webnovel

24. Ini Yang Terakhir

"Matilah kau!" ucap pria itu sembari mengambil sebuah suntikan yang berisikan racun.

"Kau berani membunuhnya?" tanya seseorang pada pria yang hendak menyuntikan racun pada Fahira.

"Rupanya kalian datang kemari—baguslah jadi aku bisa membunuh kalian semua di sini," Pria itu berkata sembari menyimpan suntikan di atas nakas.

Dia tidak merasa takut dengan kedatangan agen lainnya karena semua itu memudahkan dirinya untuk membunuh mereka semua. Dengan kata lain dia tidak perlu repot-repot mencari keberadaan mereka semua.

Zetta melihat Fahira yang tidak sadarkan diri di atas ranjang rumah sakit. Dia tidak mengira akan menjadi seperti itu, wanita yang kuat dan tangkai bisa terbaring tidak berdaya.

"Jadi kau yang membuatnya seperti itu hah?!" tanya Zetta dengan nada menekan.

"Berapa harga nyawa kami?!" sambung Rosmalia yang baru saja masuk ke dalam ruang perawatan Fahira.

"Sangat mahal dan bukan hanya aku saja yang memburu kalian," jawab pria itu dengan nada yang menyebalkan.

Zetta merasa kesal dengan nada bicara pria itu, dia berjalan mendekat dan bersiap untuk menyerangnya. Dia tidak peduli jika akan terjadi keributan di dalam rumah sakit.

Dia mulai menyerang pria itu, perkelahian kecil tidak bisa terelakkan lagi. Zetta tidak akan membiarkan para penjahat membunuh ketua timnya.

"Lumpuhkan dengan cepat!" Rosmalia berkata pada Zetta.

"Aku tahu," jawab Zetta sembari terus menyerang pria itu.

Zetta tersenyum, dia melihat ada kelemahan dari setiap serangan pria itu. Dia pun mulai mengumpulkan tenaganya dan memukul bagian perut pria itu.

 Pria itu terhuyung ke belakang sembari menyentuh perutnya. Terlihat noda darah yang menempel di daerah perut yang dipikul oleh Zetta. Rupanya pria itu sedang mengalami luka di sana.

"Kau begitu baik ...," ucap Nisrina sembari melemparkan sebuah jarum pada pria itu dan perlahan kesadaran pria itu hilang.

"Cepat bawa dia dari sini!" perintah Violetta pada Nisrina dan Rosmalia.

Mereka pun menyiapkan sebuah kursi dorong untuk membawa pria yang hendak membunuh Fahira. Terlintas di dalam benak Nisrina untuk menghabisi pria itu tetapi diurungkannya karena dia masih ingin menyelidiki siapa yang menyuruh pria itu untuk membunuh 5 Flower Girls.

Nisrina membuka pintu mobil lalu dia mengambil sebuah tali dan mengikat pria itu dengan erat. Setelah dirasa aman, dia serta Rosmalia kembali memasuki ruang perawatan Fahira.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Rosmalia pada Zetta dan Violetta.

"Dia masih belum sadar," jawab Zetta sembari menyentuh tangan Fahira.

"Kita tidak bisa berlama-lama di sini—kalian ingat apa yang dikatakan oleh Fahira?" ujar Violetta pada semuanya.

"Ini adalah pertemuan terakhir kita. Aku harap kau akan baik-baik saja Flower 1," ucap Zetta lalu berjalan meninggalkan ruangan.

Violetta menatap wajah wanita yang tangguh sekarang dalam keadaan tidak berdaya. Namun, dia akan tetap selalu berdoa untuk kesehatan dan keselamatan ketua timnya.

"Jika tiba saatnya kita akan kembali bersama menjalankan sebuah misi," Violetta berkata sembari menyentuh tangan Fahira dan dia pun melepaskan tangannya lalu berjalan meninggalkan ruangan.

Nisrina berdiri di samping kanan dan Rosmalia berdiri di sisi kiri Fahira. Mereka merasa sedih dengan apa yang terjadi pada ketua timnya.

"Aku merindukan kau bersikap dingin padaku, sikap tegamu padaku, aku merindukan semuanya bos. Aku harap kita bisa bersama lagi," ungkap Rosmalia lalu berjalan meninggalkan Fahira.

