webnovel

Tiash Lumina

Tiash tengah duduk di depan cermin yang ada di kamarnya, dengan mengenakan gaun putih yang membuatnya terlihat lebih anggun. Pria manapun pasti akan langsung terpesona melihat parasnya yang elok.

Dari belakang, Yola tengah sibuk menyisir rambut Tiash yang berkilau perak kebiruan dengan panjang sepunggung itu.

"Nona gugup?" singgung Yola yang melihat raut wajah Tiash dari cermin besar di depan, sembari terus menyisir rambut Tiash.

"Ayolah kak, hanya ada kita berdua di sini. Jangan panggil aku 'Nona!' dan iya! Aku gugup," jawab Tiash blak-blakan. Pesta malam itu bukan hanya pesta biasa. Tapi sebuah pesta khusus untuk mengumumkan para calon penerus Ratu Elyosa. Tentu saja hanya para bangsawan yang bisa hadir di acara itu.

Yola menatap Tiash melalui cermin, lalu tersenyum lembut untuk memberi rasa tenang buat Tiash. "Tuan dan Nyonya Lumina sudah berangkat. Begitu juga dengan anggota keluarga Lumina lain. Apa kau yakin tidak mau ku antar?"

"Tidak. Grim akan mengantarku," jawab Tiash dengan nada pelan, sedikit tersipu.

"Grim? kapten pasukan keamanan Elyosa itu? Ah, aku paham! Dia Xenatria-mu, ya?" Yola menggoda Tiash.

"Ih, apa sih!" wajah Tiash dibuat semakin merona oleh ucapan Yola.

Grim, seorang kapten pasukan keamanan Elyosa yang kebetulan bertugas di wilayah dekat dengan Lumina Mansion, sering berjumpa dengan Tiash kalau Tiash tengah berada di luar rumahnya. Grim selalu mengawal Tiash kemanapun Tiash pergi. Karena itulah, Grim memutuskan untuk mengawal Tiash pada malam itu.

Tak lama kemudian, pintu kamar Tiash pun diketuk. Seorang pelayan memberitahu kalau Grim sudah tiba untuk menjemput Tiash.

"Nah! berjuanglah, nona!" Yola memberi semangat.

Tiash memeluk Yola dengan erat sambil berbisik, "Terimakasih banyak, kak."

Yola tersenyum lalu balas berbisik, "Hati-hati ya, Tiash."

Yola tidak diizinkan untuk ikut ke pesta tersebut karena ia bukan dari keluarga bangsawan. Itulah yang membuatnya sedikit cemas. Naluri seorang kakak, walau ia bukan kakak kandungnya.

Ditambah lagi, tiba-tiba saja Yola mendapat firasat buruk. Tapi ia tidak mau membicarakan itu pada Tiash. Ia tidak ingin mengusik batin Tiash hanya karena firasatnya saja. Mau tidak mau, ia harus menyimpan sendiri kegundahannya itu dalam hati kala mendampingi Tiash ke gerbang utama Lumina Mansion.

Di luar pagar rumah megah itu Grim telah bersiap dengan sebuah mobil mewah yang ia pinjam khusus untuk menjemput Tiash. Mobil itu tidak menggunakan roda seperti mobil pada umumnya. Kendaraan di Elyosa sudah memakai teknologi anti-gravitasi semua.

"Sudah siap, Nona?" tanya Grim sembari mengarahkan telapak tangannya pada Tiash.

Tiash menyambut tangan Grim yang lalu menuntunnya masuk ke dalam mobil. Ia tidak mengeluarkan sepatah katapun. Batinnya yang akan menghadiri acara penting itu masih merasa gugup.

Keheningan mewarnai suasana di dalam mobil yang dikendarai oleh Grim. Sesekali Grim melirik melalui kaca spion depan ke arah Tiash yang duduk sendirian di kursi belakang. Tiash terlihat melamun sambil menatap keluar jendela mobil dengan tatapan kosong.

"Jadi... Apa Nona sudah menentukan Xena?" tanya Grim membuka percakapan, langsung membuyarkan lamunan Tiash.

"Uh... Belum," jawab Tiash dengan nada pelan, sembari mencuri pandang sebentar ke spion depan untuk melihat wajah Grim.

"Aku bersedia menjadi Xenatria untukmu, Nona Tiash," ujar Grim sembari melemparkan senyumnya pada Tiash melalui kaca spion.

Tiash tidak menjawab perkataan Grim. Namun terlihat senyum tipis di bibir Tiash serta pipi yang merona kemerahan. Jantungnya kini berdegub lebih kencang lagi dari sebelumnya.

