webnovel

Chapter 8

Kedua orang itu mengangguk, akhirnya mereka pun sepakat untuk memasuki jalan masing-masing.

Kyo Seung berjalan menyusuri jalan yang ia pilih. Jalan tersebut lurus kira-kira sejauh 25 meter, dan hal itu membuat Kyo Seung ragu dengan jalan yang ia tempuh. Walau mau kembali, rasanya sangat disayangkan jika kembali ke tempat awal tanpa hasil apa pun, jadi ia tetap berjalan menuruti jalan yang tersedia. Akhirnya ia pun sampai di ujung jalan, dan jalan tersebut mengarahkannya ke sebuah tempat yang luas dengan berbagai alat dan mesin rongsokan terletak di sekitarnya. Pasti ini adalah tempat pembuangan alat dan mesin yang telah tidak digunakan atau sudah tidak berfungsi dengan baik. Di dekat Kyo Seung, terdapat bunga-bunga yang tumbuh dari bangkai mesin dan alat yang telah rusak. Bunga itu bernama Nycrophilia Flower, biasanya tumbuh dengan jumlah yang banyak dan jarang jika menemukan tumbuhan ini hanya tumbuh satu. Satu butir spora yang dihasilkan oleh bunga Nycrophilia bisa menumbuhkan sekitar delapan bunga Nycrophilia. Bunga Nycrophilia tampak sangat indah dan bercahaya layaknya ditabur debu peri, dan warna biru tua yang semakin hitam pada bagian pucuk mahkota bunga, terlihat sangat cocok dengan bentuk bunganya yang sekilas tampak seperti bunga Lily. Aroma bunga Nycrophilia juga menenangkan.

Kembali fokus, Kyo Seung menyium aroma bunga Nycrophilia sekejap untuk menenangkan dirinya. Setelah itu ia pun mencari jejak-jejak yang ditinggalkan oleh targetnya. Walau tak dapat jejak apa pun, ia menemukan lorong sempit yang tidak diketahui ujung dari lorong tersebut. Makin dipikirkan, Kyo Seung makin curiga, tapi ia tidak punya pilihan lain. Masuklah ia ke lorong sempit tersebut, yang membawanya sampai ke ruangan berwarna putih dengan dinding dan lantai besi. Ruangan mesin, seperti sedang berada di dalam tubuh robot. Tak jauh darinya, ada dua jalan yang mengarah ke kiri dan kanan, Kyo Seung menoleh ke kiri dan dan ke kanan, lalu ia memilih untuk pergi ke kiri. Kedua matanya fokus memerhatikan sekeliling dari atas hingga bawah, ia jadi tidak terlalu memerhatikan yang ada di hadapannya.

Puk! Kyo Seung menghentikan jalannya ketika ia merasakan tubuhnya telah menabrak seseorang. "Ah? Dae Joon?"

"Park Kyo Seung" cetus Dae Joon dengan datar. "Kalau jalan lihat ke depan", tambah Dae Joon sembari memeluk temannya itu. Kyo Seung langsung memasuki mode bengong, kenapa Dae Joon tiba-tiba memeluknya? Dari seluruh kemungkinan di dunia ini, persentasenya hanya 0,001% bagi seorang Jung Dae Joon untuk memeluk seseorang. Suasana canggung mulai terjadi, namun beruntungnya, Haeri muncul dari belakang Dae Joon. Begitu Dae Joon menyadari keberadaan seseorang selain dirinya dan Kyo Seung, ia langsung melepas pelukannya.

"Aku menemukan sekelompok orang berpakaian hitam di belakang!" seru Haeri selagi berlari sembari menunjuk ke belakang dengan ibu jarinya.

"Berarti tempat ini pasti markas mereka" kata Kyo Seung diikuti dengan Dae Joon yang menyetujui. Mereka bertiga pun segera mendatangi segerombolan kriminal yang sedang berkumpul di ruangan tersebut.

