webnovel

21. Tentang Rasa

Ha Wook's pov

-Jun Goo's House-

21:00 KST

Mataku terpejam menikmati suara gitar yang dipetik Ho Jae. Rasanya sangat lelah setelah latihan bulu tangkis. Ya, aku dan tim bulu tangkis memutuskan latihan setelah lomba lari estafet selesai.

"Akhirnya kita bisa menghabiskan waktu bersama." Aku tersenyum saja mendengar suara Jun Goo yang tiduran di sebelahku.

"Jun Goo benar. Kepala suku kita sekarang jauh lebih memperhatikan sahabat perempuannya daripada kita." Mataku terbuka sepenuhnya dan menatap Ho Jae yang mencebik ke arahku.

"Tidak, bukan begitu. Hei, kalian ini kenapa?" Aku duduk dan menggenggam kedua tangan mereka. Rasanya baru kali ini mereka berdua protes dengan waktuku yang memang lebih banyak dengan sahabat perempuanku.

Jun Goo duduk dan memelukku, "Aku sangat merindukanmu, asal kau tahu. Hidupku tanpa ide-ide gila darimu terasa hampa. Ku pikir jika tadi aku tidak mengatakan padamu kedua orang tuaku sedang berada di Nevada kau tidak akan mau menemaniku." alisku terangkat mendengarnya.

"Maafkan aku, mulai sekarang aku akan lebih adil." tanganku terulur mengelus pipinya. Jun Goo tersenyum dan mengangguk. Ku pikir dia akan memarahiku dan berteriak jika dia bukan lagi anak kecil. Nyatanya, dia malah bersikap manja.

Tadi, sepulang latihan Ho Jae dan Jun Goo menyeretku untuk ikut menginap di rumah Jun Goo. Putra bos pemilik toko kamera terbesar di Korea Selatan itu sedang kesepian di rumah seorang diri.

Hari ini Ho Jae ikut serta karena tidak membuka kedai karena Bo Tong Eomma, ibu Ho Jae sedang menghabiskan waktu bersama Eomma. Soal izin, tentu saja orang rumah mengizinkanku pergi bersama kedua laki-laki yang menemaniku bahkan sejak dalam kandungan. Ho Jae seperti kakak bagiku dan Jun Goo adalah adik kecilku.

Aku tersentak begitu merasakan sesuatu di pahaku, tampak Jun Goo tiduran disana sambil memeluk boneka domba kesayangannya, Doo. "Ku yakin Soo Ji akan berpikir 2 kali mengencanimu setelah melihat Doo." Ho Jae tergelak membuat Jun Goo memajukan bibirnya.

Jun Goo dan Doo adalah dua hal yang tak bisa terpisahkan.

"Tentu saja tidak. Soo Ji tulus menyayangiku, dia menerima apapun kekuranganku."

"Ah, adik kecil kita sudah dewasa ya sekarang." Ho Jae mengacak rambut Jun Goo membuatku tergelak.

"Ya, waktu cepat sekali berlalu. Sekarang kita sama-sama memiliki rasa suka pada seseorang." kataku membuat mata Ho Jae dan Jun Goo menyipit.

"Kau menyukai siapa?" Ho Jae menatapku dengan mata tajamnya.

"Ho Jae-yah, ayo makan ramyun. Aku lapar."

#

Author's pov

Ho Jae menatap Ha Wook yang sudah tertidur pulas di atas tempat tidur setelah makan banyak sekali ramyun buatannya. Tak lupa ia melihat keadaan Jun Goo yang juga tidur pulas di sebelah Ha Wook dengan selimut motif bintang-bintang. Pandangannya kembali teralih ke arah Ha Wook, seseorang yang mengisi hatinya bahkan saat masih sekolah dasar.

Ho Jae senang saat mengingat kembali pujian Ha Wook dan Jun Goo pada ramyun buatannya. Ho Jae memiliki satu keahlian, yaitu memasak. Cita-citanya adalah meneruskan usaha keluarga yaitu Kedai Odeng Jang yang sudah turun temurun dari kakeknya.

"Kau mau melihatnya setiap malam?" Ho Jae terkejut menatap Jun Goo yang terbangun.

"Apa aku salah menyimpan rasa ini?" katanya menatap Jun Goo yang sekarang duduk di sebelah Ho Jae.

