Tiash sampai di puncak bukit. Evalia dan Loise sudah terlebih dahulu tiba di sana. Mereka sudah menyiapkan tikar beserta cemilan dan minuman untuk mereka nikmati selagi menikmati langit malam penuh bintang.
Bagian atas Elyosa terbuat dari logam yang diolah secara khusus sehingga berwujud transparan seperti kaca. Berkat teknologi pengolahan logam yang canggih itu, mereka bisa menikmati indahnya langit walau mereka berada di dalam sebuah bahtera raksasa. Ditambah, Elyosa berada di atas awan sehingga tidak ada awan yang menghalangi pemandangan langit malam itu.
"Akhirnya, kau datang juga, Tiash," sambut Evalia yang lalu tersenyum. Kedatangan Tiash cukup membuatnya senang. Awalnya ia sempat berpikir kalau Tiash tidak akan datang.
Tiash duduk di antara Evalia dan Loise yang sudah terlebih dahulu bersantai di atas tikar, di rerumputan puncak bukit. Sejenak ia melirik pada kedua gadis bangsawan itu. Wajah anggun Evalia dan Loise terlihat begitu damai menikmati pemandangan malam.
"Kau tahu, tadinya aku ingin sengaja mengalah padamu, Tiash. Tapi… Yah, peraturan sudah diubah," Evalia dengan gaya khasnya memainkan rambut, memalingkan mukanya dari Tiash.
"Hmm... Kau takut Xena-mu terluka ya? Cieeeee~ Kau jatuh cinta pada Xena-mu!" goda Tiash. Kedamaian malam itu ternyata mampu membuat Tiash lebih akrab lagi pada Evalia.
"U-Uh... B-Bukan begitu... Uh...." wajah Evalia terlihat merah padam, berusaha ia tutupi dengan kedua telapak tangannya.
"Hihihi... Instingmu tajam juga ya, Tiash? Iya, Dia jatuh cinta pada Xena-nya! Hihihihi," Loise ikut menggoda Evalia.
"Haaah! Kau sendiri selalu marah kalau Xena-mu digoda oleh gadis lain!" Evalia balas menggoda Loise.
"Hahahaha. Sudah-sudah, kita nikmati malam ini dengan tenang," ucap Tiash tanpa bisa menghilangkan senyuman.
Memang pada awalnya Tiash tidak begitu menyukai Evalia dan Loise. Namun setelah berbincang, ia bisa sedikit memahami perasaan mereka.
Baik Evalia atau Loise, keduanya ada di posisi yang sama dengannya. Mereka juga tertekan oleh aturan keluarga, sehingga melampiaskan kekesalannya dengan berbuat seenaknya pada penduduk. Tapi di balik itu, mereka hanyalah seorang gadis yang masih memiliki perasaan.
"Ayo kita bersulang!" ajak Evalia sembari mengangkat gelas berisi minuman yang terbuat dari esktrak buah-buahan dan madu. Tidak memabukan, namun bisa membuat tubuh hangat.
Loise dan Tiash menerima ajakan Evalia. Mereka ikut mengangkat gelas.
"Untuk kita! Calon Ratu Elyosa!" ucap Evalia dengan lantang.
"Untuk Xena-nya Evalia! Hihihi," canda Loise yang disambut dengan wajah gemas Evalia.
"Untuk kebaikan kita semua, dan seluruh Elyosa!" Tiash tak mau kalah.
Ketiga gadis jelita calon penerus Ratu Elyosa itu pun meneguk minumannya masing-masing.
Sebuah tindakan yang seharusnya tidak dilakukan oleh Tiash.
Beberapa saat setelah minuman di gelasnya habis, kepala Tiash terasa sakit. Matanya terasa berat, hingga ia terbaring tak sadarkan diri.
Evalia dan Loise hanya terdiam dengan rasa penyesalan yang dalam, membuat mata mereka berkaca-kaca.
"Kerja bagus! Aku bangga pada kalian, Evalia, Loise," beberapa orang pria datang menghampiri mereka sembari bertepuk tangan pelan.
"A-Aku sudah melakukan yang ayah minta! Jangan sakiti Xena kami! Ayah sudah berjanji!" ucap Evalia dengan rasa khawatir yang tidak bisa disembunyikan dari wajahnya.
"Tentu saja. Seorang Ratu Elyosa harus punya pelindung, kan? Hahaha. Segeralah jadi Ratu agar kita bisa menguasai Elyosa," ucap pria dengan tatapan licik, yang dipanggil 'Ayah' oleh Evalia.
