webnovel

Cerminan Dunia Bawah

Elia mengamati gambar punggung kartu tarot di depannya. Gambar itu hanya sebuah pola yang terlihat tak beraturan, tapi semakin lama diperhatikan garis-garis itu jelas membentuk suatu pola. Elia berpikir itu akar. Dia pernah membaca novel berjudul Akar. Apa mungkin ada hubunganya? pikir Elia sambil mengangkat wajahnya. Ragu-ragu dia menatap Sunshine.

"Apa ada harganya?"

Sunshine tersenyum. Kali ini, dia dengan jelas memperlihatkan rasa sukanya pada pertanyaan Elia.

"Kamu gadis yang pintar."

"Itu yang selalu kudengar dari film-film."

"Bagian ini ada benarnya, tapi aku tidak mengambil bayaran dari membagikan pengetahuan pada seorang pemula." Nada bicara Sunshine saat ini anggun. Seolah dia sudah hidup ribuan tahun.

Elia jadi lega. Lalu dia mulai menjulurkan tangannya. Ketika mau mengambil satu kartu yang paling atas, tiba-tiba dia berhenti dan ingat sesuatu yang jenaka tapi bisa juga jadi horor.

"Kamu bilang kamu mengantarku dan ibuku kepada kakekmu kan?"

Sunshine mengangguk. Sikapnya tenang meskipun sedang mengantisipasi kelanjutan pertanyaan itu.

"Berapa usiamu saat itu?"

Sunshine tertawa terbahak-bahak sampai menepuk-nepuk pahanya. Elia tak tahu Sunshine sedang bahagia atau sedang mengolok-oloknya. Tawanya kedengaran seperti dibuat-buat.

"Kamu pasti berpikir aku ini nenek-nenek ya?"

Elia tidak mengelak. "Dalam film-film yang mengangkat cerita penyihir, penyihir dalam film itu selalu muncul sebagai wanita cantik tapi aslinya nenek peyot yang jahat."

"Hum...ini salah satu efek yang tak kusukai dari film. Perspektif orang digiring pada satu pemahaman yang sama. Aku heran kenapa tidak ada sutradara yang berpikir untuk mendobrak stereotipe itu. Ah, apa semua sutradara membenci penyihir?"

Sunshine seperti bertanya pada Elia tapi sebenarnya tidak. Dia hanya mengajukan keberatan pada perspektif manusia.

"Entah," elia mengangkat kedua pundaknya. Dia berpandangan polos pada fakta-fakta itu.

"Aku seumuran dengan Max."

Sunshine bicara dengan datar secara sengaja untuk mengurangi antusiasme Elia pada umurnya. Sementara itu, Elia merasa Sunshine dan Max sudah bersekongkol. Mereka sama saja, pikir Elia malas.

"Masih penasaran?"

"Ah sudahlah, tak penting berapa umurmu, sekarang yang penting bagiku adalah tentang ibuku dan dunia bawah. Selain itu, aku ingin tahu siapa ayahku. Dia pasti siluman, kan?"

Sunshine mengangguk.

"Kamu tahu siapa dia?"

Sunshine menggeleng. Sikap misteriusnya berkurang saat itu. Itu membuat Elia percaya kalau Sunshine tidak tahu.

"Apa aku akan tahu semuanya jika membukanya satu per satu?" Elia merujuk pada kartu tarot di depannya.

Sunshine mangangguk. "Aku akan menjelaskan berdasarkan gambar yang muncul nanti."

"Baiklah, aku akan membuka satu per satu kartu ini, kamu harus jelaskan semuanya! oke?!"

Sikap misterius Sunshine kembali sambil mengangguk.

Elia lalu fokus untuk mendapatkan jawaban. Dia mengambil satu kartu yang paling atas sesuai aturan yang diinformasikan oleh Sunshine. Ketika melihat muka kartu, dia terkejut dan bingung.

"Kosong nih."

Elia meletakkannya di meja. Lalu Sunshine mengetukkan jari telunjuknya sebanyak tiga kali pada kartu kosong itu.

"Perhatikan baik-baik."

Elia menuruti kata-kata Sunshine.

"Wow!"

Lingkaran kertas tarot itu mulai menampilkan api putih. Kemunculannya sama dengan ketika sebuah kertas dibakar dari tengah-tengah. Api bergerak dari tengah sampai ke pinggir.

"Dua peri!" sebut Elia lalu menatap Sunshine yang cara duduknya kini sudah berubah. Sunshine mengeluarkan aura sebagai sang pembaca sepenuhnya. Itu membuat Elia agak terkejut. Dia tidak dapat mengenali Sunshine yang beraura seperti itu. Dia merasa menghadapi orang yang berbeda, tapi wajah itu masih wajah Sunshine. Dia pun mencoba mengendalikan dirinya dan bersikap tenang.

