webnovel

Fright

Seperti halnya kita tahu bahwa Ivan tahu segalanya. Bagaimana takdir bodoh ini mengambil nyawa kedua belas Guardian terdahulu. Awalnya dia tidak memang percaya, tapi cerita ayahnya yang mengatakan jika keluarga mereka pernah menjadi seorang Guardian membuatnya ketakutan. Gindra Richard Ardani keturunan kedua dari keluarga mereka sedangkan Gabino Ivander Ardani adalah keturunan ketujuh. Cerita itu hanya diketahui oleh sanak saudara mereka tanpa orang lain yang tahu.

Walau memang beberapa dari mereka pernah membaca buku sejarah mungkin tahu seperti Jason yang sudah mengingatkan Arsen waktu itu. Tapi pertemuan mereka menjadi buruk hanya karena dia mengatakan soal resiko para Guardian. Dia merasa bersalah namun Ivan tidak pernah ingin terus memendam hal ini sendirian, dia hanya ingin para Guardian tahu dan bisa mengambil keputusan dengan benar walau akhirnya mereka tidak akan bisa melakukan apa pun. Tapi dengan begini dia bisa membuat para Guardian siap untuk menghadapi kematiannya sendiri.

"Bagaimana? Apa kau mau menerima takdir itu?" Tanya seorang pria paruh baya menatap lembut Ivan yang masih saja diam di tempatnya.

"Mau bagaimana lagi, aku tidak bisa melawan takdir." Jawaban itu membuat pria paruh baya di sebelahnya menghela napas pelan.

Memang tidak ada seorangpun yang bisa melawan takdir hidup mereka termasuk anaknya. Tapi kenapa harus anaknya yang menanggung takdir ini. Kenapa bukan orang lain saja? Selalu saja pikiran itu muncul di saat rasa takut kehilangan anak satu-satunya terpikirkan olehnya. Yang tidak bisa dia mengerti, bagaimana bisa para Iblis itu datang untuk menghancurkan Bulan sekali lagi. Bukankah para Guardian terdahulu sudah membunuh para Iblis. Atau waktu itu mereka gagal dalam misinya. Tapi tidak mungkin jika mereka gagal walau sudah mengorbankan nyawanya.

"Ayah tidak ingin kau pergi."

Ucapan sang Ayah tentu menjadi pukulan untuknya. Bagaimana tidak, hanya ayahnya saja yang dia punya sekarang karena ibunya sudah meninggal saat dia masih berumur 9 tahun. Walau begitu apa mungkin ada cara lain untuk membunuh para Iblis tanpa mengorbankan nyawa. Tapi sepertinya itu tidak mungkin, bukankah dalam sejarah yang tertulis ialah takdir Guardian bukan bagaimana membunuh para Iblis. Mereka masih tidak mengerti dengan takdirnya, tapi harus ikut masuk dengan cara yang membingungkan dan terpaksa seperti ini.

Walau bagaimanapun itu takdir mereka, takdir yang tidak akan bisa dia lawan. Sekuat apa pun mereka berusaha, nyatanya takdir itu selalu mengikuti mereka sejak mereka dilahirkan kecuali jika mereka mati.

"Aku juga tidak ingin, tapi setelah purnama es itu muncul, aku tida bisa melakukan apa pun."

Jawaban sang anak membuatnya semakin takut akan kehilangan anak satu-satunya itu.

Kehilangan adalah hal yang paling sulit dan berat bagi orang tua. Dan kehilangan dengan diberi jangka waktu adalah hal yang benar-benar gila menurut mereka. Mungkin jika mereka tidak tahu kematian seseorang, mereka tidak akan ketakutan, tapi bagaimana jika mereka tahu kapan mereka akan mati. Apa mereka siap menerima segala bentuk kehilangan itu? Mau dicari jawabannya pun mereka tidak akan bisa menemukan jawabannya. Mau sampai beribu-ribu kali mereka menolak, tentu berlipat-lipat kali juga takdir itu meyakinkannya.

"Ivan Ayah sangat sayang padamu."

