webnovel

Mengkhawatirkannya

Usai menerima telepon dari mamanya itu. Raj berbaring di atas tikar yang agak lembut sembari memainkan ponselnya, dia berdampingan bersama Terry yang juga sama memainkan ponselnya. Keduanya sibuk dalam ponselnya masing-masing. Sementara Raj, ia galau melihati nama kontak yang tertera di ponselnya. Keraguan muncul di benaknya, ketika dia ingin menelepon gadis itu. Gadis bawel nan ceria yang ternyata sekarang sedang dipikirkannya. Sangat gengsi rasanya kalau Raj meneleponnya. Takutnya Yelin akan menjadi GR nanti.

"Apa dia sekarang sudah sampai di rumahnya dengan selamat? Ataukah belum sampai? Lalu apa aku harus meneleponnya? Aku sungguh mengkhawatirkannya," gumam Raj dengan bibir yang tak berhenti berkomat-kamit.

Terry tak mendengar dengan jelas apa gumaman Raj. Namun, dia tau kalau Raj sedang bergumam karena Terry memperhatikan bibir Raj yang berkomat-kamit itu dengan sesekali lirikannya, jadi Terry mengira kalau Raj sedang mengajaknya berbicara, takutnya dia tak mendengarkan ucapan Raj itu. Makanya Terry menghentikan memainkan ponselnya dan menoleh secara penuh ke arah Raj. Bersiap untuk mendengarkan gumamannya.

"Apa? Kamu ingin aku melakukan apa, Raj? Apa ada sesuatu yang penting? Siap laksanakan sekarang juga." Raj yang mendengar ocehan Terry itu. Spontan mengusap wajahnya dengan kasar. Menatapinya sebentar dan terkekeh penuh kecanggungan. Dia mencoba mencari alasan agar masuk akal jawabannya ketika membalas pertanyaan Terry. Tapi ternyata Raj sudah keceplosan duluan karena Terry terus mendesaknya dengan pertanyaan-pertanyaan yang menjebak.

"Sandal swallow. Mungkin dia sudah sampai," ceplos Raj yang kini membuat Terry tertawa terbahak-bahak. Hingga terlihat kedua gigi gerahamnya yang masih lengkap itu.

Setelah itu menghentikan tawanya dengan cepat. Ingin bertanya kembali tentang apa yang dimaksud Raj tersebut. "Sandal swallow? Sudah sampai? Maksud kamu apa, Raj?" Masih saja Terry bertanya dengan menahan tawanya. Aslinya Terry ingin terus tertawa. Namun, dia ingin tau tentang apa yang diucapkan Raj itu. Jadinya dia meminta penjelasan dan menahan tawanya.

Raj yang sungguh malu. Dia hanya berdehem kecil, sesekali dia melirik ke arah Terry dan langsung menimpuk Terry dengan bantal yang dipakainya. Pokoknya Raj akan terus diam dan tidak akan bercerita apapun kepada Terry. Tapi Terry bisa menebak, pastinya yang dimaksud Raj adalah Yelin. Hanya saja Terry ingin mendengar langsung curhatan dari Raj, agar dia tak terus menerka-nerka saja.

"Haha kalau kamu khawatir kepadanya, langsung telepon saja! Pastinya cewek suka kalau di telepon, Raj. Coba bayangkan kalau dia kenapa-kenapa di jalanan bagaimana? Kan kamu yang akan menyesal. Ayo cepat hubungi dia sekarang juga!" perintah Terry itu sungguh mengejutkan Raj. Bahkan dia tak menyangka kalau sahabatnya itu tau dengan sekali terkaan saja. Padahal Raj tidak memberitahunya, apa sebegitu bisa ditebaknya dengan mudah wajah Raj ini.

"Ehhh cewek? Siapa yang kamu maksud? Sok tau sekali kamu, Terry? Hmmm. Ya sudah urusi kehidupanmu sendiri, jangan kepo dengan kehidupan orang karena kepo itu katanya cepat kalau dalam urusan kematian oke!" sangkal Raj yang tak mau kalah dari Terry.

Ia sudah bangkit dari tidurannya. Berjalan menjauh dari Terry supaya bisa menyendiri dan mencaritahu kabar tentang Yelin. Meskipun Terry pastinya akan selalu mendukung keputusan Raj. Tapi Raj yang sudah terlanjur malu, ya cara menindakinya hanya bisa dengan mengendap-endap saja.

