webnovel

23. Belum Sadarkan Diri

Sudah dua hari berlalu Fahira masih saja belum sadar dari komanya. Umi dan abi merasa khawatir dengan keadaan putrinya itu.

Hari ini umi bersiap untuk pergi ke rumah sakit karena dari semalam Abi yang menunggu Fahira. Sekarang umi yang akan menggantikan abi untuk menjaga Fahira.

"Umi, akan pergi?" tanya Almira pada sang umi yang sudah siap untuk pergi ke rumah sakit.

"Iya. Kamu mau ikut?" Umi menjawab lalu bertanya pada Almira.

"Almira, tidak bisa ikut Umi ... ada yang harus Almira perusakan untuk pertemuan nanti dengan, Umi Nita," jawab Almira.

Umi menatap putrinya itu, dia merasa jika Almira belum berubah. Almira masih bersikap mementingkan kepentingan dirinya sendiri dari pada saudarinya.

Namun, umi sudah tidak bisa berbuat apa-apa untuk saat ini karena dia tidak mau berdebat. Umi pun berpikir lebih baik seperti ini, sehingga Almira tidak mengganggu Fahira yang belum sadarkan diri.

Entah mengapa umi berpikir jika Almira bisa melakukan apa saja untuk menyakiti Fahira. Umi menghempaskan semua pikiran itu lalu berjalan keluar dan memasuki mobil.

Sang sopir sudah siap untuk pergi ke serumah sakit untuk mengantar umi. Dia pun menjalankan mobil dengan perlahan meninggalkan rumah menuju rumah sakit.

Dalam perjalanan menuju rumah sakit, umi tidak menyadari jika ada seseorang yang selalu mengintainya. Orang itu pun saat ini sedang mengikuti mobil yang ditumpangi oleh umi.

Orang itu berniat untuk mencari tahu keberadaan Fahira. Dia ingin melihat apakah targetnya sudah benar-benar mati atau masih bisa selamat.

Beberapa saat kemudian mobil berhenti tepat di depan sebuah rumah sakit. Sang sopir bergegas keluar dan membukakan pintu mobil untuk umi.

Umi pun keluar dan berjalan memasuki rumah sakit, dia berjalan sedikit cepat karena suaminya akan pergi untuk mengusir sesuatu yang penting. Ponsel umi berdering dan umi pun langsung mengangkatnya karena yang menghubungi adalah sang suami.

"Umi sudah ada di lobi rumah sakit, sebentar umi naik ke atas," ucap umi pada sang suami yang bertanya keberadaannya dari seberang telepon.

Setelah mengatakan itu umi pun menutup sambungan teleponnya, dia kenali berjalan menuju ruang perawatan Fahira. Orang itu masih mengikuti umi dan tidak di sadari oleh umi sendiri.

Umi menghentikan langkahnya tepat di depan pintu lalu membukanya. Dia melihat Abi yang sudah siap untuk pergi karena ada yang harus dikerjakan.

"Abi, pergi dulu," Abi berkata sembari berjalan meninggalkan ruangan.

Umi hanya melihat kepergian suaminya yang terlihat leleh karena selama beberapa malam ini selalu berada di rumah sakit untuk menjaga Fahira. Dia tidak tahu sampai kapan putrinya seperti ini, tertidur dan tidak ada keinginan untuk hidup.

"Sayang, sampai kapan kamu akan seperti ini terus?" ucap umi sembari menyentuh tangan Fahira.

Beberapa saat kemudian ada seorang dokter dan perawat tiba. Dokter itu melihat keadaan Fahira yang masih belum ada kemauan untuk membuka kedua matanya.

"Dokter, bagaimana dengan putri saya?" Umi bertanya pada sang dokter yang sudah memeriksa putrinya.

"Sekarang itu semua tergantung Tuhan dan dirinya. Kita hanya bisa berdoa untuk kebaikan putri Anda," jawab sang dokter.

Umi kembali menatap dan berjalan mendekat pada Fahira setelah dokter pergi meninggalkan ruangan. Wajahnya terlihat sendu karena belum ada kabar baik tentang Fahira.

Dia seorang hanya bisa memasrahkan semuanya pada Allah. Umi pun terus berdoa dan meminta kesehatan Fahira pada Allah.