Pertarungan dengan segerombolan pantomim pun dimulai tanpa basa-basi. Haeri langsung mengeluarkan revolvernya, Dae Joon beraksi dengan tangan sekeras besi, dan Kyo Seung menyiapkan tinju besertabpistol di utility belt-nya. Untuk berjaga-jaga, Kyo Seung berencana untuk menggunakan pistolnya saat situasi tidak sesuai harapan. Kyo Seung memerhatikan Haeri yang sedang mengisi ulang peluru revolvernya, ia sempat mengira Haeri akan membunuh musuh mereka tanpa berpikir panjang. Namun, ternyata peluru yang dipakai oleh Haeri memiliki jarum di ujung pelurunya, yang berarti peluru itu adalah obat bius. 

Bisa saja, Kyo Seung akan langsung mengeluarkan pistolnya dan menembak semua orang hingga mati agar ia dan teman-temannya bisa mendapatkan petunjuk lebih cepat tentang musuhnya. Namun kepercayaannya kepada kedua temannya itu menurun semenjak ia tahu bahwa Dae Joon dan Haeri memiliki misi di kota Daegam ini, langsung dari seseorang yang sangat penting di negara ini. Jika ia berbuat seenaknya di depan kedua temannya itu, bisa saja ia akan dibawa ke kantor polisi dan di bawa ke penjara, tanpa melihat status hubungan pertemanan mereka. Kyo Seung tak begitu memikirkannya, karena pada dasarnya ia tidak pernah mendapat teman yang benar-benar mendukung dirinya sejak ia sekolah di sekolah menengah pertama. Jadi ia sudah terbiasa, walau kadang rasanya begitu menyakitkan jika diingat kembali.

"Bukankah rasanya lebih keren kalau kita memakai senjata selain tangan kita untuk bertarung?" ungkap Kyo Seung kepada Dae Joon sambil memukul perut salah satu musuh mereka.

"Iya, tapi seperti ini rasanya lebih seru" balas Dae Joon sembari mencekik dan menyeret musuhnya ke dinding besi. "Senjata tidak bisa mencekik orang seperti ini"

Kyo Seung terdiam, sekilas ia melirik ke wajah Dae Joon. Kosong. Walau wajah Dae Joon selalu datar dan bisa dibilang mendekati kata "kosong", ekspresi Dae Joon tak pernah menampakkan "kosong" yang dilihat oleh Kyo Seung. Tanpa ba-bi-bu lagi, mereka pun melawan segerombolan orang bertopeng pantomim. Tak perlu waktu lama, tiga sekawan itu sudah melumpuhkan lawan mereka hingga terkapar di lantai, tanpa melibatkan pembunuhan sedikit pun.

"Kau tahu apa yang harus dilakukan" papar Dae Joon kepada Haeri sembari melirik ke pintu yang ada di pojok ruangan. Pintu itu berwarna hitam dengan layar sandi berwarna emas. Kyo Seung sedikit terkejut ketika ia melihat pintu yang barusan ia sadari keberadaannya, padahal sejak ia masuk ke ruangan, ia tak melihat pintu itu di sudut ruangan. 

"Sejak kapan pintu itu ada di sana?" bingung Kyo Seung dengan telunjuk yang diangkat mengarah ke pintu berwarna hitam.

"Sejak tadi. Aku tidak percaya kau bisa bertahan hidup di kota ini dengan penglihatan yang cacat seperti itu" sindir Dae Joon dengan bibir yang tersenyum miring. "

"Setidaknya aku tidak buta" balas Kyo Seung dengan nada mengejek, ia sudah biasa dengan setiap hinaan dan sindiran yang selalu keluar dari mulut temannya itu sejak mereka masih di sekolah menengah atas.

"Senangnya bisa melihat kalian akrab lagi" kata Haeri dengan jarinya yang sibuk menekan-nekan tombol sandi angka.

Kyo Seung dan Dae Joon saling memalingkan wajah. Haeri hanya tersenyum kecil melihat kedua temannya itu kembali akrab. "Sudah terbuka, kira-kira ini ruangan apa ya?"