"Haha, Raj. Raj. Ada-ada kelakuan kamu itu! Emang ya kalau sedang jatuh cinta pastinya akan sangat kentara. Hanya saja yang jatuh cinta pastinya tidak akan menyadari itu, atau bahkan sangat menyangkalnya. Pokoknya apapun yang kamu lakukan aku mendukungmu, Sobat. Aku siap membantu," celoteh Terry dengan menatapi kepergian Raj yang sudah semakin menjauh darinya.

Di sela-sela itu. Raj menoleh ke sana ke mari. Melihat situasi di sekelilingnya, apakah ada anak buah didekatnya. Kalau tidak berarti aman apa yang akan dilakukannya sekarang itu. Berbeda kalau ada, pastinya Raj tak akan bertindak apapun juga. Image dia akan terus dijaga sampai kapanpun.

"Sepertinya sudah aman dan sangat jauh dari semuanya. Ya sudah biar aku saja yang menghubungi Yelin duluan sesekali. Kalau tidak begini takutnya nanti aku tidak bisa tidur. Kan gawat besok waktu kalau bakti sosial, bisa mengantuk aku," keluh Raj yang sudah bersiap untuk menelepon Yelin saat ini. Karena sedari tadi ponselnya itu digenggamnya erat, tak dilepaskan sedikitpun.

Tangan kekarnya sudah lincah mengotak-atik untuk mencari nomor telepon Yelin. Dia dengan cepat menekan tombol hijaunya saat sudah menemukannya. Dan pertama-tama yang Raj lakukan adalah berdehem terlebih dahulu. Ketika mendengar suara bip dari sumber teleponnya.

"Raj? Tumben? Ada apa?" tanya Yelin dengan sangat senang dan sungguh bersemangat. Yelin juga tak bawel seperti biasanya, mungkin lagi malas bawel. Atau baru permulaan syok karena Raj meneleponnya, jadinya seperti itu. Raj juga menduga mungkin saja Yelin sariawan karena kebanyakan makan kentang pedas tadi jadi Raj memakluminya. Namun, rasanya hambar ketika Yelin tak ceria lagi seperti biasanya.

"Ehhh aku menelepon hanya bertanya. Apa kamu sudah sampai rumah? Kalau sudah sampai ya sudah alhamdulillah," balas Raj dengan masih dinginnya karena terus menjaga image-nya.

"Kamu mengkhawatirkanku? Hoho yeaaay aku senang sekali. Aku sudah sampai di rumah kok tenang saja. Aku aman, Sayang. Aku ..." Belum selesai Yelin melanjutkan kata-katanya. Raj sudah menutup teleponnya saja, tanpa berucap apapun lagi. Yelin tau kalau Raj pastinya tidak akan bisa romantis atau berbasa-basi. Tapi Yelin cukup senang atas perubahan Raj yang tiba-tiba meneleponnya duluan. Dulu memang pernah menelepon tapi keadaan darurat, ajakan ke cafe itu. Rasanya seperti memecahkan rekor saja sekarang ketika mendengar Raj perhatian kepada dirinya.

Dengan masih memegangi ponselnya dan berbaring di atas ranjangnya. Yelin menggeliat ke kanan dan ke kiri. Senyuman terus mengembang di bibirnya. Membayangkan wajah tampan Raj dan tatapannya yang sungguh membuat hatinya ingin meletus itu.

"Aaaaaa apa ini yang dinamakan cinta? Jadi aku benar-benar mencintai, Raj? Dan ingin mendapatkannya? Dulu aku hanya mengaguminya saja. Tapi sekarang sudah berubah menjadi cinta, hmmmm. Lalu? Apa cintaku akan bertepuk sebelah tangan? Coba saja kita tidak pacaran pura-pura pastinya aku akan menjadi wanita yang sungguh sangat bahagia." Yelin berucap sambil pikirannya penuh dengan Raj, menatapi langit-langit kamarnya. Rasanya dia seperti curhat kepada langit kamarnya. Meskipun begitu selalu membuat Yelin lega karena sudah mengungkapkan semuanya.

"Tapi ketika mendengar Raj yang nadanya khawatir tadi, setidaknya aku punya sedikit harapan. Bahwa di hati Raj sudah tumbuh rasa sedikit untukku. Mungkin aku harus selalu mendekatinya agar berjalan lancar. Bukankah cinta itu karena sering bertemu dan terbiasa? Jadi aku harus menjadi wanita yang menempel kepadanya, gak apa-apa aku mengorbankan harga diriku sedikit untuknya. Pokoknya aku harus berjuang. Ini zaman era globalisasi. Gak penting siapa yang menyatakan cinta duluan," tambah Yelin yang terus berceloteh sendiri. Hingga dia tertidur dengan sendirinya.

Nächstes Kapitel