Seorang pria bertubuh tegap mengangkat Tiash yang tak sadarkan diri. "Tuan Phallan, kami akan segera menjalankan rencana sebelum terbit fajar. Kami mohon pamit," ujar pria itu sembari berlalu bersama Tiash yang masih tak sadarkan diri, terkulai di bahu lebarnya.
"M-Mau ayah apakan Tiash?!" sontak Evalia berdiri melihat Tiash dibawa oleh pengawal pribadi ayahnya.
Plaak!! Dengan keras tamparan melayang di pipi kiri Evalia, meninggalkan rasa pedih di fisik dan batin sang calon penerus Ratu Elyosa dari keluarga Phallan.
"Bukan urusan bocah sepertimu!" jawab sang ayah dengan kasar, tanpa memedulikan perasaan Evalia.
Evalia hanya bisa menangis tersedu-sedu diperlakukan seperti itu.
Loise hanya bisa terdiam sembari mengusap-usap pundak Evalia guna memberi sedikit ketenangan. Kejadian seperti itu sudah sangat sering mereka alami, jadi Loise sudah terbiasa menghibur Evalia yang selalu diperlakukan kasar oleh ayahnya.
[•X-Code•]
Tiash terbaring di sebuah pesawat kecil berbentuk kapsul, dengan sayap kecil di sisi kanan dan kiri. Di bagian depan terdapat lambang berbentuk sepasang sayap yang ditengahnya ada kristal berwarna emas. Lambang Elyosa. Pesawat kapsul itu hanya muat untuk 1 orang, dan telah terisi oleh Tiash yang tak sadarkan diri.
-ilustrasi kapsul Elyosa-
Pesawat itu sebenarnya dipakai untuk keadaan darurat. Pesawat kapsul yang berguna untuk meluncur meninggalkan Elyosa jikalau ada kondisi darurat. Tapi pesawat kapsul itu tidak pernah dipakai sekali pun semenjak dibuat.
Di luar pesawat kapsul, 3 orang pria pengawal keluarga Phallan berdiri mengelilingi. Seorang pria menekan monitor yang tertempel di sisi kiri pesawat kapsul. "Koordinat?" tanya pria itu.
"-27, 40" jawab pria lain setelah melihat koordinat dari peta hologram.
"Tunggu, di sana hanya ada lautan luas. Apa benar itu koordinatnya?" tanya pria ketiga.
"Tentu saja. Tujuan kita untuk membunuh gadis ini tanpa meninggalkan jejak," jawab pria kedua yang tadi memberikan koordinat.
"Koordinat yang kalian berikan salah," tanpa mereka sadari, tiba-tiba terdengar suara seorang pria dari arah belakang.
Ketiga pengawal itu terkejut bukan main. Dengan cepat, ketiganya mengambil pistol laser dari balik jas hitam yang mereka kenakan.
"S-Siapa kau?!" tanya pengawal yang tadi menekan koordinat dengan gugup. Ia menodongkan senjatanya ke arah pria tua dengan topi caping di kepalanya, yang entah sejak kapan ada di belakang mereka.
Kehadiran pria bertopi caping itu membuat ketiga pengawal panik bukan main. Kalau sampai tindakan mereka itu tersebar luas, sudah bisa dipastikan malam itu adalah malam terakhir mereka bisa menghembuskan napas.
"Aku? Hanya makhluk rendahan," ucap pria bertopi caping, yang tadi sempat bertemu dengan Tiash di jalan setapak menuju bukit. Ia tersenyum lebar, lalu menyerang ketiga pengawal. Gerakannya sangat cepat dan kuat untuk ukuran seorang pria tua. Tidak butuh waktu lama baginya untuk melumpuhkan ketiga pengawal yang tidak bisa melakukan perlawanan sedikitpun.
"Uh uh uh, tidak ada waktu," ucap Pria tua itu setelah puas menghajar ketiga pengawal.
Kemudian ia mengganti koordinat tujuan pesawat kapsul itu dengan tergesa-gesa. Usai mengganti koordinat, ia menatap Tiash yang terlelap di dalam, dengan tatapan penuh harapan. "Berjuanglah, nona muda. Masa depan Elyosa ada di tanganmu," Pria itu memberikan senyum setulus mungkin, walau ia tahu, Tiash tidak melihat senyumannya.
Tidak lama, lantai di bawah pesawat kapsul terbuka, membuatnya terjatuh.
Setelah beberapa saat terjatuh, pesawat kapsul tempat Tiash tak sadarkan diri secara otomatis melesat cepat ke arah koordinat yang ditentukan oleh sang pria tua misterius bertopi caping.