Haeri lebih dulu memasuki ruangan tersebut. Ia membuka pintu dengan hati-hati, berjaga-jaga jika ada jebakan. Di dalam ruangan sangat gelap, jadi ia menyalakan fitur senter dari jam tangan pintarnya. Lemari besar terbuat dari kayu yang berwarna hitam menempel pada dinding, dipadu dengan ornamen dan buku-buku, di dalamnya ada beberapa meja yang diletakkan vas bunga di atasnya. Di bagian tengah ruangan, ada sebuah meja kerja dan kursi mewah di belakang meja tersebut, tumpukkan kertas, buku, dan beberapa hologram magazine berada di atasnya. "Pasti yang kita cari ada di sini" ujar Haeri sembari menerangi sebagian ruangan dengan jam tangannya. Kyo Seung dan Dae Joon membuntuti Haeri dari belakang sembari berhati-hati dengan lantai yang mereka pijak. "Lebih baik kita cepat mencari tahu alasan mengapa mereka pergi ke rumah korban" tambah Haeri sembari membuka laci dari salah satu lemari kayu hitam.

"Sebelum itu, aku ingin tahu bukti yang kalian dapatkan tadi. Kalian masih menyimpannya, bukan?"

Dae Joon dan Haeri terdiam. Mereka saling menatap satu sama lain, lalu mereka mulai memeriksa isi saku dan barang bawaan mereka. Kyo Seung menunggu kedua temannya itu mencari barang bukti yang mereka temukan.

"Ah, pasti flashdisk-nya tertinggal di mobil" kata Dae Joon serta menaikkan kedua pundaknya. Haeri hanya mengangguk-angguk setuju.

Kyo Seung memiringkan kepalanya. "Bukannya ada bukti yang lain, buku-"

"Aku menemukan sesuatu!" 

Dae Joon dan Kyo Seung langsung menoleh ke Haeri yang entah sejak kapan ia berpindah tempat secepat kilat ke depan laci meja kerja yang ada di ruangan itu. Kyo Seung dan Dae Joon melihat ke isi laci yang dibuka oleh Haeri, brankas besi berukuran sedang dan berbentuk kotak terletak di dalam laci tersebut. Haeri langsung mengambil brankas itu, lalu ia mendekatkan telinganya ke sisi brankas. "Aku tidak terlalu paham cara membuka brankas. Dae Joon, giliranmu beraksi" Haeri membiarkan Dae Joon mengambil posisi tempat ia mendekat dengan brankas besi. Dae Joon pun segera membuka brankas besi tersebut.

"Kukira aku sudah pernah memberimu buku metode-metode membuka brankas?"

"Kalau itu…ceritanya panjang, susah dijelaskan" jawab Haeri sambil tercengir, dan Dae Joon dapat menebak bahwa Haeri malas membaca buku yang diberikannya. "Kira-kira, berapa lama kamu dapat membuka brankas itu?"

"Kombinasinya dapat ditebak dengan mudah" ucap Dae Joon sembari mendekatkan telinganya pada brankas, tangannya memutar-mutar kunci brankas. Click! Suara kunci brankas terdengar tak lama setelah Dae Joon berbicara. Dae Joon melihat isi brankas tersebut, lalu ia mengeluarkan sebuah amplop coklat besar dari dalamnya. Di atasnya, tertulis nama korban kasus mutilasi yang tak lain adalah "Jang Sooya". Dae Joon mengangguk ke kedua temannya itu, memberikan isyarat bahwa benda yang ia temukan adalah benda yang mereka cari. Kyo Seung menyarankan untuk memeriksa terlebih dahulu isi amplop coklat itu, namun Dae Joon dan Haeri membantah dan memilih untuk membukanya di tempat yang aman. Kyo Seung hanya bisa mengiyakan kedua temannya yang lebih pintar daripada dirinya itu.

