"Tak ku sangka, gadis sepertinya bisa mengungkapkan rasa suka tanpa adanya kepalsuan. Mulutnya mungkin mengatakan 'tidak' tapi hatinya mengharapkan kasih sayang yang aku berikan. Detak jantungnya yang bertalu seirama denganku mengatakan semua yang dia rasakan tanpa adanya kebohongan." (Azka)
*****
Dira sejak tadi berdecak kesal sambil mengentak-entakkan kaki untuk melampiaskan kekesalannya. Sudah terhitung lebih dari 3 kali dia memutari rumah Azka tanpa tahu letak pintu keluar. Saat dia berputar ke arah lain, pasti akan membawanya ke tangga yang ada di samping kamar Azka yang membuat Dira semakin kesal.
Dira mengerang putus asa, dia duduk di anak tangga terakhir sambil mengacak rambutnya frustrasi. "Arghh... Nyebelin..." Dira memukul udara sambil membayangkan bahwa yang dipukulnya adalah Azka.
Dira menghela napas, tangannya dengan kasar menggosok-gosok pipinya yang memerah karena rasa malu menghampirinya. Dira malu saat pikirannya menduga-duga hal negatif yang Azka lakukan padanya. Salah siapa saat Dira bangun bersama pria selain Dito yang terkadang tidur dengannya.
"Semuanya salah Azka! Harusnya dia biarin gue demam aja daripada mengambil kesempatan dalam kesempitan. Dasar cowok bajingan." Dira menggerutu dengan perasaan dongkol. Ah, tiba-tiba Dira teringat bahwa kemarin tidak sadarkan diri di kelas. Harusnya Dira meminum obat tidur sepulang sekolah saja. Atau seharusnya Dira berpesan pada Fara untuk mengantarnya pulang. Argh, dasar ceroboh.
"Ternyata semuanya salah gue..." Dira bergumam putus asa. Akibat kecerobohannya, Dira mengalami hal yang memalukan yang tidak akan mudah untuk dilupakan. Namun, mengingat penyataan Azka yang mengklaim bahwa Dira miliknya membuat kekesalan kembali memenuhi benak Dira.
"Dia pikir, gue apaan? Memangnya gue barang apa yang punya pemilik sampai dia mengklaim gue seenaknya saja!!" Dira mencak-mencak di tempatnya saat ini. Dia bahkan tidak menyadari ada seseorang yang sejak awal mengamatinya dari belakang dengan wajah polosnya.
"Kakak, siapa?" Dira tersentak ketika mendengar ucapan bernada polos dari sampingnya. Dia menoleh dan mendapati seorang gadis berwajah imut dan cantik dengan pipi chubby nya. Gadis itu memakai seragam Sekolah Dasar lengkap dengan tas berwarna pink.
Mata bulat itu mengerjap sambil menatap polos Dira yang ternganga. Dira terkejut sekaligus terpesona dengan kecantikan gadis kecil yang belum dia ketahui namanya. Mata Dira beralih ke name tag yang bertuliskan Mirachel Grasyiela V.
"Mi-ra-chel?" Dira mengeja nama tersebut sambil menatap gadis kecil yang masih menatapnya dengan polos.
"Rachel, panggil aku Rachel aja."
"Rachel?" Rachel mengangguk membenarkan ucapan Dira dengan senyum merekah. Dan lagi-lagi Dira terpesona dengan senyum manis tanpa kepalsuan itu.
"Kakak, siapa?" Rachel mengulang pertanyaannya yang belum sempat dibalas Dira.
"Nama gue..." Dira berdehem sejenak untuk membenarkan gaya bicaranya. "Nama Kakak, Dira."
"Kak Dira temannya kak Azka, ya? Atau pacarnya?"
"Hah? Pacar?" Mata Dira membulat sempurna. Dia pacar Azka? Yang benar saja!
"Kakak bukan pacarnya, cuma teman kok." Dira berusaha memasang senyum meyakinkan walau terkesan kaku. Ada rasa pahit saat Dira mengatakan bahwa dia bukan pacar Azka. Itu seperti menunjukkan bahwa pacar Azka orang lain, bukan dirinya.
"Teman? Kok Rachel enggak yakin, ya?" Rachel memiringkan kepalanya dengan gerakan lucu yang membuat Dira merasa gemas. Dari dulu dia ingin mempunyai adik perempuan. Jadi, jangan heran jika Dira begitu terpesona dengan gadis kecil bernama Rachel.