[•X-Code•]

Pesta malam itu berlangsung di ruangan utama Queen Palace, bangunan megah yang terletak di pusat Elyosa. Tempat itu merupakan tempat pusat pemerintahan Elyosa, sekaligus tempat tinggal Ratu Elyosa.

Ratu Elyosa, Serafina Windaga memiliki wajah yang tetap terlihat anggun walau sudah berusia 50 tahun lebih. Dengan gaun biru yang anggun nan mewah, ia duduk di singgasana Ratu Elyosa. Ia baru saja menyelesaikan pidato sambutannya untuk memulai pesta malam itu. Di sebelahnya, berdiri dengan gagah seorang pria berambut pirang berbalut zirah berwarna emas. Xaver Hemgard, Xenatria sang Ratu Elyosa.

Di hadapan Ratu, para keluarga bangsawan tengah berbincang-bincang satu sama lain. Mereka membentuk kelompok-kelompok kecil untuk berbincang, sambil diiringi alunan melodi dari para pemusik yang menambah keramaian pesta malam itu.

Tiash tengah berada bersama dengan kedua orangtuanya. Ayah dan ibunya sibuk berbincang dengan keluarga bangsawan dari keluarga Firan. Keluarga Firan tidak memiliki seorang putri untuk calon penerus Ratu. Mereka hanya memiliki beberapa orang putra yang berusia tidak jauh dari Tiash, juga seorang anak perempuan yang masih balita.

Di hadapan ayah dan ibu Tiash, seorang bangsawan memperkenalkan anak laki-lakinya. Tiash tidak terlalu mengikuti perbincangan mereka, namun Tiash bisa mengetahui ke mana arah perbincangan keluarganya itu. Perjodohan.

Hal itu membuat Tiash muak. Sudah cukup hidupnya terkekang, kini ia harus dijodohkan. "Apa aku tidak punya hak untuk memilih???" pikir Tiash dengan jengkel, merasa kebebasan hidupnya direnggut untuk ke sekian kalinya. Kemudian ia memutuskan untuk meninggalkan pembicaraan para keluarga bangsawan itu. Tapi tentu saja Tiash tetap menjaga etika. Ia pamit secara baik-baik sebelum pergi meninggalkan tempat itu.

Tiash memilih untuk berdiam diri di sudut ruangan sembari meneguk minuman yang ia bawa sebelumnya. Ia menghela nafas panjang, memikirkan apa yang baru saja terjadi.

Lalu gadis manis itu teringat akan buku yang diberikan oleh Claera sore tadi. Tiash mengambil buku tersebut dari tas kecil yang ia tenteng. Dengan rasa penasaran yang tinggi, Tiash membuka lagi buku itu. Agak lama ia memandangi halaman demi halamannya, namun ia masih belum menemukan petunjuk tentang bahasa yang dipakai oleh sang penulis buku.

Tidak lama setelah itu, 4 orang datang menghampiri Tiash. Mereka adalah Evalia dan Loise, beserta Xenatria-nya masing-masing. Kedua gadis bangsawan itu diam-diam sedari tadi memerhatikan Tiash dari jauh.

"Hai Tiash, di mana Xenatriamu?" tanya Evalia sembari memainkan rambut pirangnya.

"Kami bisa saja menyerangmu sekarang! Hihihi," gurau Loise yang juga memiliki rambut pirang.

Keluarga Phallan memiliki ciri khas rambut pirang dengan iris mata berwarna hijau terang. Berbeda dengan Lumina, keluarga Tiash yang punya ciri khas rambut biru keperakan dan iris mata berwarna biru.

"Aku belum punya," jawab Tiash dengan enggan. Ia tidak terlalu menyukai Evalia dan Loise. Bukan karena dari keluarga bangsawan yang berbeda dengannya, tapi karena sikap glamor dan arogan mereka yang keterlaluan. Pernah suatu ketika, Tiash mendapati Evalia dan Loise tengah memarahi dan melecehkan seorang lelaki tua yang bekerja membersihkan taman Elyosa hanya karena pria itu bersin di dekat mereka.

"Oh, iya! Seusai pesta, kami ingin menikmati langit malam di puncak bukit belakang Queen Palace. Dan kami ingin mengajakmu juga. Hanya kita bertiga. Kami juga tidak akan membawa Xena kami. Yah, anggap saja sebagai tanda perdamaian kita. Kau tahu, persaingan merebutkan singgasana Ratu Elyosa ini membuatku muak," ucap Evalia sambil masih memutar-mutar beberapa helai rambut pirangnya dengan jari telunjuk.

