webnovel

13 - Benarkah?

"Jadi dia masih engga peduli soal lo?" dengan pelan Abzali menggeleng, jawaban dari pertanyaan Alena.

"Nyerah aja Ab, masih banyak cewek yang kayaknya ngantri jadi milik lo." Abzali menatap Alena lekat membuat yang lainnya bingung,

"Kalau kamu yang jadi pacar aku, gimana?" dengusan pelan terdengar, itu adalah jawaban Alena.

"Udah engga usah galau, mending kalian pulang aja deh ngerjain tugas. Sudah seperti anak bebas aja padahal tugasnya numpuk banget." Asyila menyandarkan punggungnya di ranjang.

"Kami disini dulu temenin kamu, tugas sudah tidak terlalu menumpuk kok. Hari ini aku cuman dapat satu tugas laporan itupun akan dikumpulkan 4 hari kedepan jadi bisa nyantai."

Abzali yang tadinya menatap Alena kini menatap Zuraiz yang begitu perhatian pada Asyila, tatapannya berpindah lagi ke arah Visam yang tetap memperlihatkan senyuman tetapi sayangnya matanya terlihat sekali sedang cemburu, memang ya shahabatnya satu ini kenapa begitu tidak peka?

"Nama perempuan itu siapa? Ajak sesekali ketemu kita-kita dong siapa tau aku bisa bujuk dia biar mau buka hati buat kamu, Ab."

"Dia mana mau, baru liat aku melangkah ke arahnya saja dia langsung pergi." tepukan Abzali dapatkan di pundaknya, tanda biar semangat dari Zurais.

"Meluluhkan hati perempuan itu butuh perjuangan panjang, Ab. Aku bakal selalu dukung kamu apapun nantinya tapi saranku kalau selama sebulan dia masih masa bodo mending kamu mundur daripada gali patah hati."

Abzali merenung memikirkan perkataan sahabatnya, bukannya tidak ingin melepas hanya saja ini pertama kalinya ia menemukan perempuan yang seakan memberinya bayangan akan indahnya masa depan, selama ini Abzali selalu masa bodo akan masa depan tetapi setelah mengenal perempuan itu pandangannya berubah.

"Kamu jadi keluar ke lapangan, Alena?" melihat Abzali yang semakin galau, Asyila memilih mengalihkan pembicaraan.

"Engga tau, kayaknya batal soalnya ayah gue hilang lagi tanpa kabar. Sejak kemarin gue udah coba menghubungi sanak saudara tapi mereka engga ada yang tau, pusing liat dia hilang terus." wajah Visam memperlihatkan keprihatinan, ia membalikkan badannya, merangkul Alena.

"Bulan kemarin ayah gue hilangnya cuman sehari doang tapi akhir-akhir ini dia itu was-was terus. Gue engga tau pekerjaan dia itu apa tiap kali nanya dia pasti mengalihkan pembicaraan, nanya soal kuliah, tugas, keseharian." harusnya hari ini Alena mencari ayahnya tetapi karena para sahabatnya ingin menjenguk Asyila jadinya Alena batalkan.

"Besok sehabis kuliah kalau misalkan ayahmu belum kembali kita cari sama-sama, mungkin ketempat yang biasa dia datangi." Alena menatap Abzali, ada perasaan yang harus segera ia matikan sebelum benar-benar terlambat.

Zurais tesenyum dalam diam, tentu dia tau arti tatapan Alena tapi Abzali tidak peka sama sekali. Diantara mereka berlima hanya Asyila-lah yang tidak terlibat perasaan nyaman, pandangan Asyila benar-benar murni akan persahabatan.

"Ayah gue biasanya paling sering itu nongkrong di rumah kosong ujung perumahan, gue mana berani kesana Ab, disana itu kumpulan preman kampung sama laki-laki biadab, bisa-bisa kalau gue kesana engga bakal bisa pulang, tinggal nama setelah digilir dan pastinya belum tentu ayah gue ada disana." Abzali mengedikkan bahunya acuh, memilih diam saja.

"Kita temani, kita bisa minta tolong sama dokter itu untuk menemani kesana. Kurasa dokter itu memiliki banyak pengawal kan?"

"Mau kemana?"

Kelima pasang mata itu kompak menatap kearah pintu, perempuan bercadar sedang berdiri disana, Valaxie.

"Mama!" seru Asyila senang.

Valaxie masuk kedalam kamar menatap satu persatu anak muda teman anaknya, wajah mereka tidak ada yang mencurigakan semuanya tulus berteman dengan Asyila, Valaxie tidak mendengar pembicaraan mereka secara lengkap jadinya tidak terlalu paham situasi.

