampai si bodoh galau lagi, kita juga yang susah. Tahuu sendiri lu dia mau nyoba bunuh diri kan dulu?" Ucap Lee mengingatkan memo lama pada Jane.

Dulu Teo pernah melakukan percobaan bunuh diri setelah ditinggal Val tanpa kejelasan lima tahun lalu, Teo berusaha keras mencari-cari Val. Tapi sayang bagaikan ditelan bumi Val menghilang begitu saja.

Lalu percobaan bunuh diri yang kedua saat di tinggal mendiang papanya. Teo pernah mencoba meminum racun tikus dikamarnya untung waktu itu diketahui oleh Lee yang sedang berkunjung ke rumah Teo.

"Tapi itu pas mendiang papanya."

"Iya emang, dia gak kuat Jane di tinggalin sama dua orang yang dia sayang." Jelas Lee.

"Udah Lee jangan gitu biarin Teo memilih, kalau memang Val mau deketin dia lagi, Teo bukan anak kecil Lee dia udah bisa bedain." Ucap Jane.

"Ya terus lo sendiri gimana? Bertahun-tahun digantung tanpa status. Kalo bener dia bisa milih harusnya dia lebih milih lo yang selama ini nemenin dia sampe sekarang bukan perempuan itu!" Ucap Lee semakin kesal.

"Udah Lee gua lagi gak mood ngomongin ini dan gua juga lagi banyak kerjaan." Jawab Jane.

"Iya tap-"

Tuttt tuttt

Jane memutuskan sambungan sebelum Lee lanjut menceramahinya.

Dulu setelah ditinggal Val. Jane selalu ada di sisi Teo awalnya untuk menyemangati agar dia bisa kembali menjalai hidupnya seperti biasa. Tapi entah kenapa seiring berjalannya waktu ada yang tumbuh dalam hati Jane yaitu perasaan sayang dan cinta kepada Teo.

Jane sadar seharusnya dia tidak boleh jatuh cinta kepada orang yang belum bisa melupakan masa lalunya. Tapi apa boleh buat? Rasa cinta begitu saja datang bak musim semi di dalam hati Jane.

Tumbuh mekar bagaikan bunga Anemone yang indah. Bunga Anemone melambangkan harapan dan penantian. Sama halnya seperti Jane yang menantikan dan mengharapkan Teo. Tapi rasanya kali ini bunga itu tidak tumbuh dengan cantik seperti biasanya.

Jane tau cepat atau lambat Val akan kembali kepada Teo. Ia harus siap dengan apa yang terjadi Jane tidak ingin merusak persahabatan yang sudah ia bangun hanya karena cinta. Karena bagi Jane cinta bukan berarti harus memiliki, walau terdengar klise tapi memang itu yang terjadi kepada Jane.

Jika diantara kalian bertanya kenapa Jane tidak mengungkapkan perasaannya kepada Teo. Itu karena Jane takut, bukan takut akan penolakan tapi takut akibat setelah dia menyatakan perasaannya kepada Teo. Memang seperti serba salah tapi inilah cinta, kadang bisa sangat begitu membahagiakan tapi terkadang juga begitu menyakitkan.

Tringgg.. Suara notif pesan.

'Nanti gua datang ke apart lo.' Isi pesan dari Lee.

Jane malas untuk membalas pesan dari Lee karena percuma melarangnya untuk datang anak itu bebal sekali.

Matahari perlahan turun menghilang dari bumi, cahayanya kini digantikan oleh sinar bulan yang indah. Di bawah indahnya sinar bulan terdapat seorang wanita yang tengah bersedih. Ia sedih dengan keadaannya sekarang bukan soal pekerjaan, maupun harta tapi ini soal cinta yang bertepuk sebelah tangan.

"Ngapain sih lo datang ke apart gua? Ganggu aja." Ucap Jane melihat Lee berada didepan pintu apartemennya.

"Bacot banget deh lo, awas ah minggir ngalangin jalan lo." Jawab Lee sambil melangkah ke dalam apartement milik Jane.

"Ih lo ya main nyelonong aja masuk ke apart orang." Jane kesal.

"Ada makanan gak? Gua laper soalnya." Ucap Lee acuh.

"Hah? Apaan dah isi kulkas lo cuma ada telor sama susu doang?" Lanjut Lee.

"Apasih lo main buka-buka kulkas orang? Gak jelas banget hidup lo." Dumel Jane menutup kulkas.

"Gua lapar nih, gak ada makanan gitu?" Tanya Lee sambil melangkah ke sofa.

"Ngga ada!" Jawab Jane kesal.

"Order pizza gih gua pengen makan pizza." Suruh Lee menyuruh Jane.

"Lo aja yang order, malah nyuruh-nyuruh gua." Tolak Jane.

"Udah ah cepetan order nanti gua yang bayar." Ucap Lee memaksa.

"Bener ya lo yang bayar, awas aja malah minta di bayarin gua usir juga lo." Ancam Jane.

"Iya iya ah bawel."

"Udah nih udah gua order!" Jane sambil memperlihatkan layar handphonenya.

"Sip kerja bagus." Jawab Lee sambil melanjutkan nonton film, entah film apa yang sedang Lee tonton tapi sepertinya itu film action.

Hening mulai terjadi tidak ada percakapan antara keduanya. Lee begitu fokus menonton film dan memakan pizza, sementara Jane sibuk dengan handphonenya.

"Jadi ada yang mau lo omongin?" Tanya Lee tiba-tiba.

"Ngomongin apaan dah gak jelas banget lo." Jane.

Lee hanya menatap Jane. "Apaan lo liatin gua? Sika hah?" Lanjut Jane dengan nada kesal.

"Jangan so kuat lo, gue tahu isi hati lo Jane." Ucap Lee.

Jane tiba-tiba terdiam tanpa disadari air matanya kembali mengalir malam itu. Entah sudah berapa kali Jane menangis di depan Lee. Tapi kali ini rasanya begitu teramat sakit.

"Gua udah bilang dia orang bodoh." Lanjut Lee.

Jane tertunduk sambil menangis. "G-gua gak tau lagi Lee." Ucap Jane.

Lee memeluk Jane berusaha menenangkannya. "Lo berhak bahagia Jane jangan seperti ini." Ucap Lee.

Malam itu Jane menangis sejadi-jadinya di hadapan Lee, pertahanannya hancur begitu saja. Andai Teo tau betapa Jane sangat mencintainya melebihi cinta dia kepada Val. Tapi sayang Jane tidak berani mengungkapkan perasaannya dan lebih memilih untuk memendamnya.

Hanya Lee yang tahu perasaan Jane, dulu Lee pernah menawarkan untuk membantu agar Teo lebih peka kepadanya. Tapi Jane menolak ia tidak ingin Teo mengetahui perasaanya. Jadi siapa yang salah disini? Apakah Teo dengan ketidak tahuannya terhadap perasaan Jane. Atau Jane karena dia tidak sanggup untuk mengungkapkan perasaannya?

Entahlah tapi kadang cinta memang serumit itu. Hiks.. Memikirkannya saja sudah membuat perasaan Jane hancur. Ini kah yang orang orang sebut Zona Friendzone? Menyedihkan.