"Akan ku pikirkan," jawab Tiash singkat sembari tersenyum. Ia pikir, mungkin ada baiknya juga menerima ajakan mereka. Kalau memang apa yang Evalia katakan itu benar, hal itu bisa menjadi sesuatu yang baru di Elyosa, di mana para calon Ratu Elyosa menyatakan perdamaian, sehingga tidak akan ada lagi pertumpahan darah dalam perebutan singgasana seperti yang sudah-sudah.

"Sebaiknya kau datang, Tiash! Hihihi," ujar Loise sambil memutar badannya untuk pergi meninggalkan Tiash.

"Kami akan menunggumu!" sambung Evalia sembari mengikuti Loise. Kedua saudara sepupu itu pun pergi meninggalkan Tiash yang kembali meneguk minumannya.

Pikiran Tiash berlarian kesana-kesini tak tentu arah. Wajahnya terlihat gusar mengingat soal perebutan tahta Ratu Elyosa. Sempat juga ia mengingat soal Xenatria, yang sampai saat itu belum ia miliki.

[•X-Code•]

Sebelum acara pesta itu berakhir, Serafina sang Ratu Elyosa berdiri lalu melayang beberapa meter. Kemampuan yang dimiliki oleh Ratu Elyosa ada kaitannya dengan gravitasi. Ia bisa memanipulasi gravitasi di sekelilingnya sesuai kehendak.

"Sebelum pesta ini berakhir, aku ingin mengumumkan sesuatu," ujarnya dari atas. Ia sengaja melayang agar semua perhatian tertuju padanya. Rencananya berhasil, semua mata yang hadir di ruangan itu tertuju padanya.

"Selama ini, kedudukan Ratu Elyosa diperebutkan dengan cara pertarungan antar Xenatria dari calon Ratu. Aku ingin merubah peraturan itu. Di penghujung tahun ini, di akhir masa kedudukanku sebagai Ratu Elyosa. Aku akan mengadakan pengambilan suara yang akan diikuti oleh seluruh penduduk Elyosa dewasa tanpa terkecuali untuk menentukan Ratu selanjutnya.

Calon Ratu Elyosa kali ini hanya ada tiga orang. Evalia dari keluarga Phallan, Loise dari keluarga Phallan, dan Tiash dari keluarga Lumina. Mereka tidak perlu bertarung seperti apa yang telah ku lakukan 25 tahun yang lalu. Aku tidak ingin ada pertumpahan darah yang tidak perlu lagi di sini. Sekian."

Keputusan sang Ratu Elyosa, Serafina Windaga membuat para bangsawan ricuh. Mayoritas dari mereka tidak setuju dengan keputusan tersebut. Akhirnya timbulah perdebatan-perdebatan antara pendukung dan yang tidak sepakat dengan keputusan sang Ratu. Tapi mau bagaimanapun, keputusan Serafina selaku Ratu Elyosa tidak bisa diganggu gugat lagi.

Tiash tertegun di sudut ruangan. Ia kagum dengan sang Ratu yang berani mengambil keputusan itu, merubah tradisi Elyosa yang sudah berjalan entah berapa lama.

Tradisi di Elyosa memang mengharuskan para calon Ratu untuk bertarung menggunakan Xenatria mereka. Tentu saja banyak nyawa terbuang percuma dari acara agung perebutan singgasana Ratu. Tapi kali ini, peraturan itu diubah begitu saja oleh sang Ratu. Sebuah pergerakan yang begitu besar bagi Elyosa.

Sebenarnya Tiash tidak terlalu menginginkan singgasana Ratu. Namun ia harus ikut serta sebagai calon Ratu Elyosa. Itulah yang membuatnya resah selama ini. Tiash yang memiliki watak seorang penyayang tentu tidak ingin ada yang tersakiti. Ia berharap kalau Evalia atau Loise bisa terpilih menjadi Ratu Elyosa selanjutnya.

Tapi Tiash tidak menyadari kalau keputusan Serafina sangat menguntungkan baginya. Penduduk Elyosa tentu saja memilihnya sebagai penerus Ratu Elyosa, mengingat sifat Tiash yang selalu bersikap ramah dan sopan pada seluruh penduduk dengan berbagai kasta, bahkan kasta terendah sekalipun. Keramahannya itulah yang membuat Tiash terkenal di seluruh Elyosa. Bahkan berita tersebut sampai di telinga Ratu Elyosa, Serafina. Mungkin saja sikap Tiash-lah yang menjadi alasan bagi sang Ratu mengubah peraturan.