Ucapan penuh kasih sayang dari sang Ayah tentu membuat manik Ivan berkaca-kaca. "Ivan juga sayang Ayah," sahut Ivan memeluk ayahnya erat.

Mereka saling takut kehilangan, tapi mereka tidak bisa memilih. Dan mungkin mereka hanya tinggal menunggu hari sampai bulan purnama es itu muncul, dimana waktu itu akan membuat mereka terpisah selamanya. Rasa takut itu semakin besar saat mereka tahu bulan purnama es akan muncul dalam waktu dekat. Bahkan mungkin sekitar satu bulan lagi atau dua bulan lagi, semua masih menjadi misteri namun yang jelas mereka tidak bisa menolak.

Jika mereka bisa memilih, mereka mungkin tidak akan ingin menjadi seorang Guardian yang harus rela mati demi semua orang. Dan mengapa Guardian itu terpilih, bukan kita yang tiba-tiba ingin membantu. Karena memang tidak akan ada seorangpun yang mau mati dengan jangka waktu. Mungkin hanya orang yang bodoh saja yang mau, tapi tidak untuk mereka yang tahu dan takut akan rasa kehilangan.

"Ayah, jika aku pergi, jagalah diri Ayah. Aku tidak mau Ayah sakit," ucap Ivan dengan derai air mata yang sudah keluar sejak tadi membuat sang ayah juga ikut menangis.

Mereka masih tidak bisa menerima, tapi itu takdirnya. Kenapa harus ada kata tapi di kalimat itu, bagaimana jika kalimat itu kita rubah. Apa semuanya akan ikut berubah atau tidak sama sekali. Dia hanya berharap takdirnya berubah, tapi apakah bisa takdirnya berubah atau itu hanya keinginan yang tidak akan berarti baginya.

"Ayah tidak ingin kau pergi, tetaplah bersama Ayah nak." Keinginan seorang Ayah untuk selalu bersama anaknya memang adalah hal umum, tapi jika takdir yang mengatakan mereka harus terpisah bagaimana?

"Maaf, setelah bulan itu muncul aku harus pergi bersiap untuk perang," jawab Ivan yang terlihat begitu pasrah akan takdir bodohnya, atau memang dia tidak punya jawaban lain selain itu.

"Tidak! Ayah tidak mau kau pergi. Ayah tidak mau pisah darimu, Ayah tidak mau."

Teriakan atas ungkapan isi hatinya menjadi sebuah rasa takut akan kehilangan putra satu-satunya. Tapi semuanya akan sia-sia, nyatanya saat bulan itu muncul mereka akan menghilang bagai ditelan bumi, padahal mereka di tempatkan di tempat lain yang mungkin tak akan pernah mereka duga. Tempat dimana mereka berdua belas akan berlatih bersama untuk perang yang akan terjadi kedua kalinya.

"Ini takdirku Ayah, dan aku tidak bisa meninggalkan ayah dalam keadaan seperti ini," ucap Ivan kembali menangis hanya dengan melihat ekspresi ayahnya.

"Kalau begitu jangan pergi! Ayah tidak akan mampu untuk itu," sahut Ayah Ivan menggenggam tangan Ivan kuat.

"Tidak bisa, ini takdir. Seberapa besar aku menolak sang Bulan akan memanggil," jawab Ivan bagai lemparan batu keras untuknya.

Ayah yang tidak pernah ingin ditinggal oleh satu-satunya putra yang dimiliki harus bisa merelakan kepergiannya. Dan sekarang hanya mereka saja yang bisa memilih. Memilih untuk mati demi sang Bulan dan menyelamatkan seluruh penduduk kaum Bintang, atau rela jika seluruh penduduk kaum Bintang mati begitu saja. Tapi ada satu hal yang tidak mereka tahu, bahwa para Guardian yang rela mati akan mendapatkan hadiah yang mungkin akan membuat mereka tidak bisa menolak hal itu.

Hadiah yang tidak pernah mereka pikirkan selama ini, hadiah yang telah didapatkan para Guardian terdahulu yang sekarang telah menjadi kebahagian mereka. Dan hadiah itu adalah mereka akan hidup kembali sesuai perintah sang Bulan.

Nächstes Kapitel