"Kata teman Rachel, kalau kak Azka bawa teman cewek ke rumah berarti itu pacarnya. Jadi, benar, 'kan, kalau Kakak pacarnya kak Azka?" Ucapan polos itu seketika membuat Dira tersedak ludahnya sendiri.
What? Kenapa gadis kecil ini terus mendesaknya untuk mengatakan bahwa dirinya pacarnya Azka? Memangnya Azka baru pertama kali membawa cewek ke rumahnya, ya?
"Bunda!! Kak Azka punya pacar, Bun!" Rachel tiba-tiba berteriak sambil berlari menuju dapur yang ternyata terdapat Mila di sana sedang menyiapkan sarapan.
"Hah? Eh, tunggu!" Dira berdiri dengan panik. Dira ingin mengejar Rachel, tapi dia masih mengingat bahwa sekarang ini bukan rumahnya.
"Honey..." Suara lembut itu membuat Dira mendadak menoleh. Matanya bertubrukan dengan mata Azka yang menatapnya teduh.
Tangan kekar Azka sudah melingkar di pinggangnya dan memeluknya posesif. Dira berusaha melepaskan pelukan yang terasa membatasi geraknya. Tapi, semakin keras dia berusaha melepaskannya, tangan Azka akan semakin erat memeluknya dan mengikis jarak yang ada di antara mereka.
"Ish, apaan sih! Jauh-jauh dari gue!" Dira melotot kesal ke arah Azka yang menampilkan senyum miring.
"Enggak semudah itu, Honey." Napas Azka begitu terasa di telinga Dira yang membuatnya bergidik. Dira merasa aneh dengan reaksi tubuhnya yang seolah tidak menolak diperlakukan seperti itu oleh Azka. Tapi, akal Dira menolak keras.
"Lo apaan sih, Az! Gue risih tahu enggak? Lepasin, ihh..."
"Enggak mau! Kamu itu milikku, Honey! Jadi, jangan jauh-jauh dariku!" Azka berkata dengan tegas dan menatap Dira dengan sorot serius. Tak ada kesan bercanda di mata itu yang membuat perasaan Dira menghangat.
Dira berdecih, dia menatap Azka sinis. "I'm not yours!"
Azka terdiam, seringai kejam mendadak terbit di wajah tampan yang menatap dingin Dira. Perasaan Dira mendadak gelisah, dia merasa tidak enak jikalau perkataannya tadi menyakiti hati Azka. Tapi, apa peduli Dira? Kenapa dirinya harus merasa bersalah!
"No problem, Honey! I will make you love me."
Dira mendadak bisu, tubuhnya bahkan terasa kaku. Perutnya terasa tergelitik akibat ucapan Azka yang membuat pipinya memanas. Dira memalingkan wajahnya supaya Azka tidak melihat pipinya yang sudah memerah. Tapi, terlambat! Azka sudah melihatnya dan itu membuatnya tersenyum kecil tanpa sepengetahuan Dira.
"You blushing, Honey." Azka mengedipkan sebelah matanya bermaksud menggoda Dira.
Dira memukul lengan Azka untuk menutupi rasa malunya. "No! I'm not blushing!"
Azka tertawa melihat reaksi lucu Dira, dia rasanya ingin terus menggoda Dira. "Cie... Blushing."
"Diam! Nyebelin banget sih! Gue enggak blushing!" Gerakan memukul Dira terhenti ketika sebuah telapak tangan kekar menangkup sebelah pipinya. Mata Dira mengerjap pelan, dia mendongak dan menatap Azka.
"Kamu tahu, Honey?" Ibu jari Azka perlahan mengelus pipi Dira dengan gerakan selembut mungkin. Itu membuat rona merah pada pipi Dira semakin terlihat. "Rona merah ini, aku menyukainya. You so cute, Honey."
Jantung Dira berdetak kencang, matanya dengan refleks terpejam ketika wajah Azka mulai mendekat. Napas Azka yang berbau mint begitu terasa di wajahnya. Mata Azka terfokus pada bibir merah alami itu. Dia sangat ingin merasakannya, bibir itu terlihat menggoda untuk dilumat olehnya.
Entah dorongan dari mana, Azka mulai memiringkan kepalanya. Tangannya beralih memegang dagu Dira dan sedikit mendongakkannya. Wajah Azka semakin mendekat, jarak antara bibir keduanya hanya satu centimeter saja. Saat bibir mereka hampir menempel tiba-tiba mereka dikejutkan dengan sebuah suara.
"Tuh, 'kan, Bun! Kak Azka bawa pacarnya ke sini." Rachel menarik-narik tangan Mila untuk mendekati Azka dan Dira yang posisinya sudah tidak seintim tadi. Tapi, Azka tidak melepaskan tangannya yang masih melingkar di pinggang Dira.