"Apa artinya?" Elia bertanya dengan suara lirih. Dia khawatir arti dari gambar itu buruk, tapi rasa penasaran mendorongnya untuk mengajukan pertanyaan. Ada sedikit rasa optimis kalau gambar itu memiliki arti yang baik karena berlatar belakang cahaya terang.

"Ingat, bahwa ini adalah pengetahuan bukan prediksi masa depanmu, jadi kamu tidak perlu waspada seperti itu."

Elia menurunkan kewaspadaannya seketika setelah mendengar Sunshine mengingatkannya.

"Aku hanya kaget. Siapa yang mengira kalau akan muncul api seperti itu sebelum gambar dua peri ini."

Sunshine menyeringai meremehkan perasaan Elia. Ekspresi itu membuat Elia mulai berpikir kalau sifat asli Sunshine memang tak seanggun penampilannya.

"Perhatikan baik-baik kedua peri itu," Sunshine mengeluarkan perintah.

Elia cukup terkejut ketika obrolan mereka yang tadinya bernuansa casual kini berubah menjadi serius. Dia merasa diposisikan sebagai murid. Berapa sih umurnya? Kelihatannya lebih muda dariku, gerutu Elia dalam hati. Walaupun agak keberatan dia tetap mengikuti kata-kata Sunshine.

Saat memperhatikan lekat-lekat kedua peri, Elia merasa melihat sesuatu yang akrab. Perasaannya memberitahunya kalau dia pernah bertemua dengan kedua peri itu. Dia mengamati setiap lekuknya. Kemudian dia menarik tubuhnya dan duduk tegak. "Bukankah keduanya ada di depan pintumu? tadi kupikir keduanya hiasan belaka."

"Memang. Yang ada di depan pintuku adalah replika mereka, tapi wujudnya memiliki kemiripan 99 persen dengan aslinya."

"Kenapa kedua peri itu yang muncul pertama kali?"

"Karena memori tentang keduanya masih sangat baru untukmu sehingga mudah untuk terefleksikan kembali di tarot ini."

Kata-kata itu membuat Elia mengeryit. Dia merasa mengetahui cara kerja tarot itu. Walaupun begitu, deduksi dari satu penjelasan saja tidak cukup untuk membuat kesimpulan yang meyakinkan.

"Apa itu berarti, ini terhubung dengan ingatanku? Semua hal yang ada diingatanku akan muncul kembali di sini?"

"Bisa ya, bisa tidak."

"Katamu ini hanya untuk berbagi pengatahuan, kenapa terhubung dengan ingatanku? kalau begitu, bukankah itu berarti aku juga bisa melihat jejak masa laluku?"

Elia berusaha menerjemahkan ekspresi Sunshine. Satu hal yang pasti jika ingin mengetahuinya adalah dengan melakukannya sampai akhir, begitu kurang lebih yang dikatakan wajah diam Sunshine saat itu pada Elia.

Elia memandangi kedua peri dan tumpukan kartu yang belum terbuka. Sunshine mangambil tarot peri yang sudah dibaca. Dia kemudian memberi sinyal pada Elia agar melanjutkan.

"Jika kulanjutkan, apa ada resikonya?"

"Kamu akan mengetahui dunia yang belum pernah kamu ketahui, perspektifmu atas dunia akan berubah, matamu akan terbuka pada dunia yang selama ini tidak dapat kamu lihat. Pengetahuan itu bisa sangat tajam seperti pisau, bisa juga lembut seperti kapas, bisa menjadi pelepas dahaga, bisa menjadi pembangun seperti matahari, bisa menjadi penyembuh seperti tanah, bisa juga menjadi penghancur seperti api."

"Artinya aku bisa mengalami banyak masalah dengan mengetahui semua ini?"

"Tergantung pada pilihanmu. Segala sesuatu yang terjadi di sekitar kita tergantung pada pilihan kita sendiri. Apa yang akan terjadi padamu di masa depan tergantung pada pilihanmu detik ini. Masalahnya masa depan itu sangat dekat."

"Apa maksudmu masa depan sangat dekat?"

Dengan tegas Sunshine menjawab, "Satu menit yang lalu adalah masa lalu, satu menit yang akan datang adalah masa depan, satu menit yang sedang kita jalani sekarang adalah masa kini. Jadi putuskan dengan bijak caramu menggunakan waktu di masa kini."

Nächstes Kapitel