Tidak terasa waktu sudah sore, umi masih menunggu abi yang belum tiba di rumah sakit. Umi pun mengambil ponselnya dan menghubungi suaminya.

"Bi ... Abi ada di mana?" tanya umi setelah suaminya itu mengangkat teleponnya.

Abi mengatakan pada umi jika hari ini pekerjaannya belum selesai dan masih membutuhkan waktu. Dia pun mengatakan pada istrinya untuk tetap di rumah sakit untuk menjaga Fahira.

Dia menjelaskan semua yang sedang terjadi, sehingga membuatnya tidak bisa menjaga Fahira untuk malam ini. Umi pun mengerti setelah suaminya menjelaskan semua itu.

"Semoga semua masalah Abi bisa terselesaikan," ucap umi seraya memberikan doa pada suaminya itu.

Setelah mengatakan itu umi pun memutuskan sambungan teleponnya. Dia menghubungi seseorang yang ada di rumah untuk membawakan barang-barang yang dibutuhkan olehnya.

Umi berjalan menuju balkon rumah sakit, dia menatap langit yang sudah gelap. Dia hanya bisa menghela napas dan memasrahkan semuanya pada Allah.

Karena hanya Allah yang bisa membolak-balikkan semuanya. Umi kembali masuk setelah mendengar suara ponselnya berdering, dia langsung berjalan kedalam untuk mengambil ponselnya.

Umi mengangkat teleponnya dan mengatakan pada orang yang ada di seberang telepon untuk menunggunya di lobi rumah sakit. Setelah itu umi memutuskan sambungan teleponnya dan berjalan keluar.

Dia berjalan menuju lobi untuk bertemu dengan orang dari rumah yang dimintanya untuk membawakan semua perlengkapan yang dibutuhkan. Umi mengira yang akan datang adalah Almira.

Ternyata umi salah mengira dan yang datang ke rumah sakit adalah seorang pelayan. Umi pun langsung mengambil semua barang yang ada di tangan pelayannya.

"Almira, ada di rumah?" tanya umi pada pelayannya itu.

"Non Almira, tidak ada di rumah, Umi. Saya tidak tahu ke mana perginya," jawab pelayan itu pada umi dengan penuh hormat.

"Kembalilah ke rumah," ucap umi setelah mendengar jawaban dari pelayanan itu.

"Umi, bagaimana keadaan, Non Fahira?" tanya pelayan pada umi.

"Masih tetap sama," jawab umi singkat.

Setelah mengatakan itu umi pun kembali menyuruh pelayan itu untuk pulang ke rumah. Pelayan itu pun mengangguk dan berjalan ke luar rumah sakit.

Sedangkan umi berjalan kembali ke ruangan Fahira, dia berpikir ke mana perginya Almira. Kenapa tidak menghubunginya jika pulang terlambat ke rumah.

Umi mengambil air wudu lalu mengenakan mukena dan memulai salat. Setiap malam ini selaku salat untuk meminta semua kebaikan untuk keluarganya.

Dia tidak henti-hentinya selalu mendekatkan diri pada Allah dan meminta semua kebaikan untuk keluarga kecilnya. Sekarang yang menjadi permohonan utamanya adalah kesehatan bagi Fahira.

Seseorang masuk ke dalam ruang rawat Fahira, umi melihat seorang pria yang berpakaian serba putih. Umi pun berpikir dia adalah seorang dokter.

"Apakah Dokter akan memeriksa putriku?" tanya umi pada dokter itu sembari berjalan mendekat pada Fahira.

Dokter itu mengangguk lalu berjalan mendekat pada sang umi dan langsung membekapnya dengan sebuah sapu tangan yang sudah dibubuhi dengan obat bius. Umi meronta tetapi kesadarannya hilang karena pengaruh obat bius tersebut.

Pria itu langsung menidurkan umi di atas sofa, dia kembali berjalan mendekat pada Fahira. Terlihat niat jahat di kedua matanya.

Dalam benak pria itu adalah membunuh seorang anggota dari 5 Flower Girls. Dia harus berhasil membunuh targetnya kali ini.

"Seharusnya kau mati saat aku menabrakmu! Kau membuatku kehilangan poin pembunuhanku. Namun, kali ini kau tidak akan selamat, Flower 1!" ungkap pria itu sembari mengeluarkan sebuah suntikan.

Nächstes Kapitel