webnovel

22. Mengapa Semuanya Harus Terjadi

Suara sirene ambulans terdengar dari kejauhan, Fahira langsung di bawa ke rumah sakit. Semua keluarga langsung menuju rumah sakit untuk melihat keadaan putrinya.

Saat tiba di rumah sakit Fahira langsung ditangani dan di bawa ke ruang operasi. Karena luka yang di deritanya begitu parah.

Umi yang merasa khawatir hanya bisa diam sembari menangis. Dia tidak menginginkan hal buruk terjadi pada putrinya.

"Mengapa semua ini terjadi pada putri kita?" tanya umi pada abi dengan berurai air mata.

"Umi, tenang dulu. Abi, yakin Fahira tidak akan kenapa-kenapa," Abi berkata untuk meyakinkan istrinya jika tidak akan terjadi sesuatu pada putri mereka.

Meski sebenarnya dalam hati sang abi juga merasa sangat khawatir. Masih banyak hal yang ingin dirinya ungkapkan pada Fahira. Sehingga abi berdoa dalam hatinya untuk keselamatan sang putri.

Namun, berbeda halnya dengan Almira, dia tidak peduli dengan apa yang akan terjadi pada adiknya itu. Yang dia pedulikan hanya tentang pernikahannya dengan pria yang sangat diinginkannya kali ini.

Almira melihat keluarga calon suaminya dan dia mulai memperlihatkan wajah sedihnya. Dia mulai mengeluarkan wajah polosnya untuk mendapatkan simpati calon mertuanya.

"Bagaimana keadaan, Fahira?" tanya seorang wanita paruh baya pada umi.

"Dia masih di dalam," jawab umi dengan kedua matanya berembun.

Wanita paruh baya itu langsung memeluk umi, dia sangat sedih dengan apa yang terjadi. Dia pun tidak mengira akan terjadi hal buruk seperti ini.

Semua orang duduk menunggu dokter selesai tetapi abi tidak bisa duduk dengan tenang. Dia berdiri dan sesekali berjalan mondar-mandir. Terlihat sangat jelas jika saat ini hatinya sedang gelisah.

Waktu berlalu dan itu terasa sangat lama, belum ada satu dokter pun yang ke luar dari ruangan operasi. Setelah penantian yang cukup lama akhirnya lampu ruang operasi padam.

Seorang dokter dan dua orang asistennya berjalan keluar. Mereka terlihat letih dengan operasi yang mereka lakukan.

"Dokter, bagaimana keadaan putri kami?" tanya abi yang sudah tidak sabar ingin tahu apa yang terjadi pada putrinya.

Dokter pun mengatakan jika Fahira mendapatkan luka di kepala yang cukup serius. Yang bisa dilakukan saat ini adalah berdoa agar Fahira bisa segera tersadar.

Mendengar penjelasan dari dokter, umi terhuyung ke belakang lalu kedua kakinya terasa lemas dan akhirnya terjatuh ke atas lantai. Umi tidak mengira dengan apa yang dijelaskan oleh dokter.

Secara tidak langsung dokter mengatakan jika Fahira mengalami koma. Entah berapa lama Fahira bisa kembali tersadar dari komanya itu.

"Mengapa semuanya terjadi pada putriku?!" pekik umi yang sudah tidak bisa menahan rasa sedihnya.

Umi merasa sedih karena baru saja bertemu dengan Fahira setelah terpisah selama beberapa tahun. Sekarang dia mendengar putrinya dalam keadaan koma.

Almira langsung memeluk sang umi, dia mengeluarkan air matanya. Dia berusaha untuk menenangkan uminya yang sedang sedih karena Fahira koma. Namun, di dalam hatinya merasa senang karena sang adik koma dan berharap jika sang adik mati.

"Umi, tenangkan diri Umi. Yakinlah jika Fahira akan tersadar dari komanya," ucap Almira sembari menangis.

Umi terus menangis, dia tidak peduli dengan apa yang dikatakan oleh Almira. Dalam hatinya hanya menginginkan putrinya kembali tersadar.

"Fahira ...," pekik umi dan akhirnya tidak sadarkan diri.

Dokter yang melihat umi tidak sadarkan diri langsung menyuruh beberapa perawat untuk membawanya ke sebuah ruangan. Umi pun di bawa ke sebuah ruangan dan diperiksa oleh dokter.

