webnovel

Mama Menelepon

Sekarang Raj sudah berada di markasnya. Dia tertawa ketika bisa lolos dari Santa dan para anak buahnya. Bahkan Terry tersenyum sembari mengangkat jari jempolnya atas kebanggaannya kepada Raj. Memang Raj sungguh sangat lincah akan hal meloloskan diri, karena berbagai gaya dia bisa lakukan.

Bahkan sangat jarang yang bisa menandinginya. Meskipun para mafia yang lainnya sekalipun. Makanya dia dijuluki sebagai mafia tak tertandingi. Bahkan kadang Santa dan Silver seringkali merasa iri dan tak nyaman dengan julukan Raj itu. Tapi bagaimanapun mereka harus tetap menerimanya. Kalau menolak pastinya akan dibantai habis-habisan oleh semua mafia yang ada di sekitaran sana. Walaupun berat hati untuk menerima keikhlasan di benak mereka, tapi mereka masih bisa menahannya dengan berpura-pura menerimanya.

"Bagaimana? Apa keren aku kabur tadi? Atraksiku sungguh mempesona bukan? Lalu bagaimana dengan motor kamu? Jelasnya dirusak oleh mereka karena geram denganku haha. Tapi ya sudahlah pastinya nanti akan aku belikan lagi. Tenang saja!" seru Raj dengan sesekali membanggakan dirinya dan membahas motor itu. Meskipun begitu dia pastinya akan bertanggungjawab dan membelikan Terry motor MOG yang baru lagi.

"Iya kamu sangat keren, Raj. Pokoknya the best lah buatku, dan untuk masalah motor biarkan saja! Aku tidak seberapa mempermasalahkannya, nanti kan aku bisa ikut serta kalian semua, kapan-kapan kalau aku punya uang pastinya akan beli sendiri, tidak usah repot-repot, cukup bantuannya dari darimu, agar aku bisa mandiri," tolak Terry yang sungguh dia merasa tak enak kepada Raj. Karena selalu Raj yang membantunya dalam segi hal apapun. Rasanya seperti sudah ketergantungan saja kepadanya. Makanya kali ini Terry menolak. Mencoba untuk mandiri saja.

"Sudahlah! Jangan berfikiran yang macam-macam. Intinya kita ini saudara, bukankah kamu sudah mengakui itu kalau kita bersaudara? Jadi jangan pernah menolak apapun pemberian dariku. Uang bagiku tak ada apa-apanya. Besok kita akan mencoba mengecek motor itu, aku juga penasaran bagaimana bentuk dan rupanya haha. Pastinya sungguh rusak parah, hancur berkeping-keping menjadi abu, lucu juga jadinya hmmm haha," ucap Raj lagi, sembari tersenyum pecah disertai candaannya. Terry juga ikut terkikik geli. Membayangkan motornya nanti bagaimana bentuknya. Pastinya tidak akan tertolong lagi.

Dan ketika mereka masih sibuk berceloteh. Telepon Raj pun berbunyi. Kali ini bukan dari Yelin yang biasanya terus mengganggunya itu. Melainkan mamanya yang meneleponnya sekarang.

Raj yang sudah menggenggam ponselnya yang sudah diambil dari kantong sakunya, dia pun mengerutkan dahinya. Merasa bertanya-tanya, ada apa mamanya itu meneleponnya. Kalau berkata merindukannya dan adik angkatnya rindu juga kepadanya, pastinya dia sungguh malas. Jadi tidak penting rasanya ucapan rindu itu. Bagi Raj kalau rindu ya pulang saja dan bertemu dengannya, dia sangat tidak suka dengan omongan doang tanpa fakta dan bukti yang nyata.

"Iya, Ma, ada apa?" Suara Raj terdengar malas. Bahkan tanpa berbasa-basi terlebih dahulu. Menyergah mamanya yang ingin mendahului menyapanya.

"Eh, eh ... anak Mama ini, gak tanya kabar atau gimana kok langsung to the poin saja! Kamu memang sangat persis sama Papa kamu yang dingin seperti es batu itu haha. Ya sudah kalau begitu, Mama juga langsung saja. Satu bulan lagi Mama kembali ke Indonesia menemanimu. Mama sungguh merindukanmu, lagian kata Papa juga pekerjaan di sini sudah stabil jadi aman, bisa menemanimu sampai beberapa bulan ke depan. Jadi? Kamu harus tidur di rumah terus oke? Jangan tidur klayapan terus."