"Ayahnya Alena hilang tanpa kabar, Alena bilang ayahnya paling sering nongkrong di rumah kosong di ujung perumahan, Alena ingin memeriksa apakah disana ada ayahnya atau belum tetapi takut karena disana itu perkumpulan preman." kening Valaxie mengerut dibalik cadarnya, kenapa sahabat Anaknya mempunyai kehidupan serumit itu.

"Yaudah, lanjutkan pembicaraan kalian." setelah mengucapkan hal itu, Valaxie keluar kamar merogoh ponselnya yang ada di kantong gamisnya, ia harus menelepon Ashley.

"Ashley." sapanya setelah sambungan telepon tersambung.

"Iya Nyonya, apa terjadi sesuatu?" jawab Ashley diseberang sana.

"Saya akan mengirimkan lokasi saya, dan kamu harus kerumah ini. Ayah saya dan Xinkie pasti merencanakan sesuatu, ada hal yang harus kita bahas dengan bertatap muka bukan melalui telepon. Tidak ada yang menjamin ponsel kita aman dari serangan para Hacker kurang kerjaan itu."

"Baik Nyonya, saya akan berusaha datang kesana tepat waktu, jaga diri Anda karena banyak pelayan yang menunggu kepulangan kita."

"Hati-hati saat kemari, gunakanlah penyama-" ucapan Valaxie terhenti saat melihat sosok Fransisco masuk kedalam rumah.

"Jangan bergerak dulu, Ashley. Tetaplah disana dan tunggu aba-aba dariku, tetap waspada dan jangan lepaskan pengawasan sedetik saja." tanpa menunggu jawaban dari Ashley, Valaxie mematikan panggilan teleponnya.

"Fransisco!" panggilnya, Fransisco yang awalnya ingin berjalan menuju ruang rahasia menghentikan langkahnya, menunggu Valaxie berjalan ke arahnya.

"Salah satu ayah sahabat Asyila menghilang tanpa kabar, saya curiga kalau dalangnya adalah kedua orang 'itu'. Lakukan sesuatu sebelum Asyila-ku menjadi sasaran makanan mereka, saya tidak ingin Asyila-ku menjadi korban kegilaan mereka." ujarnya terburu-buru dan sangat pelan, takutnya ada seseorang yang mendengar.

"Kamu yakin?"

"Feelingku tidak pernah salah, suruh timmu untuk mencari keberadaannya sebelum mereka menjadikannya temeng untuk memancing Asyila-ku kesana. Tidak akan saya biarkan Asyila menginjakkan kakinya kesana, tidak akan." Valaxie membalikkan badannya tetapi baru selangkah ia kembali memutar badannya.

"Dan satu lagi, ponselku disadap seseorang dan saya yakin itu adalah Xinkie. Segera kirim alamat rumah ini pada Ashley melalui sistem rahasiamu, pelayanku harus kemari dalam beberapa waktu kedepan. Bertindak cepat Fransisco, Xinkie sialan itu pasti sedang merencanakan hal besar." kali ini Valaxie benar-benar melangkah menjauh, meninggalkan Fransisco yang kini dipenuhi akan emosi.

"Xinkie sialan." desisnya dengan kemarahan yang begitu besar.

***

"Ashley."

"Iya Nyonya, apa terjadi sesuatu?"

"Saya akan mengirimkan lokasi saya, dan kamu harus kerumah ini. Ayah saya dan Xinkie pasti merencanakan sesuatu, ada hal yang harus kita bahas dengan bertatap muka bukan melalui telepon. Tidak ada yang menjamin ponsel kita aman dari serangan para Hacker kurang kerjaan itu."

"Baik Nyonya, saya akan berusaha datang kesana tepat waktu, jaga diri Anda karena banyak pelayan yang menunggu kepulangan kita."

"Hati-hati saat kemari, gunakanlah penyama-"

"Jangan bergerak dulu, Ashley. Tetaplah disana dan tunggu aba-aba dariku, tetap waspada dan jangan lepaskan pengawasan sedetik saja."

Senyum santainya mengembang, merasa semakin bersemangat. Mata tajamnya menatap kumpulan awan yang begitu putih tidak tersentuh apapun.

"Kenapa kamu semakin menantang Vakaxie sayang, dengan sikapmu yang seperti ini semakin membuatku bersemangat untuk menjemputmu disana. Tunggu aku, akan kujadikan kamu Ratu dalam kerajaan kegelapanku." gumamnya, merasa sangat tertantang dengan rekaman yang baru saja bawahannya kirimkan padanya.

"Tunggu aku Valaxie sayang." ujarnya disertai senyuman senang.

Nächstes Kapitel