Abi yang melihat istrinya tidak sadarkan diri ditambah lagi dengan sang putri yang terbaring koma di atas ranjang. Hatinya begitu lemah melihat kedua wanita yang sangat disayanginya dalam keadaan seperti itu.

"Albi, kau harus tabah dan kuat. Ingat istri dan putrimu membutuhkanmu," ucap Sanjaya pada abinya Fahira.

Sanjaya adalah ayah dari pria yang akan menikahi Almira. Dia adalah salah satu sahabat Abi Albi dan juga rekan dalam bisnis yang sedang dijalankan.

"Aku tahu. Aku harus kuat dalam kejadian hari ini dan aku harap kau tidak membenciku sehingga membatalkan rencana pernikahan putra dan putri kita," Abi berkata pada sahabatnya itu.

"Kau tidak perlu khawatir ... aku tidak akan pernah membatalkan apa yang sudah kita rencanakan," jawab Sanjaya dengan tegas.

Abi Albi merasa lega dengan apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu. Sekarang yang harus dipikirkan adalah tentang Fahira yang masih belum sadarkan diri.

Beberapa saat kemudian, umi tersadar dan dia langsung bertanya di mana Fahira. Dia sungguh-sungguh ingin bertemu dengan putrinya itu.

"Almira, katakan di mana Fahira! Umi harus melihatnya," tanya umi pada Almira yang sedari tadi menungguinya.

"Umi, tenang dulu. Aku belum tahu keadaan Fahira terbaru," jawab Almira untuk menenangkan sang umi.

"Yang dikatakan Almira benar—sebaiknya kau menenggaknya dirimu dulu," sambung Umi Nira yang tidak lain adalah calon ibu mertua Almira.

Meski semuanya menyuruhnya untuk tenang tetap saja umi tidak bisa tenang. Karena dia masih ingin bertemu dengan Fahira.

Umi masih merasa bersalah karena tidak bisa melindungi Fahira. Dari dulu hingga sekarang dia tidak bisa membuat Fahira terlepas dari hukuman sang abi.

Hingga akhirnya Fahira harus meninggalkan rumah selama bertahun-tahun. Itu semua demi ketenangan dan kesehatan Almira.

Tanpa berpikir lagi umi melepaskan jarum infus yang menempel di pergelangan tangannya. Dia langsung turun dari ranjang dan berusaha untuk berdiri.

Kepalanya masih terasa berat tetapi dalam hatinya dia berusaha untuk menguatkan dirinya. Karena dia ingin melihat Fahira.

"Umi ...," panggil Almira yang berusaha untuk melarang sang umi untuk tidak banyak bergerak terlebih dahulu.

Namun, umi tidak peduli dengan apa yang dikatakan oleh Almira. Dia hanya ingin melihat putrinya, umi belum bisa menerima jika Fahira pergi untuk selama-lamanya.

"Almira, bawa Umi ke tempat, Fahira. Umi, tidak ingin kau menghalangi keinginanku!" tukas umi yang tidak bisa ditolak oleh Almira.

Akhirnya Almira pun mengantar sang umi ke ruangan Fahira terbaring. Sebenarnya dia tidak ingin mengantar uminya ke sana tetapi dia juga tidak ingin terlihat buruk di depan umi Nita yang akan menjadi ibu mertuanya.

"Abi, bagaimana keadaan, Fahira?" tanya umi yang tidak ada basa-basi pada sang suami.

"Um ... bagaimana keadaan, Umi?" Abi balik bertanya pada istrinya itu.

"Umi, baik. Katakan bagaimana keadaan, Fahira?" jawab umi lalu kembali bertanya pada suaminya itu.

Abi memegang tangan umi dan membawanya melihat Fahira di balik pintu. Ada sebuah kaca yang bisa melihat keadaan di dalam ruangan.

Saat ini Fahira belum bisa dijenguk oleh keluarganya, sang dokter hanya memperbolehkan bagi keluarganya untuk melihat dari luar saja. Itu membuat umi semakin sedih karena dia ingin memeluk dan menciumi putrinya itu.

"Kita harus berdoa dan bersabar Umi ... Abi yakin Fahira akan sembuh karena dia adalah gadis yang kuat," Abi berkata pada istrinya untuk menguatkan hati sang istri.

Nächstes Kapitel