Refleks Theo membantu Hisashi duduk disebelahnya.
"Ceritakan mengapa semua ini terjadi. mengapa Eve masih berada di dalam rumahmu? Ada apa dengannya sehingga mimisan seperti ini?" jelas Hisashi penasaran.
"Eve. Kau bisa menjelaskan apa yang terjadi padamu sebelum dan sesudah aku datang?" Theo balik bertanya.
"Sebenarnya aku merasa sangat kelelahan jadi aku minta kunci mobil Kenatt, supaya aku bisa tidur di sana. Saat aku memejamkan mata, seseorang memanggil namaku"
"Karena aku mengenal suaranya, maka aku membuka mata. Dan, orang itu Theo" sahut Eve tanpa ragu.
"tetapi Theo bersama kami saat aku tidak melihatmu lagi disekitar kami" Amarru menyangkal karena memang Theo selalu berada di sekitarnya.
"Ya, dia bersama kami" Hisashi mengkonfirmasi kebenarannya.
"Kalau Theo bersama kalian, lalu... yang mengajakku bicara siapa?" wajah Eve pucat pasi. Mereka bertiga tidak mungkin membohonginya.
"Felix" sahut Hisashi, Theo dan Amarru bersamaan.
"Kalian bilang Felix memiliki wujud anak kecil. Apa dia memiliki kemampuan mengubah wujud?"
"Kenyataannya Felix Sanders masih hidup dan tumbuh dewasa. Dia hanya sedang melupakan jati dirinya. Jadi, jika Felix kecil mau, dia bisa mengambil wujud sesuai keinginannya" Hisashi menjelaskan fenomena yang dialami Eve.
"Lalu bagaimana kau bisa masuk ke dalam ruang rahasia Dadku?"
"Astaga Theo, sudah kubilang, aku mendengar suara kau memanggilku. Jadi begitu aku membuka mata, aku sudah berada di dalam sana"
"mengapa Kenatt langsung pergi bersama yang lainnya? kalau dia tahu kau meminjam kunci mobilnya, harusnya dia menyadari kalau kau tidak berada di dalam mobilnya. mengapa dia tidak mencarimu?" Theodor merasakan keanehan pada penjelasan Eve yang terdengar absurd.
"Aku tahu kau dalam bahaya. tetapi tidak semua orang bisa kau masukkan ke dalam daftar tersangka" Eve bersungut-sungut dan cemberut sambil menoleh pada Hisashi, meminta pembelaan.
"Hanya Dadku yang bisa masuk ke dalam. Hanya dia yang tahu password ruang rahasianya" desis Theodor terdengar jelas oleh Hisashi.
"Ruang rahasia? Jadi ini alasan Felix membawaku ke sana?" gumam Eve pada diri sendiri.
"Felix membawamu ke ruang rahasia? apa kau bercanda? Bagaimana caranya dia tahu password ruang rahasia sementara aku, tidak pernah di beritahu kodenya oleh Dad?!" Theo berusaha berpikir jernih.
Orang asing seperti Eve, mana mungkin ada niatan jahat terhadapnya. Eve dan Sergei mustahil punya hubungan. Lagi pula Ferghus dan Adel membawanya bersama Hisashi dan Amarru. Artinya, Eve juga tim yang bertugas menyelamatkan hidupnya.
"Apa yang kau bicarakan dengan Felix?" tiba-tiba Theo mengubah topik pembicaraan.
"Aku tidak ingat banyak. Yang tersisa dalam ingatanku hanya Felix bilang kalau Oliver bukan Putra Sergei. Satu hal lagi. Aku diminta menyentuh ubun-ubunmu untuk menyampaikan pesan Felix" sorot mata tajam penuh keyakinan Eve menunjukkan dia sedang tidak berbohong.
"Jadi itu yang terjadi sesungguhnya" gumam Theodor membingungkan Hisashi dan Amarru.
Tanpa menjelaskan kepada Hisashi dan Amarru. dia sudah mengambil ponsel, menghubungi Kenatt.
"Hallo. maaf mengganggu waktu istirahatmu sekali lagi" sambut Theodor begitu panggilannya dijawab Kenatt.
"Panjang umur" kekeh Kenatt sambil melirik pada Ferghus dan Adel. Mereka bertiga berada di markas sementara Adel dan Ferghus.
"Kami dapat memastikan isi dari memori card di dalam arlojimu berisi rencana Sergei dan jenderal Besar Angkatan Darat Negara Guandra, untuk menguasai dunia. Rinciannya bisa kau lihat kapan pun kau mau" suasana hening sejenak saat Kenatt menyelesaikan ucapannya.
"Aku cukup penasaran kejutan apa lagi yang ingin kau sampaikan pada kami? atau... kami yang datang padamu saja? sekarang?"
"Kalian di mana?" tegas Theodor sambil melirik pada Amarru.
Kenatt memberitahukan alamat tempat mereka berada sekarang. Setelah itu, Theo memutuskan panggilannya.
"Bantu aku membawa semua lukisannya" Theo mengomando di depan.
Mereka naik ke lantai dua bergegas menuju pintu rahasia. Sesampainya di depan pintu, keduanya justru diam terpaku.
"Terakhir kali aku meninggalkan ruang rahasia, pintunya ku biarkan terbuka" Theodor memucat. Dia harus mengambil lukisan yang dibuat Eve tetapi pintunya terkunci sekarang!