"Tidak. Perasaan itu tidak pernah salah, Ho Jae-yah."

"Tapi kenapa dia tidak pernah menyadarinya? Kenapa hingga sekarang dia masih menganggapku kakak laki-lakinya? Kenapa dia tidak pernah menyadari perasaanku?"

"Kau tahu, disetiap hal kau harus siap menerima kenyataan terburuk."

Ho Jae menatap sahabatnya, "Benar kan dugaanku? Siapa yang Ha Wook sukai? Katakan padaku, kau pasti tahu." Jun Goo menggeleng.

"Biar Ha Wook yang akan mengatakannya sendiri. Lebih baik mendengar darinya langsung daripada orang lain. Dia juga tidak ingin merusak persahabatan kita. Aku tidak yakin situasinya akan sama jika nanti kau tahu siapa yang disukainya."

"Siapapun itu, aku memilih maju. Sejak saat ini hingga kapanpun impianku adalah menikahinya."

Jun Goo menepuk bahuku, "Kau dan Ha Wook sama berartinya bagiku. Aku tidak ingin kehilangan kalian berdua dan tidak ingin kehilangan persahabatan yang sudah kita bangun selama 14 tahun." Ho Jae menatap Jun Goo lekat-lekat.

"Ya. Aku juga tidak ingin kehilangan semuanya. Ah, entahlah. Aku sangat egois." Aku tiduran di atas kasur lipat yang berada di samping tempat tidur Jun Goo. Jun Goo ikut tiduran di sebelahku, pandangannya lurus ke langit-langit yang dilukis seperti ruang angkasa.

"Oh ya, jika seseorang yang kau kejar terus menjauh ku sarankan lebih baik berbalik. Ada seseorang yang menunggumu dibelakang." Ho Jae menatap Jun Goo dengan wajah bingungnya.

#

Ha Wook's pov

-Lapangan Belakang-

Aku baru datang bersama kedua sahabatku yang berdiri di sebelah kanan dan kiriku. Aku tersenyum ke arah tribun tempat Golden Stars, mereka menyanyikan yel-yel dengan penuh semangat.

"Lihatlah anak buahmu. Mereka tampak sangat bersemangat memenangkan turamen tahun ini." Jun Goo tersenyum puas dan mengambil gambar mereka dengan kamera kesayangannya.

Tiba-tiba muncul seseorang yang memuat moodku hancur. "Kau sudah siap menerima kekalahan?" kata Ho Joon Jae, sang ketua Osis dan dia adalah putra tunggal Gyojangnim (Kepala Sekolah).

"Bukankah seharusnya kami yang bertanya padamu?" Ho Jae tersenyum mengejek.

"Ku harap kau tidak lupa jika aku tahu dimana titik kelemahan seorang Baek Ho Jae."

"Hya!" Aku dan Jun Goo memegangi Ho Jae, mencegah pertumpahan darah terjadi.

Pandangan Joon Jae teralih padaku, "Dan kau, bersiaplah. Perempuan lemah sepertimu bisa ku singkirkan dengan mudah."

"Ku harap kau sadar dengan apa yang kau katakan." Joon Jae mendecih dan berjalan menuju tribun kelasnya membuat semua anak buahnya berteriak.

"Apa bagusnya dia? Jika bukan karena dia putra Kepala Sekolah jadi besar kepala." cibir Jun Goo.

"Sudahlah, kita ke stand saja," aku menggandeng Ho Jae dan Jun Goo menuju teman-teman yang langsung berteriak menyambut kami.

"Selamat datang semua di acara Turnamen Olahraga dan hari ini adalah final untuk semua kategori. Akan dimulai final untuk kelas X, dilanjutkan dengan final kelas XI." kata MC.

"Baiklah. Sekarang kita mulai saja, tim Blood dan tim Lion memasuki line."

Aku duduk di tribun depan dengan Kang Dae yang asyik menonton. Diantara semua anak buahku, aku paling tidak dekat dengan dia. "Kang Dae-yah, kau sudah siap kan?" Kang Dae manatapku sekilas dan berdehem. Laki-laki jelmaan kulkas ini memang dingin pada semua orang.

"Jika kau mau disini, diam dan perhatikan saja pertandingannya!" katanya saat aku membuka mulut.

Menyebalkan!

Nächstes Kapitel