webnovel

Part 29

"Sekarang wan itaku sudah membela orang lain ya." ujar kak Verra tersenyum pahit.

"Bukan begitu kak, aku hanya meluruskan bukan membela." ujarku.

Kak Verra hanya tersenyum tanpa mengatakan apapun. Aku pun terdiam melihat kak Verra yang tiba-tiba muncul.

Sekian lama berdiam, akhirnya aku membuka pembicaraan dengan kak Verra.

"Kak..."

"Iya, ada apa Dek." ujar kak Verra.

"Aku mau nanya sesuatu."

"Nanya apa?" kak Verra langsung menatap serius ke arahku.

"Apa kakak menepati janji kakak untuk tidak mengganti aku di hati kakak?"

"Kamu kan sudah bertunangan, kenapa harus mengharapkan kakak lagi?" tanya kak Verra dengan senyum yang sangat pahit dan membuatku tergores.

"Kak..."

Kak Verra pun berdiri dari tempat duduknya dan mulai berjalan ke pintu.

"Kamu sudah milik orang lain, kakak gak akan bisa merebut milik orang lain. Karena itu bukan kakak." ujarnya berbalik badan ke arahku dan menatapku dengan mata yang berkaca-kaca.

"Maksud kakak apa?"

"Kamu sudah bertunangan bukan?" tanya kak Verra membuatku terbatah menjawab pertanyaannya.

"A-aku... Aku sebenarnya tidak bertunangan ataupun berpacaran dengan siapapun. Aku hanya ingin kakak berkonsentrasi dengan kuliah kakak tanpa memikirkan apapun yang tidak penting termasuk aku."

"Bukan kamu, maksud mu perasaanku." Jawab kak Verra membuatku sangat sakit.

"Apa maksud kakak berkata seperti itu?"

"Maksudku, perasaanku tidak penting yang terpenting itu adalah egomu dan juga perasaanmu. Kalau memang kamu memikirkan ku pasti hal itu takkan pernah bisa kamu katakan. Meski hanya berbohong." ujar kak Verra menunjukkan ekspresi kecewa.

Aku tau, aku sangat mengecewakannya. Tapi hal itu juga untuk masa depan kak Verra sendiri, kenapa aku sekarang terpojok karena ini.

"Sakit kak." ujarku.

"Aku juga tersakiti dek. Apa kamu tau keadaanku disana? Apa kamu tau bagaimana hancurnya aku?" tanya kak Verra membuatku benar-benar sakit.

"Kenapa harus sesakit ini kak?"

"Kamu yang membuat semuanya menjadi sesakit ini, coba saja kamu mengatakan sejujurnya. Bilang kalau kamu sudah tidak membutuhkan dan tidak mencintaiku lagi." ujar kak Verra.

"Kak... kakak hanya aku suruh kuliah. Karena kakak mendapat bea siswa dari universitas itu. Apa aku salah jika mendukung prestasi kakak? Lalu jika aku mementingkan egoku dan memaksa kakak untuk tetap disini. Apa kakak tidak membenciku?" ujarku.

Air mataku mengalir dengan deras, rasa sesak di dada semakin berat. Rasanya aku ingin menangis hingga nanti pagi, agar sesak ini berkurang.

"Tak perlu berpura-pura, aku sudah tau isi hatimu."

"Pura-pura?"

Aku beranjak dari posisi duduk ku di atas kasur dan mulai berjalan mendekat pada kak Verra. Aku sedikit berlari dan langsung memeluknya dengan erat tapi, pelukanku di lerai olehnya.

Malah kak Verra menjauh dari ku dan semakin mendekat ambang pintu.

"Jangan mendekat, luka ini belum sembuh sepenuhnya." ujar kak Verra memalingkan wajahnya.

"Ada apa denganmu kak? jika memang luka yang ku toreh belum sembuh kenapa kakak kesini." tanyaku.

"Aku hanya memastikan saja, apakah kamu baik-baik saja disini."

"Tidak perlu, pergilah sana. Aku akan baik-baik saja meski itu tanpamu."

"Sepertinya, kamu benar-benar sudah bisa melupakan ku." ujar kak Verra berjalan ke luar kamarku.

Aku hanya menundukkan kepalaku dan menangisi apa yang telah ku katakan tadi.

Rasanya sangat menyakitkan setelah

mengatakan itu, tapi kak Verra benar-benar sudah berubah.

"Maaf..."

Aku mendonggakkan kepalaku ternyata kak Verra mengenggam erat tangan perempuan yang ada di sampingnya.

Nächstes Kapitel