Nisrina masih tetap berdiri dan menatap Fahira, dia berharap semuanya akan kembali seperti semula. Dia menilai jika mereka semua sudah mengetahui tentang 5 Flower Girls.

"Aku akan jaga mereka untukmu. Tidak akan aku biarkan mereka saling berhubungan demi keselamatan anggota 5 Flower Girls. Sadarlah dan hidup sebagai orang biasa untuk beberapa tahu saja sampai aku menemukan musuh kita yang sebenarnya," jelas Nisrina lalu berjalan meninggalkan ruangan.

Semuanya sudah tenang dan sepi, Fahira perlahan membuka kedua matanya. Dia mendengar semua apa yang diucapkan oleh keempat anggota timnya.

"Semoga kalian bisa menjaga diri," gumam Fahira.

Fahira sengaja berpura-pura belum sadarkan diri untuk memancing penjahat yang sudah menabraknya. Namun, dia tidak mengira jika keempat anggota timnya datang begitu cepat dan membawa pria itu.

Dia tidak khawatir dengan mereka berempat dan percaya jika mereka bisa mengorek semua informasi dari pembunuh bayaran itu. Fahira melihat sang umi yang masih belum sadarkan diri karena pengaruh obat bius.

***

 Umi membuka kedua matanya, dia melupakan apa yang terjadi semalam. Namun, dia merasa jika semalam ada seseorang yang membekapnya dan setelah itu dia tidak ingat lagi.

"Umi ...," panggil Fahira dengan nada lirih.

"Sayang, kamu sudah bangun ...," Umi berkata sembari berjalan cepat menuju Fahira.

Sang umi pun langsung menekan sebuah tombol dan beberapa saat kemudian seorang perawat dan dokter tiba. Dokter pun langsung memeriksa Fahira dan terlihat kelegaan dari wajah dokter itu.

"Sekarang sudah tidak perlu khawatir lagi," ucap dokter pada sang umi.

Dokter juga mengatakan akan melakukan berbagai pemeriksaan lagi. Untuk memastikan tidak ada hal yang buruk terjadi pasca kecelakaan itu.

Umi merasa senang mendengar penjelasan dokter, dia langsung menghubungi suaminya untuk mengatakan semuanya. Setelah mengatakan semuanya pada sang suami, umi memutuskan sambungan teleponnya.

Abi yang mendengar kabar sadarnya Fahira langsung menuju rumah sakit. Dia ingin melihat putrinya dan meminta maaf atas semua yang sudah terjadi.

"Abi, mau ke mana?" tanya Almira.

"Ke rumah sakit. Fahira, sudah siuman—apa kamu mau ikut?" jawab Abi lalu mengajak Almira.

Almira berpikir sejenak, dia tidak ingin melihat sang adik. Namun, dia harus tahu bagaimana keadaan adiknya itu untuk memastikan semua rencana akan berjalan dengan baik.

"Almira, ikut ya Abi," Almira menjawab lalu dia pamit untuk mengambil tas dan ponselnya yang ada di dalam kamar.

Almira dan abi pun langsung memasuki mobil dan sang sopir pun menjalankan mobilnya menuju rumah sakit. Saat dalam perjalanan ponsel abi bergetar,  dia langsung mengangkat teleponnya.

Abi mendengar apa yang dikatakan oleh orang yang menghubungi itu. Dia menyuruh orang itu untuk langsung ke rumah sakit saja dengan membawa semuanya. Abi pun memutuskan sambungan teleponnya setelah semua pembicaraan selesai.

"Siapa itu, Abi?" tanya Almira pada sang abi.

Almira penasaran siapa yang menghubunginya ayahnya karena dia merasa jika hari ini akan terjadi hal yang di luar dugaannya. Namun, dia yakin semua itu tidak akan berpengaruh padanya.

Sebelum menjawab pertanyaan Almira, mobil sudah berhenti di depan rumah sakit. Abi pun mengatakan jika semuanya akan dijelaskan saat berada di ruang perawatan Fahira.

"Entah mengapa aku merasa akan terjadi sesuatu," ucap Almira dalam hatinya sembari terus berjalan mengikuti sang abi menuju ruang perawatan Fahira.

Nächstes Kapitel