Mereka bertiga kembali ke titik awal mereka sebelum mereka mengejar seseorang bertopeng pantomim yang kabur. Dae Joon dan Haeri mengawasi para polisi bayaran yang sedang membereskan kekacauan yang dibuat oleh mereka dan segerombolan pantomime tersebut, sedangkan Kyo Seung mulai melamunkan kejadian yang belum sempat ia pikirkan panjang-panjang. Kyo Seung sedang duduk di sebuah kursi taman yan terletak di teras rumah Jang Sooya, ia menatap ke langit yang gelap abadi.

"Tadi itu…kenapa dia memelukku tiba-tiba?"

"Apakah sesuatu terjadi sesaat kita bertiga berpisah jalan?"

"Ada sesuatu yang terasa aneh di sini"

Kyo Seung bangkit berdiri, ia berjalan memasuki rumah Jang Sooya. Ia melewati beberapa polisi yang sedang membersihkan ruang tengah, lalu ia menghampiri kedua temannya yang sedang sibuk melihat ke layar hologram yang bersumber dari jam tangannya Haeri. "Jadi, kalian mau apa setelah ini?" tanya Kyo Seung ke Dae Joon dan Haeri.

"Aku selalu lupa waktu kalau sedang bekerja seperti ini. Aku lupa kalau ini sudah pukul 00.09" jawab Haeri sembari menutup layar hologram dari jam tangannya. "Mari kita pulang~"

"Mau ku antar pulang?" tanya Dae Joon ke Haeri yang sedang berlalu keluar melewati pintu rumah.

"Tidak perlu, aku ada urusan lain setelah ini. Sampai jumpa Jung Dae Joon, Park Kyo Seung" Haeri melambai-lambaikan tangannya kepada Dae Joon dan Kyo Seung, lalu ia berjalan menjauh hingga tak terlihat lagi batang hidungnya dari dalam rumah.

Dae Joon menoleh ke Kyo Seung. "Mau ku antar pulang?"

"Mau!" jawab Kyo Seung dengan cepat. Jika ia diantar oleh Dae Joon dengan mobil sampai ke apartemennya, itu berarti ia memiliki waktu untuk berbicara berdua dengan temannya itu. Ia bisa menanyakan kejadian saat dia dan temannya itu berada di markas gerombolan bertopeng pantomim. 

Dengan canggung, Kyo Seung dan Dae Joon berjalan keluar dari rumah korban dan berlalu memasuki mobil sport hitam. Dae Joon duduk di kursi kemudi, dan Kyo Seung duduk di sebelahnya. Sebenarnya ia mau duduk di bagian belakang mobil saja agar ia bisa melihat dengan jelas gerak-gerik temannya itu tanpa diketahui olehnya, namun kursi belakang sudah penuh dengan berkas dan kertas-kertas kasus. Dae Joon bilang, itu ulah Haeri yang malas membereskan hasil pekerjaan mereka berdua, namun tampaknya Dae Joon juga terlihat cukup lelah untuk membereskan berkas dan kertas-kertas itu. Dae Joon memasang sabuk pengaman, diikuti dengan Kyo Seung yang sempat lupa memakai sabuk pengaman. Kyo Seung menarik sabuk pengamannya dengan sedikit cepat, sehingga sabuk pengaman itu macet dengan sendirinya. Dae Joon dengan sigap langsung mengulurkan tangannya untuk membantu memasangkan sabuk pengaman. "Tidak perlu dibantu!" ujar Kyo Seung langsung memasang sabuk pengamannya dengan benar. Dae Joon hanya terdiam, tak membalas apa pun. Ia pun mulai menyalakan mesinnya, dan Kyo Seung pun siap menanyakan banyak kejanggalan yang terjadi saat di markas segerombolan bertopeng pantomim. 

"Rumahmu di mana?"

Kyo Seung terdiam, ia terkejut sekaligus tersadar mendengar pertanyaan itu keluar dari mulut "temannya", Jung Dae Joon.

Aku terkejut melihat viewers novel ini bertambah drastis. Ada bug, kah?

Keidou_Kurobacreators' thoughts
Nächstes Kapitel