Balasan dari mamanya itu. Sontak membuat Raj sedikit tak terima, bagaimana bisa? Dia selaku pemimpin di anggota mafia ini berada di rumah saja. Meskipun rumah adalah tempat ternyaman bagi orang-orang pada umumnya. Tapi bagi Raj, markasnya lah tempat ternyaman. Karena dia sudah terbiasa berada di markasnya dari pada berada di rumah. Yang jelas, dia kalau di rumah selalu kesepian. Beda dengan di markasnya. Rame-rame dan sama-sama.

"Mama mau pulang? 1 bulan lagi? Benarkah? Ya sudah apa kata Mama saja lah. Yang jelas untuk janji kalau tidur selalu di rumah, lihat nanti dulu ya, Ma, intinya nanti bisa diatur deh. Ya sudah pokoknya kalau pulang, pulang saja dan hati-hati ya, Ma. Kalau begitu telepon Raj tutup karena masih banyak hal yang diurus. Bye. Bye!"

Raj seketika langsung mematikan teleponnya. Selalu kebiasaan dia seperti itu. Tak pernah bisa mesra di dalam telepon. Dia memang sangat persis dengan papanya. Namun, meskipun begitu kalau dia sungguh mencintai seseorang, pastinya akan mencintai seseorang itu dan berkorban dengan seumur hidupnya. Papanya juga sama. Sungguh sangat melindungi keluarganya itu karena memang sudah kewajibannya dan amat mencintai istrinya.

Mama Yura pun kadang sesekali kesal gara-gara kelakuan anaknya itu. Sampai-sampai dia berteriak sekarang. Dengan sedikit mengumpati Raj karena mematikan teleponnya sembarangan.

"Raj. Raaaaaj! Dasar anak ini!"

Suaminya yang berjalan ke arahnya. Tersenyum simpul melihat istrinya yang sekesal itu, memandangi dan mengoceh di depan teleponnya. Seolah-olah telepon itu adalah Raj. Padahal biasanya dia terus memaklumi putra si mata wayangnya itu. Tapi sekarang mungkin dia benar-benar merindukan anaknya itu. Makanya sekarang begitu.

Dengan bergelayut manja dengan tangan yang melingkar di pundak istrinya itu. Yunus pun mendehemi istrinya.

"Ada apa sih, Ma? Begitu saja kok diributkan. Apa karena, Raj? Santai saja! Kayak kamu tak mengenal anak kita saja! Yang penting dia baik-baik saja, itu sudah lebih dari cukup. Jadi tak perlu diributkan lagi. Sudah ahhh nanti malah jelek kalau kamu cemberut seperti itu," sahut Yunus dengan terus memandangi istrinya yang sudah memonyongkan bibirnya beberapa sentimeter itu.

Itu semakin membuat Yunus terkikik geli tanpa bersuara. Memang dia selalu jaga image. Makanya jarang tertawa terbahak-bahak. Bukan karena malu tapi memang sudah ciri khas seperti itu. Karena tertawa terbahak-bahak bukan ciri khas orang berwibawa katanya. Jadi dia selalu terlihat cool dihadapan siapapun. Hanya kadang tertawa terbahak-bahak pernah sesekali saja.

"Huh, dia memang benar-benar anakmu. Sifatnya sama persis dengan dirimu. Pantas saja kamu membelanya huhu. Aku jadi tak sabar ingin bertemu dengannya, aku sungguh sangat merindukannya. Sudah 2 tahun lamanya kita meninggalkan, Raj," protes Yura Aulia dengan sesekali mengeluh. Membayangkan wajah Raj yang sangat tampan melebihi suaminya itu.

"Iya, iya, Ma, bentar lagi. Tenang saja! Kita pokoknya jangan ramai-ramai. Si Ravia kan sedang tidur, agar tak terbangun karena kita, tapi mumpung Ravia tidur, apa kita harus membuat itu? Biar nambah lagi?" Yunus Yusra mencoba menggoda istrinya dengan memberikan kode seperti itu.

Alisnya dinaikturunkan dengan wajah yang sungguh sangat ingin. Lalu tanpa berbasa-basi. Dia langsung menggendong istrinya. Dengan istrinya yang berteriak kegelian.

"Aduuuh Papaaaa. Sudah tua masih mesuuum haha."

Akhirnya mereka melakukan pembelahan duren. Katanya barangkali nanti Raj punya adik lagi. Biar semakin ramai dan semakin banyak penerus keluarga Yunus Yusra itu.

Nächstes Kapitel