webnovel

The Light

Mereka memasuki hutan dengan tenang, tetapi tetap waspada. Lucas memimpin jalan dan berada di barisan paling depan dengan jarak beberapa meter lebih jauh dari yang lainnya, tiga orang di tengah—termasuk Han Yiyue—dan dua sisanya berdiri beberapa langkah di belakang.

Han Yiyue mengikuti tanpa mengatakan apa-apa, dia juga tidak bertindak berlebihan selain menatap sekeliling dan memperhatikan lingkungan. Pohon lebat dengan batang tebal dan tinggi, ada semak-semak di beberapa tempat. Dia tidak pernah menjelajahi hutan, entah itu iseng-iseng datang atau untuk keperluan lain. Bagi seseorang seperti dia, melakukan hal-hal baru adalah kesenangan sendiri.

Sebenarnya anggota Fenghuang jarang memasuki hutan secara berkelompok, apalagi tujuannya mencari binatang buas untuk bertarung secara langsung. Biasanya dua orang akan pergi bersama, satu bertanrung dan satu lagi berjaga-jaga dengan pistolnya, jika hal tidak diinginkan atau tidak sesuai tujuan terjadi, itu akan membantu rekannya.

Hal itu cukup berguna bagi pelatihan petarung secara langsung dan pengguna pistol. He Xi Huan sendiri tidak menetapkan bagaimana anggotanya berlatih. Ia hanya merekrut orang-orang yang mahir bertarung atau memiliki keberanian di sangat besar hingga dapat disebut kejam. 

Semakin memasuki hutan, semakin banyak waktu yang habis, tetapi tidak ada tanda-tanda bahaya. Satu per satu dari mereka mulai lengah dan berjalan dengan asal-asalan, terlebih Feng Ruo yang pada dasarnya memang lebih banyak tidak serius. Dia menyimpang setelah melihat sebuah pohon kercil yang tidak asing, tetapi batangnya besar, dan ada buah berwarna cokelat menggantung di sisi dahan. 

"Yiyue, kemari!" panggilnya bersemangat sembari memetik buah.

Han Yiyue berhenti memperhatikan sekeliling, memfokuskan pandangan kepada Feng Ruo dan berjalan mendekat dengan kening mengerut. Ketika tiba di depan Feng Ruo, tangannya segera ditarik, diisi dengan buah.

"Makan ini. Ini sangat enak."

Menatap buah di tangannya dengan ragu, Han Yiyue tidak yakin terhadap ucapan Feng Ruo, tetapi tidak lama kemudian pihak lain lebih dulu memakan buah yang sudah didapatnya.

Wajah Feng Ruo terlihat puas, ada senyum kecil menggantung di bibir sambil berseru senang, "Ini sangat manis!"

Hal itu membuat Han Yiyue kehilangan alasan untuk tidak mencoba buah. Mengikuti cara Feng Ruo makan, ia membelah buah menjadi dua dan mencicipi perlahan. Benar saja rasa manis segera menyebar di mulutnya dan kandungan air melimpah cukup membasahi tenggorokan.

"Enak," ucapnya dengan sedikit senyum.

Feng Ruo merasa bangga dan menepuk dada. "Aku tidak pernah berbohong tentang makanan."

Mereka berencana mengambil beberapa buah lagi setelah menghabiskan satu, tetapi seruan Xiao Bao mengganggalkan niat itu. Mereka dipaksa untuk kembali berjalan bersama. Meskipun Feng Ruo memasang wajah tidak rela dan gerutuan tanpa henti meluncur dari mulutnya, dia tetappatuh.

Lucas yang telah lama memnperhatikan situasi sudah mulai kesal karena tidak ada satu pun target. Pada akhirnya dia memutuskan menghentikan kegiatan sampai di situ. "Sudah sangat sore. Kita harus pulang jika tidak mau tinggal di hutan."

Dengan itu mereka mengakhiri perjalanan memasuki hutan dan berbalik ke jalan pulang. Jika tidak kembali setengah jam sebelum malam, kemungkinan besar mereka akan kesulitan di jalan karena  hutan itu cukup rumit.

Han Yiyue yang sejak awal tidak benar-benar mengikuti Feng Ruo kembali ke kelompok, tidak tahu jika orang-orang itu sudah berbelok dan mengambil jalan pulang yang berbeda dengan jalan datang. Setelah mengambil buah tambahan, dia berjalan ke arah semula ketika dipanggil Feng Ruo sebelumnya. Menyusuri jalan tanpa melihat kanan-kiri dan dengan senang memakan buah.