"Sekarang bagaimana? Lukisannya di dalam" Amarru mengusap kepalanya perlahan.
"A-aku akan mencoba sebisaku" Theodor tergagap. Dua kali dia mencoba, dua kali juga passwordnya salah.
"Kalau kau tidak ingin Dadmu menyadari ada orang lain yang ingin menerobos masuk ke dalam ruang rahasianya, menyerahlah sekarang"
"tetapi lukisan itu penting untuk meyakinkan Kenatt"
"mengapa tidak menghubungi Dadmu saja? kau bisa meminta password secara baik-baik"
"Ini ruang rahasia Amarru. Bagaimana caraku menjelaskan mengapa tiba-tiba, muncul beberapa lukisan di dalam sana pada Dad?" tolak Theo tidak setuju.
Tanggal lahir Mom, tanggal pernikahan mereka, semua salah. Apa tanggal aku ditemukan oleh mereka? batin Theodor penasaran.
Tunggu. Di setiap lukisan ada kode angka pada bagian sudut kanan lukisan. Sebagai ganti tanda tangan pelukisnya. Theo menyadari angka-angka tersebut adalah petunjuk. Theo mendekatkan jemarinya.
"Tunggu. Aku akan membawa Eve kemari. Kekuatan pikirannya bisa membantu kita" Amarru merasa hanya ini jalan aman satu-satunya.
"Kau ingin dia mati kehabisan darah? belum lama energinya banyak terkuras sampai dia tidak punya tenaga lagi untuk berdiri" Theo menarik jubah abu-abu Amarru agar Pria itu tetap berdiri di tempat. Mereka terlibat adu tarik ulur sebelum ponsel Theo bergetar di saku celananya.
Drrrrt
Drrrrrrt
"Ada masalah di atas? mengapa kalian lama di sana?" suara Eve terdengar cemas.
"Rrr... ada sedikit masalah. Pintu ruang rahasia Dad tertutup"
"Mungkin aku bisa membantu dari bawah sini. Tunggulah sebentar" sahut Eve tanpa ragu.
"Hey, kau belum pulih"
"Energiku sudah kembali meski masih belum pulih seutuhnya. Tidak masalah," karena Eve memaksa bahkan sangat yakin tidak akan terjadi hal buruk padanya, akhirnya Theo hanya dapat menunggu bantuan dari Eve.
Tiga menit kemudian muncul kaleng di depan pintu rahasia. Kaleng yang mirip dengan kaleng pengharum ruangan model semprot.
"Bagaimana cara menggunakan kaleng pengharum ruangan untuk membuka pintu rahasia? kau sedang membuat lelucon konyol? Nona Eve, " kekeh Theodor sarkastik.
"Kau butuh bantuanku jadi jaga sikapmu Bung," ada nada kesal dari seberang. Ada jeda dua menit sebelum Eve kembali bersuara.
"Pastikan kaleng itu berada di tanganmu selama di dalam ruangan nanti. Kalau tidak, kita harus meminta Dadmu membuka pintunya untukmu" ancam Eve tidak main-amin.
"Kau tinggal menyemprotkan benda itu ke pintu yang ingin kau tembus. Setelah pintunya selunak agar-agar, kalian harus segera masuk sebelum pintunya kembali memadat" jelas Eve menginstruksi.
"Sesederhana itu?" Theo mengangkat kedua alisnya tidak yakin.
"Ngomong-ngomong setelah kalian pergi Hisashi tidak berbicara apa pun padaku. Dia diam dengan terus memejamkan mata. Dia menakutiku sekarang" suara Eve bergetar.
"Cepatlah turun oke, kau bisa membayangkan berada dalam satu ruangan dengan orang yang kepalanya terus mengucurkan darah? siapa pun akan berpikir dia sedang sekarat sekarang" kali ini Eve sangat memelas memohon Theo kembali turun.
"Biarkan saja. Guru sedang berusaha memulihkan tenaga sekaligus menghilangkan pengaruh energi negatif Sergei dari dalam tubuhnya. Guru tidak akan mati secepat itu" Amarru mendengar suara Eve yang panik sehingga dia mendekat ke arah Theo, ikut bicara.
"Ku pegang ucapanmu" nada rileks terdengar dari seberang dan memutuskan panggilannya secara sepihak.
"Apa dia sedang setres? kau percaya dengan perkataannya barusan?" tanya Theo sambil menyodorkan kaleng pengharum ruangan ke arah Amarru. Setelah komunikasi dengan Eve diputus.
"Dia spesial, seperti dirimu. Jangan membuang waktu lagi. Ikuti sesuai petunjuknya, tidak ada yang boleh terlewatkan" tegas Amarru sambil membalik tubuh Theodor ke arah pintu ruang rahasia.
Theodor menghela napas panjang lalu menyemprotkan cairan ajaib itu melingkar tepat di tengah pintu rahasia. Perlahan tetapi pasti bagian pintu yang disemprot tadi melunak dan menjadi sekenyal agar-agar.
Amarru menganggukkan kepala dan secara bersamaan mereka meletakkan telapak tangan mereka ke arah pintu yang kenyal tersebut. Mereka cukup terkejut sebab secara tiba-tiba, seolah rasa kenyalnya justru menyedot mereka menembus pintu.