Hal itu membuat keluarga Phallan merasakan ancaman besar. Mereka ingin keluarga Phallan-lah yang menduduki singgasana Ratu guna mendapatkan banyak keuntungan. Tidak peduli itu Evalia atau Loise. Yang terpenting bagi mereka adalah kekuasaan.

Tanpa sadar bibir Tiash tersenyum dengan manis, ia tidak sabar untuk menceritakan kabar gembira itu pada Yola.

[•X-Code•]

Dengan langkah cepat, Tiash meninggalkan Queen Palace. Grim yang sedari awal menunggu di luar telah menyiapkan mobil untuk mengantar Tiash pulang. Namun Tiash berkata kalau dirinya akan menghadiri pertemuan kecil di bukit belakang Queen Palace.

Awalnya Tiash menolak saat Grim menawarkan diri untuk mendampinginya. Tapi Grim bersikeras supaya bisa mengawal Tiash. Mau tidak mau, Tiash harus menerima tawaran Grim. Keduanya pun bergegas pergi ke tempat di mana Evalia dan Loise sudah menanti. Bukit belakang Queen Palace.

Elyosa memang berada di sebuah Bahtera besar yang melayang di udara, namun di dalamnya didesain khusus layaknya seperti berada di daratan. Ada gunung, bukit, sungai, bahkan pantai. Semua itu bisa terjadi karena teknologi mereka yang canggih.

Di jalan setapak menuju bukit, seorang pria dengan pakaian lusuh dan topi caping tengah sibuk membersihkan dedaunan kering yang mengotori jalan. Tanpa sadar, pria itu menyenggol Tiash saat ia berjalan mundur sembari menyapu jalan.

Melihat hal itu, Grim bergegas menghampirinya dan menarik kerah baju pria itu. Lalu Grim mengangkat pria itu tinggi-tinggi. "APA YANG KAU LAKUKAN?! KAU MAU MATI HAH?!!" pekik Grim dengan penuh luapan emosi.

Grim mengambil pistol laser dari sarungnya yang disematkan di pinggang, lalu menempelkan moncong pistol itu ke kepala pria tua hingga topi capingnya terjatuh.

Tiash bisa melihat dengan jelas wajah cemas pria yang sudah memiliki banyak keriput di wajah. "Ma-Maafkan aku, maaf!" ucap pria itu gugup.

Tiash yang melihat perlakuan Grim yang kasar, segera menarik napas panjang. "BERHENTIIIIIII!!!!" suara lantang Tiash membuat Grim terhenyak. Seumur hidup, ia baru pertama mendengar Tiash berteriak sekeras itu.

Untuk Tiash sendiri, itu kali ketiganya ia berteriak seperti itu. Pertama kali ia berteriak dengan amarah adalah ketika ia mendapati Yola tengah dipukuli oleh ayahnya karena kedapatan membaca buku yang Tiash pinjamkan. Kedua, saat Tiash menolong pria tua yang tengah diperlakukan semena-mena oleh Evalia dan Loise.

Sontak Grim melepas pria yang ia cengkram itu, hingga sang pria tua terjatuh.

Tiash menghampiri lalu menyentuh pundak pria tua itu. "Maafkan kami, ya?" ucap Tiash dengan lembut disertai senyum tulus. Terlihat ekspresi menyesal di balik senyuman itu.

Pria itu terdiam tidak berkata sepatah katapun. Ia menunduk hormat pada Tiash, dengan rasa hormat yang tidak dibuat-buat. Setelah mengambil topi capingnya yang terjatuh di tanah, ia pun pergi dari tempat itu.

Sedangkan Grim hanya terdiam melihat sikap Tiash pada pria tersebut.

Tiash menatap Grim dengan tatapan tajam. "Grim, aku punya jawaban untukmu," ujar Tiash tanpa melepaskan tatapannya.

"Kau tidak akan pernah menjadi Xenatria untukku. Pulanglah. Aku tidak ingin lagi dikawal olehmu," ujar Tiash sambil berlalu meninggalkan Grim yang terpaku di kaki bukit.

Grim hanya bisa mengepalkan tangannya kuat-kuat sembari menatap tajam Tiash dari belakang. Dadanya dipenuhi rasa penyesalan yang begitu menyesakkan. Ia memang berniat baik, tapi caranya mengutarakan niat baik itu justru malah menjerumuskannya dalam kebencian.

Nächstes Kapitel