Beberapa menit berlalu, tidak ada tanda-tanda keberadaan orang lain, tidak ada suara berisik Feng Ruo, ataupun bisik-bisik dari belakang membuat Han Yiyue mulai merasa ada yang tidak beres. Dia mengangkat pandangan dan melihat lurus ke depan, berbalik ke belakang, lalu memperhatikan ke dua sisi.

Barulah dia menyadari tidak ada seorang pun di sampingnya, bahkan di sekeliling itu. benar-benar sepi, selain suara embusan angin yang menerpa pohon-pohon dan dedaunan jatuh. Langit menggelap perlahan, menyisakan sedikit kemerahan di salah satu sudut.

"Feng Ruo."

"Xiao Bao."

"Lucas."

Han Yiyue merasa panik dan sedikit takut, tetapi berusaha tetap tenang meski suaranya terdengar bergetar. Melangkah terburu-buru ke depan, berpikir jika dia pasti sudah tertinggal. Namun, semakin memasuki hutan, semakin seram suasana yang dilihat. Pada akhirnya dia memutuskan berbelok.

Berjalan tanpa arah pasti, berusaha mengingat pemandangan yang sejak awal sudah diperhatikan. Sayangnya warna gelap di langit menyulitkan pandangannya, membuat perasaan takut semakin menjadi-jadi.

"Feng Ruo!" teriaknya putus asa.

Kepanikan dan rasa takut semakin besar mengakibatkan manik mata mulai berkaca-kaca. Buah di tangan jatuh ke tanah dan digantikan oleh belati yang sejak tadi berdiam di saku celana. Menggenggam seerat mungkin seakan itu dapat menyelamatkan hidupnya.

Malam semakin tinggi, hanya sinar rembulan yang menjadi sumber penerangan. Meski begitu tidak benar-benar mempermudah, justru pepohonan lebat menghalangi cahaya yang jatuh. Beberapa kali dia tersandung dan hampir menabrak pohon. 

Dikatakan bahwa panca indera manusia akan semakin tajam dalam kegelapan. Itu memang benar, menghadapi kegelapan yang terlihat tanpa ujung dan ketidakpastiaan, Han Yiyue seakan dapat mendengar setiap pergerakan di sekitarnya. Membuat otaknya merekam plot terburuk. Entah itu binatang buas yang kelaparan dan sedang mencari mangsa atau sekelompok bandit yang tengah menyembunyikan hasil curian mereka.

Han Yiyue mendengar pergerakan yang semakin dekat, ditambah angin dingin menyapa tubuhnya, membuat bulu kuduk merinding.

Perasaan takut ini, ketidaknyamanan, dan ketidakpastian sudah mampu membuat dia merasa lelah. Han Yiyue benar-benar putus asa, tetapi tidak ingin mati sia-sia. Dia berjalan lebih cepat tanpa kehilangan kewaspadaan, memilih sebuah pohon untuk dipanjat.

Beberapa kali kakinya terpeleset, menimbulkan gesekan dengan kulit pohon yang kasar. Celana mulai sobek di beberapa titik dan menyisakan luka yang cukup perih. Jika ini situasi biasa, Han Yiyue mungkin akan bereaksi atas luka tersebut, tetapi dalam kondisi menakutkan ini, tidak ada hal yang bisa dipedulikan selain tetap hidup.

Benar saja, setelah beberapa saat Han Yiyue di atas pohon, terdengar lolongan. Tidak jauh, tetapi tidak begitu dekat. Degup jantungnya semakin menggila, keringat dingin perlahan memenuhi kening.

Penyesalan memenuhi hati. Seandainya dia lebih perhatian dan tidak bertindak gegabah dengan mengambil buah atau seandainya dia tidak ikut sejak awal. Semua ini tidak akan terjadi.

Dia mungkin sedang duduk dan berbicara bersama He Xi Huan tentang keputusan yang akan diambil. Sayangnya, dia terlalu tidak beruntung.

Han Yiyue memejamkan mata dengan erat dan berusaha menahan ketakutannya. Tanpa sadar bergumam, "He Xi Huan, tolong aku."

Entah mengapa, hanya orang itu yang muncul dalam benaknya sebagai seorang penolong. Han Yiyue merasa jika He Xi Huan saja yang bisa membawanya keluar dari masalah ini, sama seperti malam di mana dia dibawa pergi dari tangan Nike. Dia berharap He Xi Huan juga akan membawanya pergi dari tempat ini.

Nächstes Kapitel