"Loh, kamu sudah bangun?" Mila terkejut melihat Dira sudah terbangun padahal perkiraan dokter Dira akan bangun beberapa hari ke depan.
"Iya, Tante." Dira berusaha menjawab dengan seramah mungkin. Walau bagaimanapun, Mila lebih tua darinya. Jadi, Dira menghormatinya layaknya orang tua sendiri.
"Dan kamu Azka, kenapa..." Ucapan Mila terhenti ketika melihat tangan Azka. Dira yang menyadari tatapan Mila terfokus pada tangan Azka yang masih bertengger manis di pinggangnya membuatnya menunduk malu.
"Azka! Awas lo ya!"
Dira berteriak di dalam hatinya. Dia begitu malu di hadapan Mila yang notabenenya orang tua Azka. Azka berdehem untuk menetralkan suasana yang awkward.
"Bun, apa sarapannya sudah siap?"
"Sudah, kok! Ayo, kalian makan dulu." Mila berbalik sambil menggandeng Rachel. Dia menggeleng karena merasa geli dengan apa yang sempat dilihatnya tadi. Ya, Mila melihat saat wajah Azka hanya berjarak beberapa centimeter dari wajah Dira.
"Dasar anak muda."
Setelah kepergian Mila, Dira mematung dengan tatapan kosong. Apa yang dilakukan olehnya sangat tidak masuk akal. Kenapa Dira tidak menjauhkan dirinya dari Azka saat Azka mendekatkan wajahnya pada Dira. Dira seolah menantikan langkah selanjutnya yang akan dilakukan oleh Azka. Ah, Dira seperti orang yang menjilat ludahnya sendiri. Padahal Dira dengan terang-terangan menolak Azka, namun masih mengharapkan akan sentuhan Azka.
*****
Blam!
Pintu mobil dibanting dengan keras oleh Dira. Dia masih merasa kesal dengan Azka. Saat sarapan dengan keluarga Azka tadi, dia merasa sangat malu saat Rachel terus mengoceh tentangnya di hadapan Veri dan Mila yang notabenenya orang tua Azka.
"Bunda sama Ayah tahu enggak? Tadi, kak Dira enggak mau ngaku loh kalau dia pacarnya kak Azka. Tapi, Rachel enggak percayalah!"
Itulah salah satu ocehan Rachel yang saat itu membuatnya malu bukan kepalang. Yang membuat Dira semakin kesal itu, Azka hanya tersenyum mengejek ke arahnya. Azka bahkan tidak membantah bahwa mereka benar-benar tidak berpacaran. Azka malah menikmatinya seakan-akan mereka memang sudah menjadi sepasang kekasih.
"Honey! Tunggu dulu." Tangan Azka berhasil menggapai Dira yang akan mendekati gerbang rumah Dira.
"Ish, apaan sih! Lepasin!" Dira berusaha melepaskan tangan Azka darinya.
"Kamu kenapa, Honey? Kamu masih marah soal tadi, huh?" Ada sorot geli di mata Azka yang membuat pipi Dira memerah samar saat kembali mengingat sikap dirinya yang pasrah saat akan dicium oleh Azka.
Tangan Azka melingkar di pinggang Dira dan menariknya mendekat mengikis jarak di antara mereka. Tangan satunya Azka yang bebas, digunakan untuk mengelus pipi Dira. Senyum lembut terukir di wajah tampannya yang membuat Dira terpesona.
"Maaf, jika aku membuatmu kesal, Honey." Azka tersenyum kecil sebelum akhirnya mengecup kening Dira sarat akan kasih sayang.
Jantung keduanya berdetak kencang, tangan Dira yang berada di dada Azka bisa merasakan detak jantung Azka yang seirama dengan dirinya. Jantung mereka seolah akan meledak kapan saja. Berbeda dengan Dira yang merasa malu mendengar detak jantung Azka, Azka justru menikmatinya. Irama detak jantungnya memberi tahunya bahwa Azka memang memiliki perasaan pada Dira.
"Kalian sedang apa?!" Suara berat itu mengagetkan keduanya. Tubuh Dira membeku seketika. Dia sangat tahu pemilik suara itu. Siapa lagi kalau bukan...
Ayahnya!
Aditya Angelo.
"Haduh! Mampus!"
Hayo... Ketahuan sama Hot Daddy... gimana ya responnya?
QOM akan update 2 hari sekali! Nantikan terus cerita ini jangan sampai terlewatkan!
Penciptaan itu sulit, dukung aku ~ Voting untuk aku!